Sering Dianggap Sama, Ini Perbedaan Sedekah, Hadiah, dan Hibah
Rabu, 12 Maret 2025 | 10:00 WIB
Ahmad Hanan
Kontributor
Dalam kehidupan bermasyarakat, memberikan sesuatu kepada orang lain adalah wujud nyata dari sifat manusia sebagai makhluk sosial. Pemberian ini sering kali kita kenal dengan istilah sedekah, hadiah, atau hibah.
Meski ketiganya tampak serupa karena melibatkan pemberian, banyak dari kita belum memahami bahwa masing-masing memiliki makna, tujuan, dan hukum yang berbeda.
Ketidakjelasan ini kerap memunculkan anggapan bahwa sedekah, hadiah, dan hibah adalah sama, padahal baik dalam bahasa maupun syariat Islam, ketiganya menawarkan perspektif yang unik dan kaya akan nilai.
Jika menilik makna dari segi Bahasa Indonesia, baik sedekah, hadiah, maupun hibah juga memiliki arti yang berbeda-beda. Berikut ini makna yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring.
- Sedekah adalah pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi; derma.
- Hadiah adalah pemberian (kenang-kenangan, penghargaan, penghormatan); ganjaran (karena memenangi suatu perlombaan); tanda kenang-kenangan (tentang perpisahan); cendera mata.
- Hibah adalah pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.
Dari penjelasan tersebut, persamaan dari ketiganya adalah sama-sama pemberian kepada orang lain. Namun yang membedakan adalah terletak pada apa yang diberikan kepada orang lain.
Makna Sedekah, Hibah, dan Hadiah
Baca Juga
Hukum Memberi Sedekah Kepada Non-Muslim
Berikut makna sedekah sebagaimana yang tercantum di dalam Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:
الْصَّدَقَةُ بَفْتَحِ الدَّالِ لُغَةً: مَا يُعْطَى عَلَى وَجْهِ التَّقَرُّبِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى لَا عَلَى وَجْهِ الْمَكْرُمَةِ. وَيَشْمَلُ هَذَا الْمَعْنَى الزَّكَاةَ وَصَدَقَةَ التَّطَوُّعِ. وَفِي الْإِصْطِلَاحِ: تَمْلِيكٌ فِي الْحَيَاةِ بِغَيْرِ عَوْضٍ عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَهِيَ تُسْتَعْمَلُ بِالْمَعْنَى اللُّغَوِيِّ الشَّامِلِ، فَيُقَالُ لِلزَّكَاةِ: صَدَقَةٌ، كَمَا وَرَدَ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ: (إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمِسْكِينِ ...) الْآيَةُ
Artinya, “Lafal sedekah, dengan huruf dal yang berharakat fathah, secara bahasa adalah sesuatu yang diberikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, bukan sebagai imbalan. Makna ini mencakup zakat dan sedekah sukarela. Secara terminologi, sedekah berarti kepemilikan hidup tanpa imbalan berupa kedekatan dengan Allah Ta’ala, dan digunakan dalam pengertian kebahasaan yang komprehensif. Maka, zakat juga dikatakan sebagai sedekah, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an: Innamas shadaqaatu lil fuqaraa`i wal miskiin (sedekah hanya untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan…) al-ayat.” (Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Dar al-Safwa: tahun 1992 M/1412 H], juz XXVI, hlm. 321)
Sementara makna hibah salah satunya bisa ditemukan dalam kitab al-Fiqhul Manhaji sebagai berikut ini:
الهبة تعريفها: هي في اللغة: العطية التي لم يسبقها استحقاق، وفيها نفع للمعطى له. وبهذا المعنى تكون في الأعيان وغيره. وهي في الإصطلاح الشرعي: عقد يفيد تمليك العين بلا عوض، حال الحياة، تطوعا
Artinya, “Hibah. Definisi secara bahasa hibah berarti pemberian yang sebelumnya tidak layak diterima, dan di dalamnya ada manfaat bagi penerimanya. Dalam pengertian ini, ada pada entitas dan lainnya. Dalam terminologi Islam, hibah adalah suatu kontrak yang menyerahkan kepemilikan suatu harta tanpa imbalan, selama hidup, secara sukarela,” (Musthafa al-Khin – Musthafa al-Bugha, al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 2005], jilid III, halaman 101)
Masih dalam kitab yang sama, disebutkan bahwa hibah dalam pengertian ini mencakup ke dalam hadiah dan sedekah. Alasannya adalah karena keduanya merupakan penyerahan kepemilikan atas suatu benda secara sukarela tanpa imbalan selama hidup, meskipun ada perbedaan makna dan hukum antara ketiganya (hibah, hadiah, dan sedekah). Berikut ini perbedaan antara ketiganya:
فالهبة: بالمعنى الذي سبق عامّةٌ، سواء أكانت من غني لفقير أم لا، وقصد بها الثواب في الآخرة أم لا، نقلت العين الموهوبة للموهوب له أم لا. أما الصدقة: فالظاهر أنها تمليك للمحتاج، تقربا إلى الله تعالى وقصدا للثواب فى الآخرة غالبا. وأما الهدية: فالظاهر أنها تمليك لمن يرغب بالتقرّب والتحبّب إليه من الناس، وغالبا ما يكون مع ذلك نقل للموهوب إلى مكان الموهوب له
Artinya, “Hibah dalam pengertian di atas bersifat umum, apakah diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin atau tidak, dan apakah balasan yang diharapkan adalah di akhirat atau tidak, dan apakah barang yang dihibahkan itu berpindah tangan kepada yang menerimanya atau tidak. Adapun sedekah, dhahirnya merupakan pemberian kepada yang membutuhkan, sebagai tindakan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan biasanya dengan tujuan mendapat pahala di akhirat. Adapun hadiah, dhahirnya merupakan pemindahan kepemilikan kepada seseorang yang ingin lebih dekat dengan orang lain dan membuat mereka disayanginya, dan sering kali dengan itu terjadi pemindahan orang yang diberi hadiah ke tempat di mana hadiah itu diberikan,” (Musthafa al-Khin – Musthafa al-Bugha, al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 2005], jilid III, hlm. 102).
Dari keterangan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa:
- Hibah boleh diberikan dan diterima oleh orang kaya maupun orang miskin.
- Jika pemberian dengan mengharapkan imbalan ukhrawi, maka termasuk ke dalam kategori sedekah
- Sedangkan hadiah adalah pemberian dengan tujuan untuk memuliakan orang lain atau untuk mendekatkan diri dengan orang lain.
Penjelasan di atas senada dengan keterangan singkat yang ada dalam Matan Minhajut Thalibin berikut:
كتاب الهبة: التَّمْلِيْكُ بِلَا عِوَضٍ هِبَةٌ، فَإِنْ مَلَّكَ مُحْتَاجًا لِثَوَابِ الْآخِرَةِ فَصَدَقَةٌ، فَإِنْ نَقَلَهُ إِلَى مَكَانِ الْمَوْهُوْبِ لَهُ إِكْرَامًا لَهُ فَهَدِيَّةٌ
Artinya, “Kitab Membahas Hibah. Kepemilikan tanpa imbalan disebut dengan hibah. Jika ia memiliki harta yang memerlukan pahala di akhirat, maka itu disebut sedekah. Jika ia memindahkannya ke tempat orang yang diberi, karena kehormatan baginya, maka ini disebut dengan hadiah,” (Abi Zakariya bin Syaraf An-Nawawi, Matan Minhajut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz II, hlm. 396-397)
Pada hakikatnya, sedekah, hadiah, dan hibah mengajarkan kita tentang keindahan berbagi dalam berbagai dimensi kehidupan. Hibah hadir sebagai pemberian sukarela yang luwes, sedekah menjadi jembatan menuju pahala akhirat dengan mengutamakan yang membutuhkan, sementara hadiah mempererat tali kasih melalui penghormatan dan kedekatan.
Pemahaman yang tepat tentang ketiganya tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga menginspirasi kita untuk berbagi dengan niat yang tulus dan sesuai konteksnya. Semoga kebiasaan mulia ini terus terjaga, menjadikan kita hamba yang dermawan di sisi Allah dan sesama manusia. Wallahu a’lam.
Ahmad Hanan, Alumni Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus dan Pesantren MUS-YQ Kudus.
Terpopuler
1
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Kembali Suci dengan Ampunan Ilahi dan Silaturahmi
2
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Istri, Anak, Keluarga, hingga Orang Lain, Dilengkapi Latin dan Terjemah
3
Habis RUU TNI Terbitlah RUU Polri, Gerakan Rakyat Diprediksi akan Makin Masif
4
Kultum Ramadhan: Mari Perbanyak Istighfar dan Memohon Ampun
5
Fatwa Larangan Buku Ahmet T. Kuru di Malaysia, Bukti Nyata Otoritarianisme Ulama-Negara?
6
Gus Dur Berhasil Perkuat Supremasi Sipil, Kini TNI/Polri Bebas di Ranah Sipil
Terkini
Lihat Semua