Tasawuf/Akhlak

Cara Silaturahim Jarak Jauh di Masa Pandemi

Sen, 17 Mei 2021 | 08:00 WIB

Cara Silaturahim Jarak Jauh di Masa Pandemi

pada kondisi terkendala jarak seperti dalam situasi pembatasan sosial atau social distancing silaturahim tetap diperintahkan. Hanya saja bentuk silaturahimnya berbeda dengan bentuk silaturahim tatap muka. (Ilustrasi: pinterest)

Masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia umumnya telah mengalami dua kali hari raya Idul Fitri dalam suasana pembatasan sosial demi pencegahan penyebaran Covid-19. Situasi ini mengharuskan mereka untuk mengubah segala bentuk aktivitas agar menyesuaikan diri dengan kondisi pencegahan pandemi.


Perubahan terjadi di bidang penyelenggaraan pendidikan, pembatasan aktivitas pada dunia kerja, perubahan tata cara ibadah, dan juga tradisi mudik, halal bihalal yang identik dengan silaturahim.


Silaturahim oleh masyarakat Indonesia diwujudkan dengan mudik dan berbagi pada masa liburan hari raya Idul Fitri. Silaturahim tatap muka yang dibungkus dalam tradisi mudik dapat diterapkan dalam situasi di luar penyebaran pandemi.


فالواجب صلة الرحم بالزيارة والهدية ، فإن لم يقدر على الصلة بالمال فليصلهم بالزيارة وبالإعانة في أعمالهم إن احتاجوا إليه ، وإن كان غائباً يصلهم بالكتاب ، فإن قدر على السير إليهم كان أفضل


Artinya, “Yang wajib adalah silaturahim dengan kunjungan dan pemberian hadiah kepada kerabat. Jika tidak dapat bersilaturahim dengan harta, maka seseorang dapat bersilaturahim dengan kunjungan-pertemuan atau membantu aktivitas mereka jika membutuhkan bantuan. Jika mereka tidak hadir (domisilinya jauh), maka seseorang dapat bersilaturahim melalui catatan surat. Kalau ia mampu mengunjungi kerabat yang jauh domisilinya, maka tentu itu lebih utama,” (Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: 2007 M/1427-1428 H], juz III, halaman 272).


Imam An-Nawawi dalam Kitab Raudhatut Thalibin juga menjelaskan, silaturahim dengan kerabat merupakan segala rupa kebaikanmu terhadap kerabat yang dapat dianggap sebagai betuk silaturahim, bukan menjauhi, atau memutuskan silaturahim.


Silaturahim dapat dilakukan dengan memberikan harta kepada kerabat untuk satu kali keadaan, pemenuhan kebutuhan kerabat pada kali yang lain, dengan khidmah kepada kerabat, atau mengunjungi mereka. (Imam An-Nawawi, Kitab Raudhatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz V, halaman 26).


Adapun pada kondisi terkendala jarak seperti dalam situasi pembatasan sosial atau social distancing silaturahim tetap diperintahkan. Hanya saja bentuk silaturahimnya berbeda dengan bentuk silaturahim tatap muka.


Silaturahim pada masa pandemi seperti ini dalam dilakukan dengan korespondensi, bertukar kabar melalui pesan singkat, kontak langsung via telpon, atau komunikasi melalui berbagai aplikasi digital yang tersedia belakangan ini sebagaimana keterangan Imam An-Nawawi berikut:


وفي حق الغائب بنحو هذا وبالمكاتبة وإرسال السلام عليه ونحو ذلك


Artinya, “Terhadap kerabat yang ghaib (tidak hadir karena domisilinya jauh), silaturahim dapat dilakukan dengan catatan surat, sapaan salam, dan sejenisnya,” (Imam An-Nawawi, 2005 M/1425-1426 H: V/26).


Demikian keterangan silaturahim jarak jauh di masa pandemi yang dapat dilakukan di tengah pelarangan mudik, kerumunan, dan tatap muka. Sedangkan silaturahim jarak jauh dengan harta dapat difasilitasi dengan transfer via ATM atau e-banking. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)