Tafsir

Tafsir Surat Az-Zariyat Ayat 56: Mengapa Manusia dan Jin Diciptakan?

Kamis, 4 Juli 2024 | 08:00 WIB

Tafsir Surat Az-Zariyat Ayat 56: Mengapa Manusia dan Jin Diciptakan?

Tafsir Surat Az-Zariyat Ayat 56. (Foto: NU Online/Freepik)

surat Az-Zariyat ayat 56 menegaskan bahwa tujuan utama penciptaan jin dan manusia adalah untuk mengenal Allah dan menyembah-Nya. Ayat ini menggarisbawahi makna esensial keberadaan manusia di dunia ini, yaitu sebagai makhluk yang diciptakan dengan misi utama untuk beribadah kepada Allah. 


Ibadah dalam konteks ini tidak hanya merujuk kepada ritual keagamaan semata, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan yang dilaksanakan dengan niat untuk mencari keridhaan Allah. Dengan kata lain, setiap tindakan yang dilakukan seorang hamba, baik dalam hal kecil maupun besar, haruslah diarahkan kepada penghambaan kepada-Nya.


Allah berfirman;


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ


Wa mā khalaqtul-jinna wal-insa illā liya‘budūn(i).


Artinya: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."


Tafsir Al-Misbah

Menurut Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Jilid XIII, halaman 356, surat Az-Zariyat ayat 56 menjelaskan tujuan penciptaan jin dan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Ayat ini menegaskan kembali perintah Allah dalam ayat sebelumnya untuk berlari dan bersegera menuju Allah dengan menjelaskan alasan di balik perintah tersebut.


Mengapa kita harus berlari dan bersegera menuju Allah? Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan jin dan manusia untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat bagi diri-Nya. Allah tidak membutuhkan pengabdian manusia, karena Dia Maha Kaya dan Maha Kuasa. Tujuan penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Ibadah ini bukan hanya kewajiban, tetapi juga merupakan kebutuhan dan kebahagiaan bagi jin dan manusia.


Mengapa Allah menggunakan kata "Aku" dalam ayat ini? Penggunaan kata "Aku" menegaskan bahwa perintah untuk beribadah kepada Allah datang langsung dari Allah. Ini menunjukkan pentingnya ibadah dan konsekuensi jika manusia tidak mematuhi perintah Allah. Allah juga ingin menunjukkan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah.


Lebih lanjut, penggunaan bentuk persona pertama (Aku) dalam ayat ini menekankan pesan yang dikandungnya dan mengisyaratkan bahwa penciptaan dan perbuatan-perbuatan Allah seringkali melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Namun, dalam konteks ibadah, penekanan ini murni ditujukan kepada Allah saja tanpa keterlibatan selain-Nya. Penyebutan jin sebelum manusia juga menunjukkan urutan penciptaan, di mana jin diciptakan lebih dahulu daripada manusia.


Ibadah bukan hanya tentang ketaatan dan ketundukan, tetapi juga tentang rasa keagungan dalam jiwa terhadap Allah swt. Ibadah merupakan bentuk pengabdian kepada Allah yang memiliki kekuasaan yang tak terhingga.


Lebih lanjut, menurut Prof Quraish Shihab, ibadah terbagi menjadi dua jenis: ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah swt, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Bahkan, hubungan seks pun dapat menjadi ibadah jika dilakukan sesuai tuntunan agama. [Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid XIII, [Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2002], halaman 356]. 


Selanjutnya, dalam surat Az-Zariyat ayat 56, disebutkan bahwa jin didahulukan penyebutannya dari manusia (al-ins) karena memang jin diciptakan lebih dahulu oleh Allah dibandingkan manusia. Penyebutan kata "jin" sebelum "manusia" dalam ayat ini memiliki makna penting yang berkaitan dengan urutan penciptaan. Jin disebutkan terlebih dahulu karena mereka diciptakan sebelum manusia. Dalam Tafsir Al-Misbah, dijelaskan bahwa jin sudah ada di dunia sebelum manusia, dan ini mengisyaratkan keberadaan mereka yang lebih awal dalam kronologi penciptaan.


