Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 253: Kedudukan Para Rasul di sisi Allah
Rabu, 22 Januari 2025 | 06:30 WIB
M Ryan Romadhon
Kolomnis
Setelah pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah salah satu rasul yang diutus oleh Allah, dalam ayat 253 ini diterangkan mengenai kedudukan para rasul di sisi Allah serta keadaan umat mereka setelah kepergian para rasul tersebut.
Kelebihan yang dianugerahkan Allah kepada para rasul bukanlah tanpa alasan atau pilih kasih, melainkan didasarkan pada hikmah dan kebijaksanaan sesuai dengan tugas dan fungsi yang diemban oleh masing-masing rasul. Tidak ada satu pun ketetapan Allah SWT yang tanpa hikmah atau tanpa membawa manfaat bagi makhluk-Nya.
Berikut ini disajikan teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan beberapa tafsir ulama terkait Surat Al-Baqarah ayat 253:
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍۘ مِنْهُمْ مَّنْ كَلَّمَ اللّٰهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجٰتٍۗ وَاٰتَيْنَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنٰتِ وَاَيَّدْنٰهُ بِرُوْحِ الْقُدُسِۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِيْنَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ وَلٰكِنِ اخْتَلَفُوْا فَمِنْهُمْ مَّنْ اٰمَنَ وَمِنْهُمْ مَّنْ كَفَرَۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا اقْتَتَلُوْاۗ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُࣖ ٢٥٣
tilkar-rusulu fadldlalnâ ba‘dlahum ‘alâ ba‘dl, min-hum mang kallamallâhu wa rafa‘a ba‘dlahum darajât, wa âtainâ ‘îsabna maryamal-bayyinâti wa ayyadnâhu birûḫil-qudus, walau syâ'allâhu maqtatalalladzîna mim ba‘dihim mim ba‘di mâ jâ'at-humul-bayyinâtu wa lâkinikhtalafû fa min-hum man âmana wa min-hum mang kafar, walau syâ'allâhu maqtatalû, wa lâkinnallâha yaf‘alu mâ yurîd
Artinya: “Para rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Di antara mereka ada yang Allah berbicara (langsung) dengannya dan sebagian lagi Dia tinggikan beberapa derajat. Kami telah menganugerahkan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti yang sangat jelas (mukjizat) dan Kami memperkuat dia dengan Ruhulkudus (Jibril).
Seandainya Allah menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka tidak akan saling membunuh setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Akan tetapi, mereka berselisih sehingga ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kufur. Andaikata Allah menghendaki, tidaklah mereka saling membunuh. Namun, Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 253)
Tafsir Al-Qurthubi
Imam Qurthubi, dalam Tafsir Al-Qurthubi jilid III (Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyyah, 1964, hlm. 261-262), menyebutkan bahwa ayat ini memiliki pengertian yang cukup rumit. Hal ini disebabkan adanya beberapa hadits sahih di mana Rasulullah SAW bersabda:
لَا تُخَيِّرُوا بَيْنَ الْأَنْبِيَاءِ
Artinya: “Janganlah kalian memilih di antara para nabi.”
لَا تُفَضِّلُوا بَيْنَ أَنْبِيَاءِ اللَّهِ
Artinya: “Janganlah kalian lebihkan -salah seorang- diantara para nabi Allah.”
Menurut Qurthubi, maksud dari hadits tersebut adalah jangan sampai kita berkata, “Fulan lebih baik dari fulan dan fulan lebih utama dari fulan.” Contohnya: “Fulan dipilih di antara fulan dan fulan, dan diutamakan.”
Para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam menafsirkan dan menakwilkan makna ayat ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat ini diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW diberi wahyu tentang pengutamaan beliau atas seluruh nabi dan rasul.
Pendapat ini juga menyatakan bahwa ayat ini turun sebelum beliau diberitahu bahwa beliau adalah pemimpin seluruh anak cucu Adam, dan sebelum larangan untuk mengutamakan satu nabi di atas nabi lainnya dinasakh oleh Al-Qur'an.
Ibnu Qutaibah memiliki pandangan yang spesifik terkait sabda Nabi Muhammad saw. yang berbunyi, “Aku adalah pemimpin anak cucu Adam.” Menurut beliau, sabda tersebut merujuk pada peristiwa di hari kiamat.
Pada hari itu, Nabi Muhammad SAW akan menjadi satu-satunya yang dapat memberikan syafaat (pertolongan) kepada umat manusia. Beliau juga akan memegang panji al-Hamdi (panji pujian), serta menjadi pemilik al-Haudh (telaga) yang akan menjadi sumber rahmat bagi umatnya.
Sedangkan maksud dari sabda Nabi yang berbunyi, “Janganlah kalian memilihku atas Musa.” Adalah hanya sebatas ungkapan sifat tawadhu’ dari beliau.
Namun, menurut Imam Qurthubi, keutamaan yang Allah SWT berikan kepada Nabi Muhammad saw. pada hari kiamat atas seluruh nabi dan rasul bukanlah karena amal perbuatan beliau semata, melainkan merupakan bentuk pengutamaan dan pengkhususan yang diberikan oleh Allah SWT kepada beliau. Pendapat ini sejalan dengan takwil yang dipilih oleh Mahlab.
Di sisi lain, sebagian ulama berpendapat bahwa alasan di balik larangan melebihkan seorang nabi atas nabi lainnya adalah untuk mencegah terjadinya perdebatan yang tidak produktif.
Membicarakan keutamaan secara berlebihan dapat memicu seseorang menyebutkan hal-hal yang tidak pantas atau kurang menghormati para nabi dalam konteks perdebatan tersebut. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi penghormatan terhadap para nabi dan menyebabkan perpecahan di antara umat.
