Tafsir

Tafsir Surat An-Nur Ayat 30-31: Jaga Pandangan Hindari Perselingkuhan

Jumat, 5 Juli 2024 | 18:00 WIB

Tafsir Surat An-Nur Ayat 30-31: Jaga Pandangan Hindari Perselingkuhan

Jaga pandangan hindari perselingkuhan. (Foto: NU Online/Freepik)

Kabar perselingkuhan para pesohor negeri ini seakan tidak pernah berhenti menghiasi pemberitaan di berbagai media. Perselingkuhan ini terjadi baik antar teman sekantor, guru dengan wali siswa, dan bahkan perselingkuhan dengan iparnya. Fenomena perselingkuhan ini kemudian dijadikan inspirasi sebuah film.

Lalu bagaimana Islam memberikan tips agar terhindar dari perselingkuhan? Allah swt berfirman dalam QS. An-Nur ayat 30-31:


قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ


Qul lil-mu'minîna yaghudldlû min abshârihim wa yaḫfadhû furûjahum, dzâlika azkâ lahum, innallâha khabîrun bimâ yashna‘ûn


Artinya: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'" (QS. An-Nur: 30)


وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ


Wa qul lil-mu'minâti yaghdludlna min abshârihinna wa yaḫfadhna furûjahunna wa lâ yubdîna zînatahunna illâ mâ dhahara min-hâ walyadlribna bikhumurihinna ‘alâ juyûbihinna wa lâ yubdîna zînatahunna illâ libu‘ûlatihinna au âbâ'ihinna au âbâ'i bu‘ûlatihinna au abnâ'ihinna au abnâ'i bu‘ûlatihinna au ikhwânihinna au banî ikhwânihinna au banî akhawâtihinna au nisâ'ihinna au mâ malakat aimânuhunna awittâbi‘îna ghairi ulil-irbati minar-rijâli awith-thiflilladzîna lam yadh-harû ‘alâ ‘aurâtin-nisâ'i wa lâ yadlribna bi'arjulihinna liyu‘lama mâ yukhfîna min zînatihinn, wa tûbû ilallâhi jamî‘an ayyuhal-mu'minûna la‘allakum tufliḫûn


Artinya: "Katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.'" (QS. An-Nur: 31)


Menurut Imam As-Suyuthi, ayat ini turun dilatarbelakangi kejadian yang diriwayatkan oleh Ibnu Marduyah dari Ali bin Abi Thalib, bahwa ada seorang laki-laki pada zaman Nabi Muhammad saw yang berjalan di jalanan Madinah. Kemudian ia melihat seorang perempuan dan perempuan tersebut juga melihatnya. Akibat godaan setan, keduanya saling melihat dengan penuh takjub. Tanpa disadari, lelaki tersebut berjalan menabrak salah satu dinding sehingga hidungnya pecah.


Lantas dia berujar: "Aku tidak akan membasuh darah sampai aku menemui Rasulullah saw kemudian aku ceritakan hal ini." Lantas dia ceritakan kejadian ini kepada Rasulullah saw dan lelaki tersebut mendapati jawaban: "Ini adalah hukuman dosamu." Kemudian Allah swt turunkan ayat: قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ . (Abdurrahman Bin al-Kamal Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Ad-Durrul Mantsur fit Tafsir Al-Ma'tsur, [Bairut: Daar al-Fikr, 2011], Jilid XI, hal. 16)


Mata sebagai salah satu indera penglihatan yang dianugerahkan oleh Allah swt ibarat pintu masuk segala macam informasi visual. Pada akhirnya segala informasi visual tersebut bermuara di hati manusia. Dan pada hati ini diproses menjadi pujian atau hinaan. Jika enak dipandang, maka biasanya akan memuji dan pada akhirnya membangkitkan syahwat. Namun jika tidak enak dipandang, maka biasanya cenderung menghinanya. Inilah bentuk nyata fitnah yang sering dikhawatirkan. Imam Al-Qurthubi menegaskan:


البَصَر هُوَ الْبَابُ الْأَكْبَرُ إْلَى الْقَلْبِ وَأَعْمَرُ طُرُقِ الْحَوَاسِ إِلَيْهِ وَبِحَسْبِ ذَلِكَ كَثُرَ السُّقُوْطُ مِنْ جِهَتِهِ وَوَجَبَ التَّحْذِيْرُ مِنْهُ. وَغَضُّهُ وَاجِبٌ عَنْ جَمِيْعِ الْمُحَرَّمَاتِ وَكُلِّ مَا يُخْشَى الْفِتْنَةَ مِنْ أَجْلِهِ


Artinya: "Penglihatan adalah pintu terbesar menuju hati dan jalan indera paling ramai menujunya. Dan maka dari itulah banyak yang masuk melaluinya dan wajib berhati-hati darinya. Dan menundukkan pandangan wajib dari segala yang diharamkan dan dari segala yang dikhawatirkan terjadi fitnah darinya." (Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar al-Qurthubi, al-Jami' Li Ahkamil Qur'an, [Beirut: Muassasah al-Risalah, 2006], Jilid XV, hal. 203).


Pada potongan ayat berikutnya, Allah swt juga mewajibkan menjaga kemaluannya. Menjaganya dari zina dan menyentuh, bukan sekedar memandang. Oleh karena wathi dan menyentuhnya dianggap lebih berat dari pada sekedar melihat. Sehingga keduanya termasuk dalam kategori hal yang harus dijaga dari kemaluan. Imam Al-Razi menegaskan:


وَالَّذِى يَقْتَضِيْهِ الظَّاهِرُ أَنْ يَكُوْنَ الْمَعْنَى حِفْظُهَا عَنْ سَائِرِ مَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ مِنَ الزِّنَا وَالْمَسِّ وَالنَّظَرِ وَعَلَى أَنَّهُ إِنْ كَانَ الْمُرَادُ حَظْرَ النَّظَرِ فَالْمَسُّ وَالْوَطْءُ أيضاً مُرَادَانِ بِالْآيَةِ إِذْ هُمَا أَغْلَظُ مِنَ النَّظَرِ 


Artinya: "Dan yang dikehendaki pada zahir ayat adalah makna menjaga farji-farji dari hal yang Allah swt haramkan, berupa zina, menyentuh dan memandang. Dan sesungguhnya, seandainya maksud dari bahaya memandang, maka menyentuh dan wathi juga dua hal yang dikehendaki dengan ayat ini. Karena keduanya dianggap lebih berat dari memandang." (Fakhruddin al-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Daar al-Fikr, 1981], Jilid XXIII, hal. 206).


Berawal dari pandangan mata inilah, perselingkuhan itu kerap terjadi dan bahkan pada level perzinaan. Hal ini disebabkan adanya ketertarikan diantara kedua belah pihak, baik pihak laki-laki maupun perempuan. Maka dari itulah, Allah swt memerintahkan lelaki mukmin dan perempuan mukminat untuk saling menjaga pandangan dari apa yang tidak dihalalkan bagi kedua belah pihak.


Bahkan pandangan terhadap yang tidak halal itu juga bagian dari zina. Sebagaimana diungkapkan Imam Al-Qurthubi dengan mengutip hadits riwayat Imam Muslim:


وَفِي صَحِيْحِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ إنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَى أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مُحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ تَزِيْنَانِ وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ.


Artinya: "Dan di dalam hadits sahih Muslim, terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: 'Sesungguhnya Allah swt telah menetapkan atas Bani Adam bagiannya dari zina yang dia sadari dan ini bukan hal yang mustahil. Dua mata dapat berzina, dan zina keduanya adalah memandang.'" (Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkamil Qur'an, [Beirut: Muassasah al-Risalah, 2006], Jilid XV, hal. 210).


Oleh karena perselingkuhan itu terjadi diantara pihak lelaki dan perempuan, maka tidak lengkap rasanya ketika Allah swt tidak memperingatkan kaum perempuan agar mereka juga menjaga pandangan dan kemaluan mereka. Hal ini terungkap pada QS. An-Nur ayat 31. Dan bahkan pada ayat ini, Allah melengkapi dengan larangan menunjukkan perhiasan mereka kecuali di hadapan orang yang berhak melihatnya serta menurunkan kerudung mereka hingga dada.


Imam At-Thabari berdasarkan riwayat Ibnu Mas'ud menjelaskan bahwa perhiasan tersebut dalam dua kategori, yaitu yang tampak dan yang tidak tampak. Yang tampak adalah pakaian dan yang tidak tampak adalah dua gelang kaki, dua anting dan dua gelang tangan. Sedangkan berdasarkan riwayat Said Bin Zubair, perhiasan tersebut adalah wajah dan telapak tangan. Sedangkan yang dimaksud dengan menutupkan kain kudung hingga dada adalah menutup rambut, leher, dan anting-anting. (Muhammad Bin Jarir al-Thabari, Jami'ul Bayan 'An Ta'wil Ayil Qur'an, [Turki: Dar Hijr Publishing, 2011], Jilid XVII, hal. 256, 258, 262)


Jadi, menjaga pandangan mata merupakan cara pertama dan utama dalam mencegah perselingkuhan. Karena ketertarikan antara lelaki dan perempuan berawal dari saling pandang. Dan bagi seorang perempuan hendaknya tidak mengumbar hiasan yang melekat pada tubuhnya agar tidak terlihat oleh lelaki yang tidak berhak melihatnya. Sehingga tidak terjadi hubungan timbal balik untuk saling mencegah perselingkuhan dari jalur mata. Wallahu a'lam.


Muhammad Tantowi, Koordinator Ma'had MTsN 1 Jember, Jawa Timur