Selain itu, penyebutan jin terlebih dahulu juga menunjukkan bahwa kedua makhluk ini memiliki tanggung jawab yang sama dalam beribadah kepada Allah. Meski jin tidak terlihat oleh manusia dan memiliki sifat-sifat yang berbeda, mereka tetap diwajibkan menjalankan tugas yang sama dalam mengabdi kepada Sang Pencipta. Dengan menyebut jin terlebih dahulu, Allah menegaskan bahwa kewajiban beribadah tidak hanya berlaku bagi manusia yang tampak secara fisik, tetapi juga bagi makhluk lain yang tidak terlihat, yaitu jin.


Penyebutan ini juga mengandung hikmah bahwa keberadaan jin dan manusia dalam konteks ibadah kepada Allah menunjukkan keadilan dan keseimbangan dalam penciptaan. Allah menciptakan berbagai makhluk dengan tujuan yang sama, yaitu beribadah kepada-Nya. Ini mengingatkan manusia untuk tidak merasa lebih unggul dari jin hanya karena perbedaan bentuk fisik atau sifat, tetapi untuk fokus pada tujuan penciptaan yang sama yaitu pengabdian kepada Allah. Melalui ayat ini, Allah mengajarkan manusia untuk memahami keberagaman makhluk ciptaan-Nya dan tanggung jawab yang menyertainya.


Tafsir Thabari

Sementara itu, Imam Thabari dalam Tafsir Jami' al-Bayan fi Ta'wil Al-Qur'an, Jilid XXII, halaman 444, menjelaskan, ayat 56 dari surat Az-Zariyat mengandung dua pandangan utama mengenai tujuan penciptaan jin dan manusia. Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa ayat ini menegaskan bahwa Allah menciptakan makhluk-Nya, baik yang berbahagia maupun yang celaka, untuk tujuan yang berbeda. 


Orang-orang yang berbahagia dari kalangan jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, menjalankan perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya. Sebaliknya, orang-orang yang celaka dari kalangan jin dan manusia diciptakan untuk berbuat maksiat dan melanggar perintah-Nya, yang akhirnya akan membawa mereka kepada kesengsaraan dan kehancuran.


Pendapat kedua yang diungkapkan oleh sebagian ulama dalam Tafsir at-Thabari memiliki makna lebih umum. Menurut pandangan ini, Allah menciptakan jin dan manusia semata-mata agar mereka mengakui keesaan-Nya dan tunduk dalam beribadah kepada-Nya. Ini berarti bahwa tujuan penciptaan adalah untuk menguji ketaatan dan ketundukan semua makhluk kepada Allah. 


Dengan demikian, baik mereka yang taat maupun yang durhaka, semuanya berada dalam lingkup pengabdian kepada Allah, meskipun manifestasinya berbeda. Kedua pandangan ini menunjukkan kompleksitas dan kedalaman tafsir dari ayat yang menjelaskan tujuan penciptaan jin dan manusia dalam perspektif Islam.


 فقال بعضهم : معنى ذلك : وما خلقت السعداء من الجن والإنس إلا لعبادتي ، والأشقياء منهم لمعصيتي .وقال آخرون : بل معنى ذلك . وما خلقت الجن والإنس إلا ليذعنوا لي بالعبودة


Artinya: "Sebagian dari mereka berkata: Makna dari ayat itu adalah: Dan tidaklah Aku menciptakan orang-orang yang berbahagia dari kalangan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku, dan orang-orang yang celaka dari mereka untuk berbuat maksiat kepada-Ku. Dan yang lain berkata: Tetapi makna dari ayat itu adalah: Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka tunduk kepada-Ku dalam peribadatan." [Imam Thabari, Tafsir Jami' al-Bayan fi Ta'wil Al-Qur'an, Jilid XXII, [Mesir: Darul Ma'arif, tt] halaman 444]


Lantas, mana yang lebih kuat dari dua pendapat ini? Tafsir yang lebih kuat, menurut at-Thabari, adalah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas menyatakan bahwa makna dari ayat ini adalah bahwa Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya dan tunduk kepada perintah-Nya. Penafsiran ini menekankan tujuan penciptaan makhluk adalah untuk mengakui kekuasaan dan kebesaran Allah melalui ibadah dan ketaatan. Tafsir ini memperjelas bahwa esensi dari kehidupan jin dan manusia adalah ibadah, sebagai bentuk penghambaan dan pengakuan terhadap kekuasaan Allah.