At-Tafsirul Munir
Syekh Wahbah Zuhaili, dalam At-Tafsirul Munir jilid III (Damaskus: Darul Fikr, 1991: 9) menjelaskan bahwa ayat ini menggambarkan bagaimana Allah SWT memberikan kelebihan kepada sebagian rasul atas yang lain. Kelebihan tersebut meliputi keistimewaan, kemuliaan, karunia, serta mukjizat yang berbeda-beda di antara para rasul.
Namun, dalam hal kenabian, tidak ada perbedaan sama sekali. Semua nabi memiliki kedudukan yang sama dalam hal kenabian, tugas menyampaikan risalah, dan kesatuan tujuan. Pengutamaan hanya terjadi pada aspek-aspek di luar ketiga hal tersebut.
Oleh karena itu, di antara para rasul terdapat mereka yang diberi julukan Ulul 'Azmi, mereka yang dijadikan sebagai Khalilullah (sahabat Allah), mereka yang diajak berbicara secara langsung oleh Allah SWT, dan mereka yang ditinggikan beberapa derajat di atas yang lain.
Lebih lanjut, Syekh Wahbah menegaskan bahwa seorang rasul lebih utama dibandingkan seorang nabi. Hal ini karena seorang rasul tidak hanya menerima wahyu tetapi juga diutus dengan sebuah risalah tertentu yang diperintahkan untuk disampaikan kepada umat.
Para rasul yang diberi gelar Ulul 'Azmi, yaitu Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Nabi Muhammad SAW, memiliki kedudukan yang lebih mulia dibandingkan dengan rasul-rasul lainnya.
Beberapa Keistimewaan Nabi-nabi Allah
Berikut adalah revisi yang lebih terstruktur dan jelas:
Merujuk penjelasan Syekh Wahbah, para rasul yang disebutkan dalam ayat sebelumnya وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ memiliki kesamaan dalam kedudukan sebagai utusan yang dipilih Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya dan membimbing umat manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Namun, Syekh Wahbah menambahkan bahwa para rasul tersebut memiliki tingkatan kesempurnaan yang berbeda-beda. Allah SWT melebihkan sebagian dari mereka atas yang lain dengan memberikan berbagai keistimewaan dan kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh rasul lainnya.
Syekh Wahbah menjelaskan beberapa keutamaan tersebut:
Nabi Musa AS: Allah SWT berbicara langsung kepada Nabi Musa tanpa melalui perantara. Karena keistimewaan ini, Nabi Musa diberi gelar Kalimullah (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah).
Nabi Muhammad SAW: Allah SWT meninggikan Nabi Muhammad saw. atas rasul lainnya dengan berbagai keistimewaan, di antaranya:
- Pada malam Isra’ Mi’raj, Nabi Muhammad bertemu dengan para nabi di berbagai tingkatan langit sesuai dengan kedudukan mereka di sisi Allah SWT.
- Beliau diberi keutamaan berupa akhlak yang tinggi dan luhur.
- Mukjizat berupa Al-Qur’an, kitab suci yang abadi hingga hari kiamat.
Syekh Wahbah juga menyebutkan bahwa keistimewaan ini ditegaskan oleh riwayat Imam Thabari dari Mujahid, yang menunjukkan bahwa Allah SWT meninggikan Nabi Muhammad saw. dengan berbagai derajat dan tingkatan dalam hal keutamaan dan kemuliaan (hlm. 6-7).
Nabi Muhammad saw. adalah Utusan Paling Mulia
Merujuk penjelasan Syekh Wahbah, Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul yang paling mulia karena risalah yang beliau bawa bersifat universal, mencakup seluruh umat manusia, bahkan jin. Allah SWT berfirman:
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًاۖ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya, “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Saba’: 28)
Selain itu, risalah beliau dimahkotai dengan Al-Qur'an, yaitu syariat Allah SWT yang bersifat abadi, menjadi penutup bagi seluruh syariat sebelumnya, dan Allah SWT sendiri yang menjamin penjagaannya hingga hari kiamat. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ مِيثَٰقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍۢ وَإِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ٱبْنِ مَرْيَمَۖ
Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi, dari engkau (Muhammad), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam.” (QS. Al-Ahzab: 7)
Dalam ayat tersebut, Syekh Wahbah menjelaskan bahwa Allah SWT menyebut para nabi secara umum, kemudian merinci mereka, dan memulai penyebutan dengan Nabi Muhammad SAW. Hal ini menunjukkan kedudukan mulia beliau di atas para nabi lainnya. Rasulullah SAW sendiri bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ
Artinya, “Aku adalah pemimpin anak cucu Adam pada hari kiamat.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Dari seluruh penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa Surat Al-Baqarah ayat 253 membahas kedudukan para rasul di sisi Allah SWT serta keadaan umat mereka setelah kepergian para rasul tersebut. Wallahu a'lam.
Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.
Terpopuler
1
Pramoedya Ananta Toer, Ayahnya, dan NU Blora
2
Khutbah Jumat: Cara Meraih Ketenangan Hidup
3
Munas NU 2025 Putuskan 3 Hal tentang Penyembelihan dan Distribusi Dam Haji Tamattu
4
Gus Baha: Jangan Berkecil Hati Jadi Umat Islam Indonesia
5
Khutbah Jumat: Etika Saat Melihat Orang yang Terkena Musibah
6
Munas NU 2025: Hukum Kekerasan di Lembaga Pendidikan adalah Haram
Terkini
Lihat Semua