Ternyata Banyak, Ini Jenis-Jenis Walimah dalam Islam
NU Online · Kamis, 12 Juni 2025 | 12:00 WIB
Shofi Mustajibullah
Kolomnis
Dalam momen-momen istimewa, masyarakat kerap merayakannya dengan kebersamaan melalui hidangan perjamuan, seperti resepsi yang menutup rangkaian acara pernikahan. Tradisi ini ternyata memiliki makna mendalam dalam Islam, yang dikenal sebagai walimah. Meski sering diasosiasikan hanya dengan pernikahan, walimah sejatinya merangkum berbagai jenis perjamuan yang menggambarkan sukacita dan syukur.
Secara esensi, walimah adalah perjamuan makanan yang diselenggarakan untuk merayakan kebahagiaan dalam kerangka syariat, seperti menyambut momen tertentu dengan hidangan sederhana, bisa roti, daging, kurma, sebagaimana contoh dari Nabi, atau makanan lainnya, (Sirajuddin Al-Bulqini, At-Tadrib fi Fiqhi Asy-Syafi’i, [Riyadh, Darul Qiblatain: 2012], juz 3, halaman 160).
Dari sudut pandang hukum, walimah, khususnya walimatul ursy (perjamuan atau resepsi pernikahan), menjadi rujukan utama dalam hadits, meskipun para ulama menyamakan kedudukannya dengan jenis walimah lain. Ada pandangan yang menyebut walimah wajib, namun pendapat yang lebih umum menyatakan bahwa pelaksanaannya bersifat sunnah, mengundang kebaikan tanpa membebani.
Baca Juga
Hukum Daging Aqiqah untuk Sajian Walimah
عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ، أَنَّهَا سَمِعَتْهُ، تَعْنِي النَّبِيَّ ﷺ، يَقُولُ: لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ
Artinya, “Dari Fatimah binti Qays, bahwa ia mendengarnya yakni Nabi bersabda Tidak ada hak pada harta kecuali zakat.” (HR. Ibnu Majah)
Terdapat perbedaan pembagian jenis walimah di beberapa literatur fiqih klasik. Ada yang mengatakan enam, tujuh, delapan, sepuluh, sampai dua belas. Tulisan ini mengambil pembagian jenis walimah berdasarkan kitab Al-Inshaf karya Syekh Al-Mardawi. Jumlah yang ada di kitab tersebut sebanyak dua belas macam walimah atau perjamuan. Berikut jenis-jenisnya.
الْأَطْعِمَةُ الَّتِي يُدْعَى إلَيْهَا النَّاسُ عَشَرَةٌ: الْأَوَّلُ: الْوَلِيمَةُ. وَهِيَ طَعَامُ الْعُرْسِ. الثَّانِي: الْحِذَاقُ، وَهُوَ الطَّعَامُ عِنْدَ حِذَاقِ الصَّبِيِّ. أَيْ مَعْرِفَتِهِ، وَتَمْيِيزِهِ، وَإِتْقَانِهِ. الثَّالِثُ: الْعَذِيرَةُ وَالْإِعْذَارُ، لِطَعَامِ الْخِتَانِ. الرَّابِعُ: الْخُرْسَةُ وَالْخَرَسُ، لِطَعَامِ الْوِلَادَةِ. الْخَامِسُ: الْوَكِيرَةُ، لِدَعْوَةِ الْبِنَاءِ. السَّادِسُ: النَّقِيعَةُ، لِقُدُومِ الْغَائِبِ. السَّابِعُ: الْعَقِيقَةُ، وَهِيَ الذَّبْحُ لِأَجْلِ الْوَلَدِ، عَلَى مَا تَقَدَّمَ فِي أَوَاخِرِ بَابِ الْأُضْحِيَّةِ. الثَّامِنَةُ: الْمَأْدُبَةُ، وَهُوَ كُلُّ دَعْوَةٍ لِسَبَبٍ كَانَتْ أَوْ غَيْرِهِ. التَّاسِعُ: الْوَضِيمَةُ، وَهُوَ طَعَامُ الْمَأْتَمِ. وَزَادَ بَعْضُهُمْ الْعَاشِرُ: التُّحْفَةُ، وَهُوَ طَعَامُ الْقَادِمِ. حَادِيَ عَشَرَ: وَهُوَ الشُّنْدُخِيَّةُ وَهُوَ طَعَامُ الْإِمْلَاكِ عَلَى الزَّوْجَةِ. وَثَانِيَ عَشَرَ: الْمِشْدَاخُ وَهُوَ الطَّعَامُ الْمَأْكُولُ فِي خِتْمَةِ الْقَارِئِ.
Artinya, “Perjamuan makanan dengan mengajak orang lain dibagi menjadi sepuluh jenis; (1) Walimatul Ursy adalah perjamuan makanan pasca pernikahan; (2) Al-Hidzaq adalah perjamuan yang dilakukan saat anak sudah mencapai fase mampu membedakan baik dan benar (tamyiz); (3) Al-Adzirah adalah perjamuan yang dilakukan pasca khitan anak;
(4) Al-Khurs adalah perjamuan yang dilakukan pasca kelahiran anak (tanpa penyembelihan); (5) Al-Wakirah adalah yang dilakukan saat proses atau selesai pembangunan rumah; (6) An-Naqi’ah adalah perjamuan saat penyambutan orang yang baru bepergian;
(7) Aqiqah adalah perjamuan berupa penyembelihan lantaran kelahiran anak, sebagaimana yang tertulis di bab Al-Adhiyah; (8) Al-Ma’dubah adalah perjamuan yang dilakukan tanpa sebab; (9) Al-Wadhimah adalah perjamuan sebab musibah; (10) At-Tuhfah adalah perjamuan untuk tamu yang baru datang; kemudian para ulama menambahkan (11) Asy-Syundukhiyah adalah perjamuan yang diperuntukkan untuk istri; (12) Al-Misydakh adalah perjamuan yang dilakukan saat seusai mengkhatamkan Al-Qur'an.” (Kairo, Mathba’ah Sunnah Muhammadiyah: 1955, juz 8, halaman 316).
Beberapa jenis perjamuan, seperti Walimatul Ursy, Aqiqah, dan Al-Wakirah, telah umum dilaksanakan di masyarakat. Namun, jenis-jenis lainnya jarang ditemui, kemungkinan karena kurangnya pemahaman tentang ragam walimah.
Tradisi-tradisi perjamuan semacam ini sejatinya bukanlah sesuatu yang asing dalam masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Meski istilah seperti al-Hidzaq atau al-Adzirah mungkin jarang terdengar, bentuk perjamuan yang mendasarinya tetap ada dan hidup di tengah masyarakat, hanya saja dengan penamaan lokal yang berbeda.
Demikian pula, perjamuan untuk menyambut tamu atau orang yang pulang dari bepergian, seperti an-naqi‘ah, memiliki padanan dalam tradisi masyarakat seperti "selamatan pulang haji" atau jamuan keluarga saat menyambut anggota yang baru pulang merantau. Meski tidak selalu disebut sebagai bentuk walimah secara terminologi fiqih, namun hakikatnya dari perjamuan itu tetap senada, yakni sebagai bentuk syukur, silaturahmi, dan berbagi rezeki.
Perjamuan musibah yang disebut sebagai al-wadhimah juga banyak dikenal dalam bentuk tradisi tahlilan atau semacamnya di banyak wilayah di Indonesia. Begitu pula dengan perjamuan saat seseorang baru membangun rumah seperti al-wakīrah dapat ditemukan dalam tradisi "syukuran pindah rumah" yang umum dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan doa bersama agar rumah baru membawa berkah.
Bahkan al-misydakh, jamuan seusai khatam Al-Qur’an, dapat kita temui dalam bentuk acara khataman di pesantren dan majelis taklim yang diramaikan dengan pembacaan doa khatmil Qur’an dan jamuan ringan. Demikian pembagian jenis-jenis walimah atau perjamuan yang dijelaskan di dalam Islam. Selain karena memang hukumnya sunnah, perjamuan dapat merekatkan ikatan sosial, menebarkan kebahagiaan, dan bentuk syukur atas harta yang dimiliki.
Beberapa momen yang sesuai disampaikan sebelumnya, bisa menjadi kesempatan dalam melaksanakan perjamuan. Di masyarakat kita, walimah yang umum diamalkan adalah Walimatul Ursy (perjamuan pasca pernikahan) dan Aqiqah (perjamuan penyembelihan lantaran kelahiran anak), karena keduanya memiliki landasan yang kuat dalam tradisi Islam dan sering menjadi bagian dari budaya lokal. Wallahu A’lam.
Shofi Mustajibullah, Mahasiswa Pascasarjana UNISMA dan Pengajar Pesantren Ainul Yaqin
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
3
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
4
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
5
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua