Tafsir Mimpi

Biografi Ibnu Sirrin: Peletak Dasar Tafsir Mimpi

Sen, 15 Januari 2024 | 16:00 WIB

Biografi Ibnu Sirrin: Peletak Dasar Tafsir Mimpi

Ilustrasi: tidur - mimpi (freepik)

Di antara lembaran sejarah Islam terbentang kisah seorang alim yang bukan hanya menguasai ilmu fiqih dan hadis, tapi juga mampu menelusuri kedalaman alam mimpi. Dialah Muhammad ibn Sirin, atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Sirin, sosok yang namanya terpaut erat dengan tafsir mimpi dalam tradisi Islam.

 

Kisah Ibnu Sirin dimulai pada tahun 33 Hijriah (653 M) di Basrah, Irak. Ia lahir dari seorang ayah bernama Sirin, seorang budak yang dibebaskan oleh Anas bin Malik, sahabat Nabi Muhammad SAW. Tumbuh di lingkungan Basrah yang kala itu menjadi pusat ilmu pengetahuan, Ibnu Sirin muda menimba ilmu dari para ulama terkemuka seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dan Anas bin Malik. Ia dikenal sebagai sosok yang cerdas, berakhlak mulia, dan memiliki kehausan luar biasa terhadap ilmu.

 

Ketekunan Ibnu Sirin dalam menimba ilmu membuatnya menguasai berbagai bidang, mulai dari fiqih, hadis, tafsir, hingga ilmu fikih. Ia menjadi perawi hadis yang disegani, dan fatwa-fatwanya banyak dicari oleh masyarakat. Namun, di antara kontribusi Ibnu Sirin yang paling masyhur adalah keahliannya dalam menafsirkan mimpi.

 

Tafsir mimpi Ibnu Sirin didasarkan pada pemahamannya tentang Al-Quran dan Hadis. Ia percaya bahwa mimpi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran, dapat menjadi pesan dari Allah SWT atau refleksi dari kondisi psikologis seseorang. Melalui ketajaman analisa dan kecerdasannya, Ibnu Sirin mampu menerjemahkan simbol-simbol dan peristiwa yang terjadi dalam mimpi menjadi makna yang dapat dipahami oleh orang yang mengalaminya.

 

Meskipun tidak semua mimpinya diyakini berasal dari wahyu, tafsir Ibnu Sirin menjadi pedoman bagi umat Islam selama berabad-abad. Karyanya yang terkenal, "Muntaqa al-Kalam fi Tafsir al-Ahlam" (Intipan Kebenaran dalam Tafsir Mimpi), menjadi salah satu referensi utama dalam bidang tafsir mimpi Islam. Ia juga dikenal dengan metode tafsirnya yang holistik, mempertimbangkan faktor-faktor seperti kondisi psikologis, latar belakang sosial, dan interpretasi Al-Quran dan Hadis.

 

Dalam Kitab Tafsirul Ahlam, jilid I halaman 3, Ibnu Sirrin mengatakan bahwa mimpi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu mimpi yang berasal dari Allah dan mimpi yang berasal dari setan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw: "Mimpi itu dari Allah dan mimpi buruk dari setan."

 

Bagi Ibnu Sirrin, dalam mukaddimah kitabnya dijelaskan bahwa mimpi yang berasal dari Allah adalah mimpi yang baik dan benar. Mimpi ini membawa kabar gembira dan peringatan. Mimpi yang baik dapat dialami oleh siapa saja, baik orang mukmin, orang kafir, maupun orang fasik.

 

Sementara itu di sisi lain, mimpi yang berasal dari setan adalah mimpi yang buruk dan tidak benar. Mimpi ini biasanya menakutkan atau menyedihkan, tanpa alasan. Mimpi yang buruk juga dapat menyebabkan fitnah, tipu daya, dan kecemburuan.

 

Singkatnya, mimpi yang berasal dari Allah dapat menjadi petunjuk bagi orang yang mengalami mimpi tersebut. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan mimpi yang kita alami. Jika kita mengalami mimpi yang baik, kita dapat bersyukur kepada Allah. Jika kita mengalami mimpi yang buruk, kita dapat menutupinya dan meludah ke arah kiri. Simak penjelasan Ibnu Sirrin berikut; 

 

اعلم وفقك الله أن مما يحتاج إليه المبتدئ أن يعلم أن جميع ما يرى في المنام على قسمين، فقسم من الله تعالى وقسم من الشيطان

 

Artinya; "Ketahuilah, semoga Allah memberimu taufik, di antara hal-hal yang dibutuhkan oleh orang yang baru memulai adalah mengetahui bahwa semua yang dilihat dalam mimpi terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian dari Allah Ta'ala dan bagian dari setan,".  

 

Misalnya di halaman 87 kitab Tafsirul Ahlam, Ibnu Sirrin menjelaskan tentang tafsir mimpi orang yang shalat. Mimpi tentang shalat, menurut Ibnu Sirrin merupakan pertanda yang terpuji, baik secara agama maupun duniawi. Tafsir mimpi shalat menandakan tercapainya kedudukan, memperoleh kekuasaan, membayar hutang, menunaikan amanat, dan melaksanakan kewajiban dari Allah.

 

Kemudian, mimpi tentang shalat itu ada tiga macam: wajib, sunah, dan sunnah ghairu muakkadah. Mimpi tentang shalat wajib menandakan apa yang telah kami sebutkan, dan bahwa pemiliknya akan mendapatkan haji dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah:
 

اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

 

"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Ankabut: 45).

 

Selanjutnya, mimpi tentang shalat sunah menandakan kesucian pemiliknya, kesabarannya dalam menghadapi kesulitan, munculnya nama baik baginya, kasihan kepada makhluk Allah swt, memuliakan anak-anaknya dan orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya, berbuat baik kepada mereka melebihi apa yang diwajibkan kepadanya dalam hal makanan dan pakaian, dan berusaha dalam urusan teman-temannya. Hal itu akan mewariskan kepadanya kemuliaan.

 

Wasiat Ketakwaan Ibnu Sirri 

Kontribusi Ibnu Sirin tidak hanya terbatas pada tafsir mimpi. Ia juga merupakan seorang ahli fiqih terkemuka yang dikenal dengan ketegasannya dalam berfatwa. Ia tidak segan-segan mengkritik penguasa yang zalim dan selalu membela kepentingan rakyat. Komitmennya terhadap keadilan dan kebenaran membuatnya dihormati oleh masyarakat luas.

 

Lebih lanjut, kehidupan Ibnu Sirin ditandai dengan kesederhanaan dan kerendahan hati. Ia dikenal sebagai pribadi yang bersikap zuhud dan banyak beribadah. Dalam Kitab Siyar A'lam an-Nubala, jilid IV halaman 606, Imam Az-Zahabi mengatakan, Muhammad bin Sirin senantiasa menasihati keluarganya untuk bertakwa kepada Allah dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Ia juga menasihati mereka untuk selalu menjaga kesucian dan kejujuran.

 

Sebagaimana dikisahkan oleh Abdul Wahab bin 'Atha, dari Ibnu Aun, ia berkata: "Wasiat Muhammad bin Sirin adalah agar bertakwa kepada Allah dan memperbaiki hubungan silaturrahmi di antara mereka. Di samping itu, ia juga berwasiat menaati Allah dan Rasul-Nya. 

 

Selanjutnya, Ibnu Sirrin juga berwasiat berwasiat, dengan wasiat yang disampaikan Ibrahim kepada Ismail dan Ya'qub, "Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah mati kecuali dalam keadaan Islam." 

 

Terakhir, Ibnu Sirrin merupakan sosok yang mengagumkan. Kehidupannya menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk senantiasa menuntut ilmu, mengamalkan ajaran agama, dan mencari makna dalam setiap aspek kehidupan, termasuk mimpi. Kisahnya menjadi pengingat bahwa Islam adalah agama yang holistik, yang tidak hanya mengatur kehidupan di dunia, tetapi juga membuka jalan untuk memahami dimensi lain yang tersembunyi.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Keislaman Ciputat Jakarta