Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 224: Larangan Sumpah atas Nama Allah untuk Halangi Perbuatan Baik

Ahad, 4 Februari 2024 | 18:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 224: Larangan Sumpah atas Nama Allah untuk Halangi Perbuatan Baik

Al-Qur'an. (Foto: Freepik)

Surat Al-Baqarah [2] ayat 244 menjelaskan tentang larangan bersumpah atas nama Allah untuk menghalangi diri kita dari melakukan kebaikan, bertakwa, dan menyelesaikan perselisihan di antara manusia. Hal ini karena sumpah atas nama Allah mengandung konsekuensi yang serius dan tidak boleh digunakan untuk tujuan yang tidak terhormat.


Simak firman Allah berikut;


وَلَا تَجْعَلُوا اللّٰهَ عُرْضَةً لِّاَيْمَانِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْا وَتَتَّقُوْا وَتُصْلِحُوْا بَيْنَ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ


Wa lā taj‘alullāha ‘urḍatal li'aimānikum an tabarrū wa tattaqū wa tuṣliḥū bainan-nās(i), wallāhu samī‘un ‘alīm(un).


Artinya: "Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang dari berbuat baik, bertakwa, dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."


Tafsir Al-Azhar

Buya Hamka dalam kitab Tafsir Al-Azhar, Jilid 1, halaman 528 menjelaskan bahwa dalam ayat 224 ini tentang larangan menjadikan sumpah atas nama Allah sebagai penghalang untuk berbuat kebaikan, bertakwa, dan mendamaikan perselisihan. Allah dalam ayat ini menggunakan kalimat urdhatan, yang mempunyai dua arti. Pertama penghalang, yang bermakna janganlah kamu jadikan Allah menjadi penghalang bagi sumpah kamu, yang menghalangi kamu berbuat kebajikan dan bertakwa dan mendamaikan di antara manusia.


Sebagaimana kita maklumi, sumpah ialah suatu perjanjian yang diteguhkan dengan memakai nama Allah. Kita pun bisa bersumpah hendak menghentikan suatu pekerjaan ataupun mengerjakannya. Ada orang yang dengan memakai nama Allah, berjanji tidak akan menolong orang tertentu. 


Sebagaimana pernah terjadi pada Sayyidina Abu Bakar sendiri, beliau pernah bersumpah: “Demi Allah, aku tidak lagi akan memberikan bantuan kepada si Misthah." Karena si Misthah ini yang hidupnya sejak pindah dari Makkah ke Madinah dibantu oleh Abu Bakar. Ketika orang-orang munafik membuat fitnah bahwa Siti Aisyah berlaku serong dengan seorang pemuda bernama Shafwan, si Misthah ini pun telah turut menyebar-nyebarkan fitnah itu pula.


Maka kemudian setelah turun ayat Allah membersihkan Aisyah dari noda yang busuk itu, Abu Bakar tidak lagi akan memberikan bantuannya kepada si Misthah. Patut dia berlaku demikian terhadap si Misthah yang selama ini telah mendapat bantuan daripadanya. Lantaran teguran ayat itu, Abu Bakar telah membayar kafarat atas sumpahnya yang telah terlanjur itu.


Dalam hal ini Abu Bakar telah menjadikan nama Allah menjadi penghalang atas maksudnya hendak berbuat baik, membantu orang lain. Oleh sebab itu janganlah orang sampai mengambil nama Allah menjadi penghalang bagi dirinya untuk berbuat baik, atau untuk menegakkan takwa. Karena segala kebajikan yang kita kerjakan, tujuan kita ialah supaya dia menjadi jalan untuk memperkokoh ketakwaan kita kepada Allah.


Arti kedua dari urdhatan, sasaran. Maksudnya jangan jadikan sumpah sebagai cara untuk merendahkan keagungan Allah, seperti bersumpah demi Allah untuk hal-hal sepele. Ibnu Abbas memberikan contoh sumpah tidak bertegur sapa dengan kerabat, tidak bersedekah, atau tidak mendamaikan perselisihan.