وأولى القولين في ذلك بالصواب القول الذي ذكرنا عن ابن عباس ، وهو : ما خلقت الجن والإنس إلا لعبادتنا ، والتذلل لأمرنا


Artinya: "Dan pendapat yang lebih benar dari dua pendapat tentang hal ini adalah pendapat yang disebutkan dari Ibnu Abbas, yaitu: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku, dan tunduk kepada perintah-Ku." [Imam Thabari, Tafsir Jami' al-Bayan fi Ta'wil Al-Qur'an, Jilid XXII, [Mesir: Darul Ma'arif, tt] halaman 444].


Tafsir Ibnu Katsir

Sementara itu, dalam penafsiran Ibnu Katsir, di Tafsir Al-Qur'an al-Adzhim, Jilid VII, halaman 196 dijelaskan bahwa Allah tidak membutuhkan ibadah manusia, tetapi manusia yang memerlukan Allah dalam segala aspek kehidupan mereka. Allah menciptakan dan memberi rezeki kepada manusia, dan mereka wajib menaati-Nya. Bagi yang taat, Allah menjanjikan balasan sempurna, sementara bagi yang durhaka, akan mendapatkan azab yang berat.


Ibnu Katsir menambahkan bahwa ketergantungan manusia pada Allah adalah mutlak dalam segala keadaan. Allah menciptakan manusia bukan untuk keuntungan-Nya sendiri, melainkan agar manusia mengenal dan menyembah-Nya. Ketidakbutuhan Allah terhadap manusia menunjukkan keagungan dan kekuasaan-Nya, sementara kebutuhan manusia kepada Allah menunjukkan kelemahan dan ketergantungan mereka. Oleh karena itu, ayat ini mendorong manusia untuk taat dan beribadah kepada Allah dengan penuh kesadaran akan posisi mereka sebagai hamba yang membutuhkan rahmat dan petunjuk-Nya.


وَمَعْنَى الْآيَةِ أنه تبارك وتعالى خَلَقَ الْعِبَادَ لِيَعْبُدُوهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ فَمَنْ أَطَاعَهُ جَازَاهُ أَتَمَّ الْجَزَاءِ، وَمِنْ عَصَاهُ عَذَّبَهُ أَشَدَّ الْعَذَابِ. وَأَخْبَرَ أَنَّهُ غَيْرُ مُحْتَاجٍ إِلَيْهِمْ بَلْ هُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَيْهِ فِي جَمِيعِ أَحْوَالِهِمْ. فَهُوَ خَالِقُهُمْ وَرَازِقُهُمْ. 


Artinya:  "Dan makna ayat ini adalah bahwa Maha Suci dan Maha Tinggi Allah menciptakan hamba-hamba-Nya untuk menyembah-Nya saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka barangsiapa yang menaati-Nya, Dia akan memberinya balasan yang paling sempurna, dan barangsiapa yang mendurhakai-Nya, Dia akan mengazabnya dengan azab yang paling berat. Dan Dia telah memberitahukan bahwa Dia tidak membutuhkan mereka, melainkan merekalah yang membutuhkan-Nya dalam semua keadaan mereka. Maka Dia adalah Pencipta mereka dan Pemberi rezeki mereka." [Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim, Jilid VII, [Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyah, 1419] halaman 396]


Dengan demikian, ayat 56 dari surat Az-Zariyat menyatakan tujuan mendasar penciptaan jin dan manusia menurut perspektif Islam, yaitu untuk mengabdikan diri kepada Allah. Allah swt menegaskan bahwa tujuan utama dari penciptaan jin dan manusia bukanlah untuk kepentingan materi atau egoistik, melainkan untuk mengakui dan memenuhi kewajiban spiritual mereka kepada-Nya. 


Dengan menciptakan makhluk ini dengan kemampuan bebas memilih, Allah memberikan kesempatan kepada mereka untuk secara sadar memilih jalan ibadah dan pengabdian kepada-Nya, sehingga mencapai makna sejati keberadaan mereka dalam hubungan yang mendalam dengan Sang Pencipta.


Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat