Tafsir Surat An-Nur Ayat 11: Bantahan Tudingan Selingkuh pada Aisyah
Rabu, 10 Juli 2024 | 15:30 WIB
Zainuddin Lubis
Penulis
Al-Qur'an Surat An-Nur ayat 11 membahas insiden fitnah yang menimpa Aisyah ra, istri Nabi Muhammad saw, yang dituduh berselingkuh dan berzina dengan seorang sahabat Nabi bernama Shafwan. Ayat ini dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa Aisyah adalah wanita yang baik dan salehah. Ayat ini juga menegaskan pentingnya membuktikan kebenaran sebelum menuduh seseorang dan memperingatkan terhadap fitnah dan gosip yang dapat merusak kehormatan orang lain.
Allah berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
Innal-lażīna jā'ū bil-ifki ‘uṣbatun minkum, lā taḥsabūhu syarral lakum, bal huwa khairun lakum, likullimri'in minhum maktasaba minal-iṡm(i), wal-lażī tawallā kibrahū minhum lahū ‘ażābun ‘aẓīm(un).
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu buruk bagimu, sebaliknya itu baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat."
Abu Muhammad al-Baghawi dalam Tafsir Ma'alim Tanzil fi Tafsir al-Qur'an, Jilid VI, halaman 18 menjelaskan bahwa ayat 11 Surat An-Nur diturunkan sebagai tanggapan atas fitnah yang menimpa Aisyah, istri Nabi Muhammad saw. Ayat tersebut menyatakan bahwa orang-orang yang menyebarkan berita bohong adalah bagian dari umat Islam sendiri.
Dalam sebuah riwayat dari Urwah bin Zubair, Sa'id bin Al-Musayyib, Alqamah bin Waqqas, dan Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud turut serta menceritakan kisah ini. Alkisah, menjelaskan bahwa Aisyah selalu ikut serta dalam undian yang diadakan Rasulullah saw untuk menentukan istri yang akan menemaninya dalam perjalanan. Dalam sebuah ekspedisi, undian tersebut jatuh kepada Aisyah, sehingga ia pergi bersama Rasulullah saw setelah turunnya ayat hijab.
Aisyah menceritakan bahwa dalam perjalanan pulang dari perang Bani Musthaliq, sekitar tahun kelima Hijriyah, mereka berhenti di suatu tempat. Dalam istirahat perjalanan, yang bertepatan pada malam, Aisyah bangun dan menyadari kalungnya hilang. Ia pun kembali ke belakang untuk mencari kalungnya yang terbuat dari manik-manik Dhafar.
Saat tengah asyik mencari kalungnya, Aisyah tertinggal. Rombongan yang membawa pergi, sembari menyangka istri Rasulullah itu sudah ada dalam tandu. Para pembawa tandu tidak menyadari bahwa Aisyah telah tertinggal di belakang. Hal ini dikarenakan tubuh para wanita pada masa itu ringan karena mereka tidak banyak makan. Pun, Aisyah yang masih muda dan ringan tubuhnya, tetap mencari kalungnya hingga pasukan bergerak meninggalkannya.
Setelah menemukan kalungnya, Aisyah kembali ke tempatnya tetapi tidak menemukan seorang pun di sana. Shafwan bin Al-Mu'attal As-Sulami, yang berada di belakang pasukan, menemukan Aisyah tertidur sendirian. Shafwan mengenali Aisyah karena pernah melihatnya sebelum ayat hijab turun.
Kemudian, Shafwan membangunkan Aisyah dengan mengucapkan "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." Aisyah segera menutup wajahnya dengan jilbabnya dan tanpa berbicara sepatah kata pun, Shafwan menurunkan untanya dan membantu Aisyah naik ke atasnya.
Shafwan membawa Aisyah kembali ke pasukan pada siang hari yang terik saat mereka sedang beristirahat. Meskipun mereka tidak berbicara selama perjalanan, kedatangan Aisyah bersama Shafwan memicu fitnah dan tuduhan dari sebagian orang.