Dengan demikian, ayat ini melarang keras orang bersumpah dengan memakai nama Allah buat menghambat dirinya dari satu pekerjaan yang baik, dan banyaklah misal-misal yang dapat dikemukakan untuk itu. Misalnya orang berkata: “Demi Allah, saya tidak akan ke Makkah selama si anu masih bercokol di sana. Atau Demi Allah, biar si anu dan si fulan itu berkelahi terus-menerus, namun aku tidak akan mendamaikan mereka.” 


Sumpah-sumpah seperti ini, yang menjadikan Allah jadi penghalang dari suatu perbuatan yang baik, atau menjadikan Allah menjadi sasaran sumpah, amatlah dicela olehNya. Dan di ujung ayat Allah berfirman: “Dan Allah adalah Maha Mendengar, lagi Mengetahui”. 


Tafsir Marah Labib

Sementara itu, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Tafsir Marah Labib, Jilid 1, halaman 78 menjelaskan bahwa dalam ayat ini Allah melarang manusia untuk menjadikan sumpah kepada Allah sebagai penghalang untuk berbuat baik, bertakwa, dan mengadakan perdamaian di antara manusia. Perbuatan tersebut masuk dalam perbuatan yang dilarang dan haram untuk dilaksanakan. 


 أي ولا تجعلوا ذكر الله مانعا بسبب إيمانكم من أن تبروا وتتقوا وتصلحوا بين الناس.


Artinya: "Janganlah kamu menjadikan sumpahmu kepada Allah sebagai penghalang untuk berbuat baik, bertakwa, dan mengadakan perdamaian di antara manusia,". 


Terkait asbabun nuzul ayat ini, Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ayat ini turun dalam konteks sumpah Abdullah bin Rawahah atas nama Allah, di mana ia bersumpah untuk tidak berlaku baik terhadap saudara perempuannya dan iparnya, Basyir bin Nu'man. Ia juga berkomitmen untuk tidak berbicara atau melakukan perdamaian dengan keduanya. Ketika dia diajak berdamai, Abdullah menjelaskan bahwa ia telah bersumpah atas nama Allah dan karenanya tidak dapat melanggar sumpah tersebut dengan melakukan perdamaian.


Untuk itu dalam Islam, bersumpah atas nama Allah untuk tidak berbuat baik pada orang lain merupakan perbuatan yang dilarang. Sumpah adalah sesuatu yang sangat serius dalam ajaran Islam, dan seseorang diharapkan untuk memenuhi sumpahnya. Namun, Islam mendorong untuk berbuat baik kepada sesama dan melarang seseorang bersumpah untuk tidak berbuat baik kepada orang lain.


Tafsir Al-Misbah

Selanjutnya, Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah, Volume I, halaman 483-484 menjelaskan bahwa ayat tersebut melarang untuk sering bersumpah. Alasannya, sering menyebut nama Allah dalam sumpah dapat menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan, bertakwa, dan melakukan ishlah (perbaikan antar manusia). 


Hal ini karena penyebutan nama Allah yang tidak pada tempatnya dapat membuat seseorang terbiasa dengannya, sehingga ia mudah berbuat dosa dan tidak dipercaya orang lain. Akibatnya, usahanya untuk melakukan ishlah pun akan gagal.


Sumpah pada dasarnya digunakan untuk menguatkan ucapan dan meyakinkan orang lain. Jika seseorang terpercaya, ia tidak perlu bersumpah karena ucapannya sudah dipercaya. Sering bersumpah justru menunjukkan rasa tidak percaya diri dan dapat menghambat kebajikan, takwa, dan ishlah.


Dengan demikian, ayat ini mengingatkan kita untuk tidak menggunakan nama Allah sebagai alasan untuk menghalangi diri dari melakukan perbuatan baik. Kita harus selalu bertakwa kepada Allah dan berusaha untuk menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu dan akan membalas setiap perbuatan kita.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat