Syariah

Sikap Rasulullah pada Fenomena Bullying

Sel, 5 Maret 2024 | 21:00 WIB

Sikap Rasulullah pada Fenomena Bullying

Bullying. (Foto: NU Online/Freepik)

Fenomena Bullying (perundungan) sering terjadi di mana saja, baik di sekolah, di pesantren, di masyarakat, bahkan di media sosial (Cyberbullying). Tindakan Bulllying, merupakan tindakan yang sangat buruk. Hal tersebut dikarenakan, dapat mempengaruhi psikis dari korban Bulllying. Sejatinya Agama Islam tidak mentolerir segala bentuk Bullying, tetapi sebaliknya, Islam mengajarkan yang namanya Tasamuh atau saling menghormati dan saling menghargai. 


Dalam al-Qur’an sendiri, Allah swt telah mengingatkan akan larangan Bullying, sebagaimana dalam QS Al Hujurat ayat 11. Dalam ayat tersebut Allah swt melarang seseorang mengolok-olok dan mencela


1. Mengolok-olok

Mengolok-olok orang lain disebut dengan Suhriyah. Larangan tersebut dapat dilihat dalam lafadz (لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ) yang memiliki arti “Janganlah kalian mengolok-olok seseorang”. Diksi mengolok-olok sangat luas sekali, bisa melalui lisan, tulisan atau bahkan tindakan. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Quraish Shihab dalam dalam kitab tafsirnya. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Jakarta: Lentera Hati, 2002], hlm.589).


Fenomena yang terjadi saat ini yaitu, olok-olok dapat dengan mudah dijumpai di media sosial (Cyberbullying), khususnya olok-olok dalam hal politik (nyinyir). Larangan mengolok-olok pada zaman dahulu dilatarbelakangi sikap Bani Tamim yang pada saat itu mengolok-olok para sahabat yang secara dhahirnya memiliki kekurangan, baik kekurangan harta, bentuk fisik, keluarga, ataupun yang lainnya. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-`Azhim, [Daar Toyyibah], Juz 9)


Lantas bagaimana Rasulullah saw menyikapi fenomena mengolok-olok pada saat itu?. Ternyata Rasulullah saw sangat membenci orang yang mengolok-olok orang lain meskipun pelaku bullying adalah sahabat atau bahkan keluarga mereka sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa kisah, diantaranya yaitu, berasal dari salah satu Istri Rasulullah saw yang mengejek Istri Rasulullah saw yang lain yaitu Ummu Salamah yang diolok-olok dengan sebutan Wanita pendek.


Kemudian juga ada Sofiyyah (Istri Rasulullah saw) yang diolok-olok dengan keturunan Yahudi. Rasulullah saw ketika itu menenangkan Sofiyyah dengan ucapan, “Jangan hiraukan dan biarkanlah mereka dan katakanlah sesungguhnya Orang Yahudi seperti kau ini memiliki ayah Nabi Harun, dan memiliki paman Nabi Musa”.


Sikap Rasulullah saw tersebut mengajarkan kepada umat Islam agar tidak membalas olokan orang lain, dan apabila membalaspun cukup mengatakan kepada orang yang mengolok dengan perkataan yang mana cukup membuat pihak yang mengolok-olok sadar akan kedudukan dan kelebihan lain yang dimilikinya. Sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw kepada Sofiyyah. 
 

2. Mencela

Mencela orang lain disebut Lamz. Larangan tersebut tertuang dalam lafadz, “وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ”: “Dan jangahlah kalian suka mencela”. Ibnu Asur mengatakan bahwasanya, mencela dalam hal ini bisa berupa gerakan anggota badan, seperti tangan atau bibir, yang mana berpotensi mengejek atau bahkan mengancam orang lain. (Syaikh Muhammad At-Thohir bin 'Asyur, Tafsir At-Tahrir Wat Tanwir, [Dar At-Tunisiyah, 1984], hlm. 246).


Fenomena yang terjadi saat ini yaitu, mengejek dapat dengan mudah dijumpai di media sosial (Cyberbullying), khususnya mengejek dalam bentuk gambar, video, meme, poster, atau bisa juga isyarat genggaman tangan. Isyarat ini menandakan pengancaman atau yang populer saat ini adalah isyarat acungan jari tengah, yang bermakna celaan.