Ayat 11 Surat An-Nur kemudian diturunkan untuk membersihkan nama Aisyah dan menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar, serta menjadi pelajaran bagi umat Islam agar tidak mudah terpengaruh oleh berita bohong.
Adapun firman Allah, اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ [Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong], bahwa merujuk pada orang-orang yang menyebarkan kebohongan. Kebohongan ini disebut "al-ifk," yang merupakan bentuk dusta yang paling buruk. Istilah "al-ifk" digunakan karena kebohongan ini diputarbalikkan dari kebenaran, mirip dengan kata "afaka" dalam bahasa Arab yang berarti membalik sesuatu dari asalnya.
Lebih lanjut, contoh dari al-ifk adalah tuduhan terhadap Aisyah, istri Nabi Muhammad saw. Seharusnya, Aisyah dihormati dan dipuji karena kesucian dan kehormatannya. Namun, orang-orang yang menuduhnya melakukan perbuatan tercela telah membalikkan kenyataan dari kebenaran yang ada, membuat tuduhan tersebut sangat keji dan menyesatkan.
Sementara ayat, عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ [adalah kelompok di antara kamu (juga)] maksudnya adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, Mistah bin Utsathah, Hassan bin Tsabit, Hamnah binti Jahsy, istri Thalhah bin Ubaidillah, dan lainnya. Ayat ini menyoroti bahwa fitnah tersebut bukan hanya berasal dari satu orang, tetapi dari sekelompok orang yang memiliki niat buruk. Abdullah bin Ubay bin Salul, sebagai pemimpin munafik, memainkan peran utama dalam menyebarkan kebohongan ini.
Mistah bin Utsathah, meskipun seorang sahabat Nabi, terjebak dalam fitnah tersebut dan turut menyebarkannya. Hassan bin Tsabit, yang dikenal sebagai penyair, juga terlibat dalam penyebaran fitnah ini melalui puisi-puisinya. Hamnah binti Jahsy, yang merupakan saudara sepupu Nabi, dan istri Thalhah bin Ubaidillah, juga berperan dalam menyebarkan cerita palsu ini. Mereka semua bersama-sama menciptakan suasana yang penuh dengan keraguan dan ketidakpercayaan di antara umat Islam kala itu.
: {إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ} بِالْكَذِبِ، وَالْإِفْكُ: أَسْوَأُ الْكَذِبِ، سُمِّيَ إِفْكًا لِكَوْنِهِ مَصْرُوفًا عَنِ الْحَقِّ، مِنْ قَوْلِهِمْ: أَفَكَ الشَّيْءَ إِذَا قَلَبَهُ عَنْ وَجْهِهِ، وَذَلِكَ أَنَّ عَائِشَةَ كَانَتْ تَسْتَحِقُّ الثَّنَاءَ لِمَا كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ الْحَصَانَةِ وَالشَّرَفِ فَمَنْ رَمَاهَا بِالسُّوءِ قَلَبَ الْأَمْرَ عَنْ وَجْهِهِ، {عُصْبَةٌ مِنْكُمْ} أَيْ: جَمَاعَةٌ مِنْهُمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ بن سَلُولَ، وَمِسْطَحُ بْنُ أُثَاثَةَ، وَحَسَّانُ بْنُ ثَابِتٍ، وَحَمْنَةُ بِنْتُ جَحْشٍ، زَوْجَةُ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، وَغَيْرُهُمْ،
Artinya: "Firman Allah: {Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong} adalah dusta, dan al-ifk (berita bohong) adalah jenis dusta yang paling buruk, dinamakan al-ifk karena ia dipalingkan dari kebenaran, seperti dalam perkataan mereka: "afaka" sesuatu ketika membaliknya dari wajahnya. Hal itu karena Aisyah seharusnya mendapatkan pujian karena kesucian dan kehormatan yang dimilikinya, maka siapa yang menuduhnya dengan keburukan berarti telah membalikkan keadaan dari wajahnya. {Sekelompok dari kalian} maksudnya: sekelompok dari mereka adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, Mistah bin Utsathah, Hassan bin Tsabit, Hamnah binti Jahsy, istri Thalhah bin Ubaidillah, dan lainnya". [Abu Muhammad al-Baghawi, Tafsir Ma'alim Tanzil fi Tafsir al-Qur'an, Jilid VI, [Saudi: Dar Thaibah li Nasyar wa at-Tawzi', 1197], halaman 22].
Tafsir Al-Misbah
Sementara itu, Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Jilid IX, halaman 295 menjelaskan bahwa ayat-ayat sebelumnya dalam Surat An-Nur membahas tentang tuduhan penyelewengan terhadap wanita-wanita yang suci dan cara penyelesaiannya. Ayat-ayat ini juga menjelaskan tuntutan hukum jika tuduhan tersebut dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Tuduhan ini membawa sanksi dan dampak yang sangat berat dan buruk. Ayat ini kemudian mengangkat kasus serupa yang terjadi dalam keluarga Nabi Muhammad saw. Allah mengecam mereka yang menuduh istri beliau, ‘Aisyah ra, tanpa bukti.
Allah berfirman bahwa orang-orang yang menyebarkan berita bohong dan keji mengenai kehormatan keluarga Nabi Muhammad saw adalah bagian dari komunitas kaum mukmin. Allah memperingatkan agar kaum mukmin tidak menganggap berita bohong itu buruk bagi mereka, karena dari situ mereka bisa membedakan siapa yang munafik dan siapa yang kuat imannya. Setiap orang yang menyebarkan rumor itu akan mendapatkan balasan sesuai dengan dosa yang mereka lakukan dengan sengaja.
Lebih lanjut, ayat ini menyatakan bahwa orang yang mengambil bagian terbesar dalam penyebaran berita bohong itu, yang menjadi sumber dan pemimpin kelompok tersebut, akan mendapatkan balasan yang lebih besar di akhirat nanti. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dosa menyebarkan fitnah dan betapa besar konsekuensi yang harus ditanggung oleh mereka yang melakukannya. [Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid IX, [Ciputat: Lentara Hati, 2002], halaman 295].
Ayat ini mengajarkan kepada kaum mukmin untuk berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan berita, terutama yang tidak memiliki dasar bukti yang kuat. Tuduhan tanpa bukti tidak hanya merusak kehormatan individu tetapi juga membawa dampak buruk bagi seluruh komunitas. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk menjaga lisannya dan tidak terlibat dalam penyebaran fitnah.
Tafsir Bahrul Ulum
Abu Laits Samarqandi dalam kitab Bahrul Ulum, Jilid II, halaman 502 menjelaskan Surat An-Nur, ayat 11 [اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ] "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong..." (QS. An-Nur: 11) merujuk kepada mereka yang menyebarkan kebohongan. Menurut Al-Akhfasy, kata "al-ifk" adalah bentuk kebohongan yang paling buruk. Sejatinya, ayat ini diturunkan untuk membersihkan nama Aisyah ra dari tuduhan kebohongan yang dilemparkan kepadanya.
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh pakar fikih Abu Laits rahimahullah dengan sanad terpercaya dari Aisyah ra, beliau menceritakan bahwa Rasulullah saw memiliki kebiasaan mengundi di antara istri-istrinya ketika akan bepergian. Istri yang namanya keluar dalam undian akan menemani dalam perjalanan setelah perang umat Islam dengan Bani Musthaliq.
Lebih lanjut, Aisyah ra menceritakan bahwa dalam salah satu undian untuk mengikuti sebuah peperangan, namanya yang keluar sehingga dia pergi bersama Rasulullah saw. Peristiwa ini terjadi setelah turunnya ayat hijab dan dalam peperangan Bani Musthaliq. Aisyah ra berada di dalam tandu selama perjalanan.
Setelah peperangan selesai dan hampir tiba di Madinah, Rasulullah saw memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan pada malam hari. Aisyah ra kemudian bangun dan berjalan melewati pasukan untuk keperluannya. Setelah selesai, dia meraba dadanya dan menyadari bahwa kalungnya yang terbuat dari mutiara Yaman hilang.
Menyadari ini, Aisyah ra kembali untuk mencari kalung tersebut, tetapi karena pencarian itu, dia tertinggal dari rombongan. Para pengawal yang mengangkat tandunya mengira dia ada di dalamnya, sehingga mereka melanjutkan perjalanan tanpa menyadari bahwa Aisyah ra tertinggal.
Aisyah berhasil menemukan kalungnya yang hilang, namun sayangnya dia terpisah dari rombongan. Pengawal yang membawa tandu tidak menyadari kepergiannya, mengira dia sudah duduk di dalam tandu. Ini dapat dimaklumi karena Aisyah saat itu masih muda dan kecil tubuhnya, sehingga tandu kosong terlihat sama dengan tandu yang berisi Aisyah. Aisyah memutuskan untuk menunggu di tempat ditinggalkannya, berharap agar ada yang mencarinya.
Tidak lama kemudian, Shafwan bin Mu'athal menemukan Aisyah tertidur di bawah pohon. Menyadari kehadiran seseorang, Aisyah segera menutup cadarnya. Shafwan sering kali ditugaskan untuk kembali memeriksa barang-barang yang tertinggal, dan kali ini dia menemukan Aisyah. Dia hanya memberi isyarat kepada Aisyah untuk naik ke unta yang dia bawa, sementara dia sendiri menuntun unta yang membawa putri Abu Bakar itu.
Ketika kabar ini menyebar, menyebabkan gosip dan fitnah di kalangan sahabat saat itu. Abdullah bin Ubay, seorang munafik yang seringkali menyebarkan fitnah terhadap Rasulullah saw dan para sahabatnya, turut memanfaatkan kesempatan ini untuk memperburuk keadaan dengan menyebarluaskan fitnah terhadap Aisyah. [Abu Laits Samarqandi, Bahrul Ulum, Jilid II, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1993] halaman 502].
Meskipun peristiwa telah menimbulkan kegelisahan, Allah menghibur hati para sahabat agar mereka tidak terlalu merasa terganggu. Sebenarnya, peristiwa ini merupakan suatu kebaikan bagi mereka karena Allah menurunkan ayat-ayat yang membersihkan dan mengangkat derajat mereka dari fitnah tersebut. Ayat-ayat ini menjadi bukti otentik yang tetap relevan sepanjang masa, memastikan bahwa setiap orang yang menyebarkan fitnah akan mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya.
Abdullah bin Ubay bin Salul, sebagai tokoh utama di balik penyebaran fitnah ini, akan menghadapi hukuman yang pedih di akhirat. Allah menegaskan bahwa setiap usaha mereka untuk menyebarkan berita bohong tidak akan luput dari ganjaran yang sesuai. Kejadian ini, meskipun pada awalnya menimbulkan cobaan, sebenarnya merupakan bagian dari rencana Allah untuk menguji keimanan serta membersihkan dan mengangkat derajat orang-orang yang dituduh secara tidak adil.
Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat
Terpopuler
1
Temui Menkum, KH Ali Masykur Musa Umumkan Keabsahan JATMAN 2024-2029
2
Baca Doa Ini untuk Lepas dari Jerat Galau dan Utang
3
Cara KH Hamid Dimyathi Tremas Dorong Santri Aktif Berbahasa Arab
4
Jadwal Lengkap Perjalanan Haji 2025, Jamaah Mulai Berangkat 2 Mei
5
Apel Akbar 1000 Kader Fatayat NU DI Yogyakarta Perkuat Inklusivitas
6
Pengurus Ranting NU, Ujung Tombak Gerakan Nahdlatul Ulama
Terkini
Lihat Semua