Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 57

Sen, 28 Juni 2021 | 22:30 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 57

Allah menundukkan awan untuk Bani Israil yang menaungi mereka dari terik matahari ketika mereka berada di padang terbuka. 

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 57:


وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ


Wa zhallalnā alaykumul ghamāma wa anzalnā alaykumul manna was salwā, kulū min thayyibāti mā razaqnākum, wa mā zhalamūnā, wa lākin kānū anfusahum yazhlimūna.


Artinya, “Kami menaungi kalian dengan awan. Kami menurunkan kepada kalian mann dan salwa. ‘Makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian.’ Tidaklah mereka menganiaya Kami. tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri,” (Surat Al-Baqarah ayat 57).


Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 57

Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, “Kami menutupi kalian (Bani Israil) dengan awan tipis dari sengatan terik matahari pada padang tandus. Kami menurunkan di padang terbuka tersebut madu (taranjabin atau tarankabin) dan burung puyuh (panggang). ‘Makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu di tempat. Jangan kalian menyimpannya.’ Tetapi mereka mengufuri nikmat. Mereka malah menyimpannya. Lalu Allah menghentikan nikmat itu dari mereka. Tidaklah mereka menganiaya Kami dengan tindakan demikian. Tetapi mereka menganiaya diri mereka sendiri  karena akibat buruknya berpulang menimpa mereka.”


Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, Allah menundukkan awan untuk Bani Israil yang menaungi mereka dari terik matahari ketika mereka berada di padang terbuka. 


Allah menurunkan madu dan burung puyuh (panggang). Sebagian ulama sekarang meriwayatkan, Allah menurunkan mann seperti embun subuh sampai terbit matahari. Angin selatan diutus membawa buruh puyuh panggang. Ketika malam garis cahaya turun menerangi jalan mereka. Pakaian mereka tidak kotor dan pudar.


“Makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian, cukup dengan mengucapkan permintaan.”


“Tidaklah mereka menganiaya Kami dengan mengufuri nikmat tersebut. Tetapi mereka sesungguhnya menganiaya diri sendiri dengan kufur nikmat tersebut karena mafsadatnya akan berpulang kepada mereka.”


Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengatakan, “Kami menaungi kalian dengan awan di padang tandus yang melindungi mereka dari terik matahari.” Pada saat di padang terbuka yang terik mereka tidak memiliki teduhan yang menaungi mereka.


Mereka kemudian mengadu kepada Nabi Musa AS. Allah pun mengirim awan tipis putih yang tentu lebih baik dari awan hujan. Allah menjadikan garis cahaya yang menerangi mereka di waktu malam ketika bulan tidak terbit.


“Kami menurunkan kepada kalian mann dan salwa.” Banyak ulama mengartikan mann dengan madu. Sementara Mujahid mengatakan, mann adalah sejenis getah pohon seperti madu. Wahab mengartikannya sebagai roti halus. Sedangkan Az-Zujaj memahami mann sebagai apa yang dianugerahkan Allah tanpa keringat letih sebelumnya.


Mann setiap malam jatuh di atas pohon seperti salju. Setiap orang mendapat satu sha atau sekira 2.7 Kg. Mereka kemudian berkata, “Musa, mann lama-lama membunuh kita. Berdoalah kepada Tuhanmu agar memberi kita makan daging.”


Allah kemudian menurunkan salwa, burung panggang seperti puyuh. Sebagian ulama memahami salwa sebagai burung puyuh itu sendiri. Allah juga menurunkan awan, lalu menghujani mereka dengan daging panggang burung puyuh selebar satu mil dan sepanjang satu jarak tombak di langit.


Allah menurunkan mann dan salwa setiap pagi sejak terbit fajar hingga terbit matahari. Setiap mereka mengambil sesuai kebutuhannya sehari semalam. Bila hari Jumat tiba, mereka mengambilnya untuk kebutuhan selama dua hari karena Allah tidak menurunkan keduanya pada hari sabtu.


Ketika mereka mengufuri nikmat dengan cara menyimpannya untuk kebutuhan besok, Allah menurunkan azab-Nya, yaitu menghentikan sumber rezeki (mann dan salwa) yang selama ini turun kepada mereka tanpa biaya di dunia dan tanpa hisab di akhirat.


Imam Ibnu Katsir melalui tafsirnya bercerita, Surat Al-Baqarah ayat 57 menyebutkan nikmat yang Allah berikan kepada Bani Israil. As-Sya’bi, kata Ibnu Katsir, mengatakan, kenikmatan madu kalian berbanding hanya satu per 70 daripada kenikmatan mann.


Ibnu Katsir mengatakan, secara umum pengertian pakar tafsir terkait mann dan salwa berdekatan atau berbeda tipis. Sebagian mengartikannya sebagai makanan. Sedangkan sebagian lagi mengartikannya sebagai minuman.


Adapun secara zahir, kata Ibnu Katsir, mann dan salwa adalah semua yang Allah anugerahkan kepada Bani Israil ketika itu baik makanan, minuman, maupun anugerah lain yang mereka dapat tanpa usaha dan kesusahan.


Secara masyhur, mann jika dimakan terpisah maka ia akan menjadi makanan dan manisan. Tetapi jika dicampur air, maka ia akan menjadi minuman yang baik. Jika ia dicampur dengan makanan lain, maka ia akan menjadi makanan jenis lainnya.


As-Suddi, kata Ibnu Katsir, mengatakan, ketika masuk ke padang tandus, Bani Israil mengatakan kepada Nabi Musa AS, “Bagaimana kita dapat hidup di sini? Di mana makanan?” Allah kemudian menurunkan mann sehingga turun dari pepohonan getah-getah manis. Sedangkan salwa merupakan unggas sejenis burung puyuh yang lebih besar dari ukuran biasanya.


Ketika mendapati unggas tersebut agak gemuk, mereka menyembelihnya. Tetapi jika tidak gemuk, mereka membiarkannya. Mereka berkata, “Ini makanan. Di mana minumannya?”


Allah memerintahkan Nabi Musa AS memukul batu sehingga terpancar 12 mata air di mana setiap keluarga besar Bani Israil meminum dari satu mata air. “Ini minuman, di mana naungannya?” Allah selanjutnya menaungi mereka dengan awan. Setelah itu, mereka meminta fasilitas pakaian yang juga kemudian dipenuhi oleh Allah SWT dengan pakaian yang takkan koyak dan pudar sebagaimana keterangan Surat Al-Baqarah ayat 60. 


Ibnu Juraij, kata Ibnu Katsir, bercerita, mann dan salwa yang diambil oleh seseorang melebihi kebutuhan hariannya niscaya akan rusak, busuk, dan basi selain hari Jumat. Pada hari hari Jumat mereka juga mengambil makanan untuk kebutuhan hari Sabtu dan makanan itu tidak rusak, basi, dan busuk.


Surat Al-Baqarah ayat 57, kata Ibnu Katsir, menjelaskan keutamaan sahabat Nabi Muhammad SAW dibanding sahabat para nabi lainnya dalam soal kesabaran, keteguhan, dan tidak menyengsarakan dengan permintaan sulit. Para sahabat Nabi Muhammad SAW tidak meminta peristiwa luar biasa (khariqul adat).


Dalam kesulitan perjalanan dan peperangan salah satunya di Tabuk di tengah lapar dan panas terik, mereka tidak meminta makanan “langit” selain memperbanyak stok makanan yang terbatas. Padahal permintaan aneh-aneh itu mudah saja bagi para sahabat. Kalau mereka membutuhkan air, Rasulullah cukup berdoa kepada Allah. Awan hitam dating membawa air hujan. Mereka minum dari air hujan, memberi minum unta mereka, dan mengisi bejana-bejana yang mereka punya.


(Jalan sahabat Nabi Muhammad SAW) ini, kata Ibnu Katsir, merupakan jalan paling sempurna cara mengikuti rasul, yaitu berjalan mengikuti takdir Allah (tanpa memanfaatkan keistimewan utusan-Nya) di tengah mengikuti Nabi Muhammad SAW.


Abu Su’ud dalam Isryadul Aqlis Salim ilal Mazayal Kitabil Karim mengatakan, awan itu mengikuti ke mana Bani Israil berjalan untuk menaungi mereka. Garis cahaya pun demikian sehingga menerangi ke mana mereka berjalan di malam hari.


Adapun gabungan fi‘il madhi dan fi‘il mudhari pada akhir Surat Al-Baqarah ayat 57 menunjukkan kelewatan batas Bani Israil dalam kezaliman dan kontinuitas mereka dalam kekufuran. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)