Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 58

Sel, 29 Juni 2021 | 11:30 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 58

Ulama tasir mengartikan negeri yang dimaksud pada Surat Al-Baqarah ayat 58 adalah Baitul Maqdis, Arikha, dan Mesir. Tapi yang shahih adalah Baitul Maqdis.

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 58:


وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ


Wa idz qulnadkhulū hādzihil qaryata fa kulū minhā haytsu syi’tum raghadan wadkhulul bāba sujjadan, wa qūlū hiththatun naghfir lakum khathāyākum, wa sanazīdul muhsinīna.


Artinya, “Ingatlah ketika Kami mengatakan, ‘Masuklah ke negeri ini (Baitul Maqdis), maka makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesuka kalian. Masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk dan katakanlah, ‘Bebaskanlah kami (dari dosa-dosa kami),’ niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian.’ Kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik,’” (Surat Al-Baqarah ayat 58).


Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 58

Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, ingatlah ketika Kami mengatakan kepada Bani Israil setelah mereka keluar dari padang tandus yang panas. Negeri yang dimaksud adalah Baitul Maqdis atau Arikha.


“Makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesuka kalian,” secara luas tanpa batas. Sujud yang dimaksud hanya menunduk. “Katakanlah sebagai permintaan kalian, ‘Bebaskanlah kami agar Kau mengugurkan dosa kami.’”


“Kelak Kami akan menambah pahala kepada orang-orang yang berbuat baik dengan ketaatan.”


Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, pintu tersebut adalah pintu gerbang kota atau kubah yang menjadi arah kiblat shalat Bani Israil karena mereka menurut keterangan pakar sejarah tidak masuk ke Baitul Maqdis pada zaman Nabi Musa AS.


Kata “sujjadan” berarti merendah atau bersujud kepada Allah sebagai bentuk syukur atas penyelamatan mereka yang terkatung-katung dari keganasan padang tandus. “Niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian dengan sebab sujud dan doa kalian.”


Ketaatan kepada Allah merupakan bentuk pertobatan bagi orang yang berbuat keburukan dan penambahan pahala bagi mereka yang berbuat kebaikan.


Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengutip Ibnu Abbas RA, negeri tersebut adalah Arikha, negeri penguasa yang zalim. Di dalam terdapat kaum Amaliqah sisa-sisa Kaum Ad yang dipimpin ‘Auj bin Unuq.


Sebagian ahli sejarah mengatakan, negeri itu adalah Balqa. Sedangkan Mujahid mengatakan, negeri yang dimaksud adalah Baitul Maqdis. Ad-Dhahak mengatakan, ia adalah Ramalah, Yordan, Palestina. Sedangkan Muqatil mengatakan, ia adalah Iliya. Sementara Ibnu Kaysan mengatakan, ia adalah Syam.


Gerbang kota tersebut berjumlah tujuh pintu. Bani Israil diminta memasuki gerbang kota tersebut sambil meminta ampun (istighfar) atas dosa mereka. Kalimat ampunan yang harus mereka katakana, kata Ibnu Abbas RA, adalah kalimat “Lā ilāha ilallāh” karena kalimat ini dapat mengugurkan dosa.


Kata “al-ghufru” secara harfiah berarti penutupan. Sedangkan maghfirah berarti penutupan dosa-dosa. “Kelak Kami akan menambah ganjaran pahala kepada orang-orang yang berbuat baik berkat kemurahan Kami.”


Imam Ibnu Katsir melalui tafsirnya bercerita, ulama tasir mengartikan negeri yang dimaksud pada Surat Al-Baqarah ayat 58 adalah Baitul Maqdis, Arikha, dan Mesir. Tapi yang shahih adalah Baitul Maqdis.


Ibnu Katsir bercerita, pada Surat Al-Baqarah ayat 58 Allah mengecam Bani Israil atas penolakan jihad mereka dan memasuki Tanah Suci ketika mereka tiba dari Mesir. Mereka diminta memasuki Tanah Suci yang menjadi warisan nenek moyang mereka, Israil (Nabi Yakub). Mereka diperintahkan untuk memerangi bangsa kufur Amaliqah yang mendiaminya. Tetapi mereka merasa rendah dan lemah.


Allah kemudian mendamparkan Bani Israil di padang tandus selama 40 tahun sebagai sanksi bagi mereka sebagaimana diceritakan dalam Surat Al-Maidah. Tetapi kemudian Allah membantu mereka menaklukkan bangsa tersebut, mereka diperintahkan untuk masuk ke dalamnya melalui gerbang kota yang tersedia dengan cara yang ditentukan.


Mereka memasuki gerbang kota dengan mengangkat kepala, kata Abdullah bin Mas’ud, menyalahi cara membungkuk yang diperintahkan kepada mereka. Simpulannya, Bani Israil diperindtahkan untuk merendahkan diri kepada Allah ketika penaklukan negeri tersebut baik secara lisan maupun perbuatan, mengakui dosa, meminta ampunan, bersyukur atas nikmat-Nya, dan segera mengerjakan perintah yang disenangi Allah sebagaimana keterangan Surat An-Nashr.


Abu Su’ud dalam Kitab Isryadul Aqlis Salim ilal Mazayal Kitabil Karim mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 58 mengingatkan Yahudi Madinah atas nikmat yang diterima nenek moyang mereka (Bani Israil) dan kekufuran mereka. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)