Syariah

Sambut Ramadhan dengan Tradisi Marpangir, Bagaimana Hukumnya?

Ahad, 10 Maret 2024 | 18:00 WIB

Sambut Ramadhan dengan Tradisi Marpangir, Bagaimana Hukumnya?

Marpangir adalah tradisi mandi dengan rempah-rempah yang dilakukan oleh masyarakat Mandailing di Sumatera Utara menjelang bulan Ramadan. (Foto: Istimewa)

Marpangir adalah tradisi mandi dengan rempah-rempah yang dilakukan oleh masyarakat Mandailing di Sumatera Utara menjelang bulan Ramadan. Tradisi ini merupakan warisan budaya leluhur yang masih dilestarikan hingga saat ini. Tradisi ini bertujuan untuk membersihkan diri dan mengharumkan badan sebagai bentuk menyambut bulan suci dengan kesucian lahir dan batin.


Muhammad Andre Syahbana Siregar dalam artikel Ziarah Kubur, Marpangir, Mangan Fajar:Tradisi Masyarakat Angkola dan Mandailing Menyambut Bulan Ramadhan dan ‘Idul Fitri, di Journal of History and Cultural Heritage, halaman 12 menjelaskan bahan-bahan yang digunakan dalam Marpangir cukup beragam, seperti daun sereh wangi, daun jeruk purut, daun pandan, daun nilam, mayang pinang, akar usar, akar sitanggis, dan jeruk purut. Biasanya, proses pencarian bahannya dilakukan bersama-sama dengan keluarga.


Tradisi Marpangir merupakan warisan nenek moyang suku Angkola dan Mandailing Natal, yang sebelumnya digunakan sebagai pengganti sabun yang belum dikenal pada masa lalu. Ritual ini dilakukan dengan mencampur semua bahan tersebut, merebusnya dengan air, dan kemudian digunakan untuk mandi seluruh anggota keluarga sebelum bulan Ramadhan tiba. Tradisi ini biasanya dilakukan di sungai atau pemandian umum. Masyarakat berkumpul bersama-sama untuk mandi dan saling membantu. 


Selain membersihkan diri, Marpangir juga memiliki makna simbolis. Secara simbolis, mandi sebelum puasa Ramadhan diartikan sebagai upaya untuk membersihkan diri dari hadas besar dan hadas kecil, serta membersihkan diri dari segala kotoran dan najis. Hal ini melambangkan kesucian dan kesiapan diri untuk memasuki bulan suci Ramadhan dengan hati yang bersih dan suci.


Secara spiritual, mandi sebelum puasa Ramadhan diyakini dapat meningkatkan kekhusyuan dalam beribadah. Dengan membersihkan diri secara fisik, diharapkan hati dan pikiran pun menjadi bersih dan fokus dalam menjalankan ibadah puasa. Selain itu, mandi sebelum puasa Ramadhan juga dapat memberikan rasa segar dan semangat untuk memulai ibadah puasa di hari berikutnya.


Sementara itu, Ernita Daulay dan Tasnim Lubis, dalam jurnal berjudul The  Revitalization of Mandi Marpangir Tradition in Matondang Village, Padang Lawas Regency halaman 47, mengatakan bahwa tradisi Marpangir jamak dilakukan masyarakat menjelang bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri. Kebiasaan ini membuat masyarakat percaya diri saat menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh.

  
Masyarakat, Desa Matondang, Padang Lawas, yang menjadi objek penelitian, percaya bahwa ini adalah bentuk kepedulian terhadap pemeliharaan dan kelangsungan warisan budaya, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.  Masyarakat yang berada di wilayah Sumatera Utara ini beranggapan bahwa zaman terus berubah, namun jangan sampai terjadi krisis budaya karena bangsa ini lahir dari tradisi yang dijalankan oleh nenek moyang secara turun-temurun yang harus dihormati hingga saat ini.


Hukum Marpangir dalam Islam 

Sebelumnya, penting untuk diketahui, mandi menjelang 1 Ramadhan bukanlah termasuk kewajiban dan syarat sah puasa Ramadhan. Pasalnya, mandi wajib hanya diwajibkan bagi orang yang berhadas besar, seperti setelah berhubungan suami istri, haid, dan nifas, kemudian hendak melakukan ibadah, seperti shalat dan membaca Al-Qur'an. Sementara puasa Ramadhan tidak termasuk dalam kategori ibadah yang mewajibkan mandi wajib 


Terkait hukum tradisi mandi di akhir Sya'ban [sehari sebelum Ramadhan], yang kerap dilakukan oleh umat Islam di Nusantara, dalam kitab fikih memang didapati keterangan bahwa salah satu mandi yang disunnahkan adalah mandi di malam hari bulan Ramadhan. Mandi sunnah ini berlaku sepanjang malam bulan Ramadhan.


Keterangan ini dijelaskan oleh Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani dalam kitab Qutul Habib al-Gharib Tausyih ‘Ala Fathi al-Qarib Syarh Ghayati al-Taqrib. Beliau menjelaskan mandi di malam Ramadhan termasuk amalan sunnah. Amalan ini bisa dilakukan setiap malam selama bulan puasa. 


وبقية الأغسال المسنونة مذكورة في المطولات منها الغسل الدخول المدينة الشريفة، ولدخول حرمها وللحجامة ولقص الشارب، وحلق العانة وللبلوغ بالسن، ويطلب للبلوغ بالإمناء غسلان لواجب ومندوب، ولكل ليلة من رمضان ولكل اجتماع من مجامع الخير ولسيلان الوادي، ولتغير رائحة البدن والدخول المسجد


Artinya: "Dan sisa mandi sunnah disebutkan dalam kitab-kitab besar, di antaranya: yakni mandi saat memasuki kota suci Madinah dan Masjidil Haram. Selanjutnya, mandi setelah bercukur, mandi setelah memotong kumis, mandi setelah mencukur bulu kemaluan, mandi setelah mencapai usia baligh (dewasa)[bagi orang yang sudah baligh, dianjurkan untuk mandi dua kali: satu kali wajib dan satu kali sunnah.
 

Kemudian sunnah juga mandi setiap malam di bulan Ramadhan. Pun sunnah mandi sebelum menghadiri pertemuan-pertemuan kebaikan, mandi setelah banjir. Sunnah juga hukumnya mandi jika bau badan berubah, terakhir mandi sebelum memasuki masjid". [Syekh Muhammad Nawawi, Qutul Habib al-Gharib Tausyih [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1971] halaman 58]


Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, Jilid II, halaman 465, menjelaskan hal serupa, yakni salah satu amalan sunah yang dianjurkan untuk dilakukan di bulan Ramadhan adalah mandi sunah di setiap malamnya. Waktu kesunahan mandi ini dimulai sejak terbenamnya matahari di ufuk barat, hingga terbitnya fajar shadiq.


 ولكل ليلة من رمضان ، قال الأذرعي إن حضر الجماعة وفيه نظر ؛ لأنه لحضور الجماعة لا يختص برمضان فنصهم عليه دليل على ندبه ، وإن لم يحضرها لشرف رمضان ولحلق عانة أو نتف إبط كما صح عن ابني عمر وعباس رضي الله عنهم ولبلوغ بالسن ولحجامة أو نحو فصد ولخروج من حمام ولتغير الجسد 


Artinya: "Termasuk sunnah mandi juga adalah mandi di malam Ramadhan. Kata Al-Azra'i, " sunnah mandi ini untuk menghadiri shalat berjamaah karena ada keutamaan dalam hal tersebut. Kehadiran dalam shalat berjamaah tidak hanya terbatas pada bulan Ramadhan, oleh karena itu, mereka menunjukkan bahwa itu adalah sunnah dengan adanya dalil. Jika seseorang tidak menghadirinya, itu bisa menjadi menghormati Ramadhan, mandi juga sunnah sedang mencukur bulu kemaluan atau mencabut bulu ketiak seperti yang benar tentang Ibnu Umar dan Abbas, mencapai usia baligh, berbekam, keluar dari pemandian, atau karena perubahan fisik, maka dia tetap dianjurkan untuk mandi di malam Ramadhan". [Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, Jilid II, [Mesir: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, tt] halaman 465].


Dari keterangan ini, mandi malam Ramadhan hukumnya adalah sunnah. Ini artinya, walaupun tidak wajib, umat Muslim dianjurkan untuk mandi setiap malam di bulan Ramadhan untuk menyambut datangnya hari puasa dengan kebersihan lahir dan batin. 


Artinya, jika tradisi Marpangir dilakukan di malam hari Ramadhan, maka hukumnya adalah sunnah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dan Ibnu Hajar di atas, bahwa termasuk mandi yang disunnahkan mandi malam di bulan Ramadhan. 


Selanjutnya muncul persoalan lanjutan, bagaimana jika mandi Marpangir tersebut tidak dilakukan di malam hari menjelang Ramadhan? Misalnya di siang atau sore hari? Apakah tetap hukumnya sunnah? 


Perlu dipahami bahwa Marpangir yang dilaksanakan sebelum Ramadhan memiliki makna simbolis, untuk membersihkan diri secara fisik dan batin untuk menyambut Ramadhan. Maknanya sejalan dengan anjuran Islam untuk menyucikan diri sebelum memasuki bulan suci.


Pun bahan-bahan yang digunakan dalam Marpangir, seperti daun pandan, bunga kenanga, dan akar wangi, merupakan bahan yang halal. Bahan-bahan tersebut memiliki manfaat aromaterapi dan menyegarkan tubuh. Sejatinya, tradisi ini dapat menjadi media dakwah untuk mengingatkan umat tentang pentingnya kebersihan dan menyambut Ramadhan dengan penuh kesucian.


Dalam konteks ini, Marpangir merupakan salah satu tradisi masyarakat yang telah hidup selama ratusan tahun dan masih terjaga kelestariannya hingga saat ini. Tradisi mandi menyambut Ramadhan ini dengan menggunakan ramuan bahan alami yang disebut "pangir" yang bertujuan untuk membersihkan diri secara lahir dan batin menjelang bulan suci Ramadhan.


Meskipun zaman terus berkembang, tradisi Marpangir masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Mandailing. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi ini memiliki nilai dan makna yang sangat penting bagi masyarakat Mandailing.


Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat