Tafsir

Debat Keempat: Tafsir Ayat Kerusakan Alam Ar-Rum 41 yang Disinggung Cawapres Mahfud MD

Ahad, 21 Januari 2024 | 21:00 WIB

Debat Keempat: Tafsir Ayat Kerusakan Alam Ar-Rum 41 yang Disinggung Cawapres Mahfud MD

Ilustrasi: Mahfud MD singgung ayat kerusakan alam sebab perilaku manusia, Ar-Rum ayat 41 dalam Debat Cawapres 21 Januari 2024

Dalam debat Capres 2024 yang digelar hari Minggu, 21 Januari 2024, Calon Wakil Presiden Nomor Urut 03,  Profesor Mahfud MD  menarik perhatian publik dengan mengutip Surat Ar-Rum ayat 41 Al-Qur'an. Sejatinya ayat ini menjelaskan bahwa pelbagai kerusakan alam di darat dan di laut tak lepas dari akibat perbuatan manusia. 

 

Lebih jauh lagi, Allah swt membuat manusia merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar. Hal ini merupakan bentuk keadilan dan peringatan dari Allah. Dengan merasakan akibat perbuatannya sendiri, manusia diharapkan akan menyadari kesalahan mereka dan memperbaiki diri.

 

Nah untuk lebih lanjut berikut penjelasan tafsir Surat Ar-Rum ayat 41 dari para ulama. Allah berfirman:

 

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

 

Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

 

Tafsir Al-Misbah

 

Menurut Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah mengatakan bencana alam yang terjadi di muka bumi juga tidak terlepas dari perilaku manusia yang merusak lingkungan. Manusia yang berbuat dosa dan melanggar aturan akan menyebabkan sistem keseimbangan kehidupan menjadi tidak terkendali. Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya kerusakan itu. 

 

Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan. Misalnya dengan terjadinya pembunuhan dan perampokan di kedua tempat itu, dan dapat juga berarti bahwa darat dan laut sendiri telah mengalami kerusakan, ketidakseimbangan serta kekurangan manfaat. Laut telah tercemar, sehingga ikan mati dan hasil laut berkurang. Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. 

 

Alhasil keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantarkan sementara ulama kontemporer memahami ayat ini sebagai isyarat tentang kerusakan lingkungan. Bahwa ayat di atas tidak menyebut udara, boleh jadi karena yang ditekankan di sini adalah apa yang nampak saja, sebagaimana makna kata zhahara yang telah disinggung di atas apalagi ketika turunnya ayat ini, pengetahuan manusia belum menjangkau angkasa, lebih-lebih tentang polusi.

 

Lebih lanjut kata Profesor Quraish Shihab, dosa dan pelanggaran (fasad) yang dilakukan manusia, mengakibatkan gangguan keseimbangan di darat dan di laut. Sebaliknya, ketiadaan keseimbangan di darat dan di laut, mengakibatkan siksaan kepada manusia. Demikian adalah pesan ayat di atas. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia. Semakin banyak dan beraneka ragam dosa manusia, semakin parah pula kerusakan lingkungan. (Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (2017), [Ciputat, Penerbit Lentera Hati: 2005], Volume XI, halaman 76.

 

Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir Ibnu Asyur

 

Sementara itu,Ibnu Asyur dalam kitab Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwi mengatakan bahwa kerusakan di darat dan di laut merupakan peringatan dari Allah kepada manusia agar mereka bertobat dan kembali kepada-Nya. Kerusakan tersebut bisa disebabkan oleh perbuatan manusia sendiri, seperti kerusakan lingkungan dan pencemaran, atau bisa juga disebabkan oleh faktor alam, seperti perubahan iklim dan bencana alam.

 

والْفَسادُ: سُوءُ الْحَالِ، وَهُوَ ضِدُّ الصَّلَاحِ، وَدَلَّ قَوْلُهُ: فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ عَلَى أَنَّهُ سُوءُ الْأَحْوَالِ فِي مَا يَنْتَفِعُ بِهِ النَّاسُ مِنْ خَيْرَاتِ الْأَرْضِ بَرِّهَا وَبَحْرِهَا

 

Artinya: "Fasād adalah kondisi yang buruk, dan merupakan lawan dari ṣhalāḥ (kebaikan). Kata فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ (di darat dan di laut) menunjukkan bahwa فَسَاد adalah kondisi buruk dalam hal-hal yang bermanfaat bagi manusia dari kekayaan bumi, baik di darat maupun di laut.

 

Lebih lanjut, Ibnu Asyur juga menjelaskan bahwa kerusakan daratan dan laut dapat menimbulkan kerugian dan dampak negatif bagi kehidupan manusia. Kerusakan daratan, misalnya dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan bahan pangan, kematian hewan ternak, dan pertanian yang gagal panen. Kerusakan ini akan menimbulkan dampak yang dahsyat, busung lapar, gagal panen dan wabah penyakit yang merajalela.

 

Pada sisi lain, kerusakan laut pun sama, dapat menyebabkan berkurangnya populasi ikan, mutiara, dan terumbu karang. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya mata pencaharian nelayan dan masyarakat pesisir. Selain itu, kerusakan laut dapat menyebabkan berkurangnya populasi ikan, mutiara, dan terumbu karang, serta terhambatnya transportasi laut.

 

وَفَسَادُ الْبَرِّ يَكُونُ بِفِقْدَانِ مَنَافِعِهِ وَحُدُوثِ مَضَارِّهِ، مِثْلَ حَبْسِ الْأَقْوَاتِ مِنَ الزَّرْعِ وَالثِّمَارِ وَالْكَلَأِ، وَفِي مَوَتَانِ الْحَيَوَانِ الْمُنْتَفَعِ بِهِ، وَفِي انْتِقَالِ الْوُحُوشِ الَّتِي تُصَادُ مِنْ جَرَّاءَ قَحْطِ الْأَرْضِ إِلَى أَرَضِينَ أُخْرَى، وَفِي حُدُوثِ الْجَوَائِحِ مِنْ جَرَادٍ وَحَشَرَاتٍ وَأَمْرَاضٍ. وَفَسَادُ الْبَحْرِ كَذَلِكَ يَظْهَرُ فِي تَعْطِيلِ مَنَافِعِهِ مِنْ قِلَّةِ الْحِيتَانِ وَاللُّؤْلُؤِ وَالْمَرْجَانِ فَقَدْ كَانَا مِنْ أَعْظَمِ مَوَارِدِ بِلَادِ الْعَرَبِ وَكَثْرَةِ الزَّوَابِعِ الْحَائِلَةِ عَنِ الْأَسْفَارِ فِي الْبَحْرِ، وَنُضُوبِ مِيَاهِ الْأَنْهَارِ وَانْحِبَاسِ فَيَضَانِهَا الَّذِي بِهِ يَسْتَقِي النَّاسَ

 

Artinya: "Kerusakan daratan terjadi karena hilangnya manfaatnya dan timbulnya kerugiannya, seperti tertahannya bahan makanan dari tanaman, buah-buahan, dan rumput, kematian hewan yang dimanfaatkan, berpindahnya binatang buruan karena kekeringan tanah ke tanah lain, dan timbulnya bencana dari belalang, serangga, dan penyakit. Kerusakan laut juga tampak dalam melumpuhkan manfaatnya dari sedikitnya ikan, mutiara, dan karang, yang merupakan sumber daya terbesar di negeri Arab, banyaknya buaya yang menghalangi perjalanan di laut, surutnya air sungai dan terhambatnya banjirnya yang darinya orang-orang mengambil air." Ibnu Asyur, Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, [Tunisia, Dar Tunisiyah lin Nasyar: 1983], jilid XXI, halaman 110).

 

 

Tafsir Marah Labib Syekh Nawawi Banten

 

Penjelasan serupa juga dijelaskan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Tafsir Marah Labib, Jilid II, halaman 231 bahwa kerusakan di daratan dan lautan terjadi karena perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Perbuatan dosa dan maksiat tersebut dapat berupa pembunuhan, pembakaran, tenggelam, kematian hewan, dan berkurangnya produksi mutiara.

 

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Dahhak, bahwa dahulu bumi sangat subur dan tidak ada pohon yang tidak berbuah. Air laut juga tawar dan tidak ada hewan buas yang menyerang hewan ternak. Namun, setelah Qabil membunuh Habil, bumi menjadi gersang, pohon-pohon bergoyang, air laut menjadi asin dan pahit, dan hewan saling menyerang.

 

Kehancuran ini merupakan hukuman dari Allah SWT kepada manusia karena perbuatan dosa dan maksiat mereka. Hukuman ini akan terus berlanjut di dunia dan akan dipertegas di akhirat kelak. Lebih jaug lagi, dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa kerusakan tersebut merupakan sebagian dari balasan yang akan diterima oleh manusia atas perbuatannya. Balas ini hanya sebagian saja, karena balasan yang sempurna akan diterima di akhirat. 

 

ظَهَرَ الْفَسادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِما كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ أي تبين الفساد في البر والبحر كالجدب وكثرة الحرق، والغرق، وموت دواب البر والبحر، وقلة اللؤلؤ بسبب كسب الناس المعاصي. قال الضحاك: كانت الأرض خضرة مونقة لا يأتي ابن آدم شجرة إلا وجد عليها ثمرة، وكان ماء البحر عذبا، وكان لا يقصد الأسد البقر والغنم، فلما قتل قابيل هابيل اقشعرت الأرض وشاكت الأشجار، وصار ماء البحر ملحا زعاقا، وقصد الحيوانات بعضها بعضا، لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا أي بعض جزاء الذين عملوا، فإن تمامه في الآخرة

 

Artinya: "Firman Allah: 'Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh apa yang telah dikerjakan oleh tangan manusia'. Maksudnya, telah tampak kerusakan di darat dan di laut, seperti kekeringan, banyaknya kebakaran, tenggelam, kematian hewan darat dan hewan laut, dan sedikitnya mutiara, disebabkan oleh perbuatan dosa yang dilakukan oleh manusia.

 

Al-Dhahak berkata: "Dahulu, bumi hijau subur, tidak seorang pun yang datang ke pohon kecuali ia menemukan buah di atasnya, air laut tawar, dan singa tidak menyerang sapi atau domba. Namun, ketika Qabil membunuh Habil, bumi menjadi gersang, pohon-pohon meranggas, air laut menjadi asin dan pahit, dan hewan-hewan saling menyerang satu sama lain." 

 

'Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka'. Maksudnya, Allah memberikan sebagian balasan dari perbuatan dosa mereka di dunia, karena balasan yang sempurna akan diberikan di akhirat. (Nawawi Al-Bantani, Tafsir Marah Labib, jilid II, halaman 231).

 

Dengan demikian, kerusakan alam jamak terjadi karena ulah manusia, yang menyebabkan ekosistem alam terganggu. Nahasnya, gangguan kestabilan tersebut dapat menyebabkan alam murka dan menimbulkan krisis besar bagi kehidupan manusia. Krisis tersebut dapat berupa bencana alam, seperti banjir, air bah, gempa bumi, dan longsor. Bencana alam tidak hanya menimpa pelaku kerusakan alam, tetapi juga dapat berdampak pada semua orang.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Keislaman Ciputat Jakarta