Larangan celaan dalam ayat di atas dilatarbelakangi dengan berbagai kisah para sahabat saat itu. Di antaranya yaitu celaan kepada sahabat Bilal bin Rabah yang kala itu ditunjuk oleh Rasulullah saw untuk menaiki Ka'bah dan melantunkan adzan. Sontak seketika itu sahabat Bilal bin Rabah direndahkan oleh beberapa sahabat yang mengatakan bahwa, “Tidak adakah orang lain yang lebih baik daripada burung gagak hitam (Bilal) itu”. (Imam As-Suyuthi, Asbabun Nuzul al-Musama Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul, [Dar Ibn Katsir], Jilid 9).


Lantas bagaimana Rasulullah saw menyikapi penghinaan pada saat itu. Ternyata Rasulullah saw sangat marah dan mengatakan sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah, sebagaimana berikut ini : 


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ «إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ». 


Artinya: "Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah Swt tidak melihat fisik kalian dan harta kalian tetapi Allah Swt lebih melihat ke hati dan amal kebaikan kalian”. (HR. Muslim no. 2564)


Dari hadits tersebut menunjukkan bahwasanya yang menjadi sebab mulia tidaknya seseorang bukan dari segi warna kulitnya, hartanya, penampilannya. Akan tetapi yang menjadi penyebab mulia tidaknya seseorang adalah dari segi amalan dan keikhlasan hati. Sikap Rasulullah saw tersebut mengajarkan kepada umat Islam agar jangan melihat segi penampilannya saja, akan tetapi juga melihat dari hatinya. 


3. Memanggil dengan merendahkan

Memanggil dengan sebutan yang mengarah kepada perendahan  disebut Tanabuz. Larangan tersebut tertuang dalam lafadz “وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ”: “Dan janganlah kalian memanggil atau mengejek laqob (gelarnya)." Gelar dalam hal ini bisa sebutan nasab, sebutan yang biasa dilontarkan oleh masyarakat, atau bisa juga sebutan kecacatan fisik. 


Saat ini, banyak juga orang yang memanggil orang lain dengan panggilan lain seperti, Cebong, Kampret, Idiot, dan lain sebagainya. Dalam dunia pendidikan sendiri, banyak ditemui murid yang memanggil murid lainnya dengan panggilan ayahnya. 


Larangan Tanabuz dalam ayat di atas dilatarbelakangi dengan pemanggilan atau penghinaan laqab kepada Sahabat Ikrimah anak Abu Jahal yang sudah masuk Islam yang mana pada saat itu diolok-olok oleh sahabat lain dengan ucapan anaknya Fir’aun zaman sekarang. Lalu Ikrimah mengadukan kepada Rasulullah. (Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami' liahkam al-Qur'an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan, [Ummul Qura, Jilid 17].


Lantas bagaimana Rasulullah saw menyikapi penghinaan pada saat itu?. Ternyata Rasulullah saw juga sangat tidak menyukai. Dan Rasulullah saw melarang seseorang memanggil dengan panggilan yang tidak sukai oleh orang tersebut, seperti “Hai Munafik, Hai Kafir, Hai Anjing, Hai Babi, Hai Fasiq, Si Pincang, Si Buta, dan berbagai panggilan buruk lainnya”.


Sikap Rasulullah saw mengajarkan kepada umat Islam agar memanggil dengan panggilan yang menyejukkan, bukan justru sebaliknya, memanggil dengan panggilan yang buruk meskipun itu benar. (Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, [Daar Al-Ilm], h: 186),


Dari penjelasan ini, dalam QS Al Hujurat ayat 11 setidaknya ada tiga larangan yang meliputi : melarang seseorang mengolok-olok orang lain (Suhriyah), melarang seseorang mencela orang lain (Lams), dan melarang memanggil orang lain dengan sebutan yang mengarah kepada perendahan (Tanabuz).


Adapun sikap Rasulullah saw dalam menanggapi fenomena Bullying yaitu : Jangan membalas olokan orang lain, jangan melihat orang lain dari segi penampilan lahirnya saja, dan jangan memanggil dengan panggilan buruk. Melainkan Rasulullah saw menyuruh agar membalas olokan orang lain dengan balasan yang dibenarkan, melihat orang lain dari segi batinnya juga, dan memanggil orang lain dengan panggilan yang menyejukkan.


Muhammad Habib Zainul Huda, Pascasarjana UIN Raden Mas Said Surakarta