Tasawuf/Akhlak

Keteladanan Syekh Mulla Ramadhan al-Buthi di Majelis Maulid Nabi

NU Online  ยท  Rabu, 3 September 2025 | 11:00 WIB

Keteladanan Syekh Mulla Ramadhan al-Buthi di Majelis Maulid Nabi

Poto Syekh Mula al-Buthi, ayah Syekh Sa'id Ramadhan al-Buthi. Sumber: https://www.naseemalsham.com/persons/sh_mulla_ramadan

Syekh Mulla Ramadhan al-Buthi dikenal selalu menghadiri majelis Maulid Nabi. Pandangan ini diuraikan secara langsung oleh putranya, Syekh Saโ€™id Ramadhan al-Buthi, dalam karyanya "Hadza Walidi." Kitab tersebut mengisahkan perjalanan hidup ayah beliau, Syekh Mulla Ramadhan al-Buthi, dan di dalamnya Syekh Saโ€™id secara lugas menjelaskan pandangan sang ayah mengenai peringatan Maulid Nabi. Bahkan, topik ini dibuatkan pembahasan tersendiri, terpisah dari bagian lain. (Hadza Walidi, [Beirut: Darul Fiqr, t.t.], hlm. 122โ€“124).


Syekh Sa'id Ramadhan al-Buthi menuturkan bahwa sang ayah senantiasa menghadiri majelis Maulid Nabi Muhammad SAW selama di dalamnya tidak terdapat kemungkaran ataupun bidโ€˜ah tercela. Lebih jauh, sang ayah menggolongkan majelis Maulid Nabi, selama terbebas dari hal-hal yang diharamkan, seperti percampuran bebas antara laki-laki dan perempuan, sebagai majelis dzikir yang disunnahkan Nabi SAW. Menurut beliau, majelis tersebut masuk dalam ruang lingkup hadis sahih yang diriwayatkan Imam Muslim, yaitu:


ู„ุง ูŠูŽู‚ู’ุนูุฏู ู‚ูŽูˆู…ูŒ ูŠูŽุฐูƒูุฑููˆู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุญูŽูู‘ูŽุชู’ู‡ูู…ู ุงู„ู…ูŽู„ุงุฆููƒูŽุฉู ูˆุบูŽุดููŠูŽุชู’ู‡ูู…ู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽุฉู ูˆูŽู†ูŽุฒูŽู„ูŽุชู’ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ุงู„ุณู‘ูŽูƒููŠู†ูŽุฉู ุ› ูˆูŽุฐูŽูƒูŽุฑูŽู‡ูู…ู ุงู„ู„ู‡ู ูููŠู…ูŽู†ู’ ุนูู†ู’ุฏูŽู‡ู (ุฑูˆุงู‡ ู…ุณู„ู…)


Artinya: โ€œTidak duduk suatu kaum yang berdzikir kepada Allah kecuali dikelilingi Malaikat, dilimpahi rahmat, turun kepada mereka ketenangan (ketentraman hati), dan disebut-sebut oleh Allah di hadapan para makhluk di sekeliling-Nya.โ€ (HR. Imam Muslim)


Syekh Saโ€™id menjelaskan ย bahwa hadits ini merupakan dalil keutamaan majelis dzikir. Dan tidak diragukan lagi bahwa majelis shalawat, pujian-pujian, atau sanjungan-sanjungan kepada Nabi SAW adalah termasuk paling utamanya majelis dzikir, sebagaimana lazimnya majelis Maulid Nabi. Oleh sebab itu, jelas majelis Maulid Nabi masuk dalam cakupan hadits di atas.


Namun demikian, Maulid Nabi yang di dalamnya ada unsur kemungkaran, seperti bercampurnya antara laki-laki dan perempuan, disenandungkan syair-syair yang tidak sesuai petunjuk Nabi, dan lainnya, hukumnya mengikuti pada mafsadah (kemungkaran tersebut), tidak pada maslahatnya. Hal ini sesuai dengan menerapkan kaidah fiqih berikut:ย 


ุฏูŽุฑู’ุกู ุงู„ู’ู…ูŽููŽุงุณูุฏู ู…ูู‚ูŽุฏู‘ูŽู…ูŒ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฌูŽู„ู’ุจู ุงู„ู’ู…ูŽุตูŽุงู„ูุญู


Artinya: โ€œMencegah mafsadah lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan.โ€


Pandangan Syekh Mulla Ramadhan al-Buthi tentang Majelis Maulid Nabi

Kesimpulan dari uraian Syekh Saโ€™id al-Buthi menunjukkan bahwa ayahnya, Syekh Mulla Ramadhan al-Buthi, senantiasa menghadiri majelis Maulid Nabi. Alasannya, beliau memandang Maulid Nabi termasuk kategori majelis dzikir, bahkan merupakan bentuk dzikir yang paling utama karena di dalamnya terdapat pembacaan shalawat, pujian, serta sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW.

 

Hanya saja, keutamaan ini tetap bersyarat: majelis tersebut harus terbebas dari unsur kemungkaran. Jika sudah bercampur dengan hal-hal yang mungkar, maka hukumnya mengikuti kemungkaran itu, meski tidak mengurangi kemuliaan esensi Maulid Nabi itu sendiri.


Sikap terhadap Berdiri dalam Maulid Nabi

Setelah menjelaskan hukum menghadiri majelis Maulid Nabi, Syekh Saโ€™id al-Buthi kemudian memaparkan pandangan sang ayah mengenai praktik berdiri dalam Maulid Nabi. Pada masa awal hijrahnya ke Damaskus, Syekh Mulla Ramadhan tidak ikut berdiri ketika para hadirin serentak berdiri saat pembacaan sirah Nabawiyyah, di Indonesia dikenal dengan istilah mahallul qiyam.ย 


Alasannya, beliau menganggap berdiri tersebut sebagai bidโ€˜ah yang tidak sejalan dengan prinsip utama Maulid, yakni menyimak dengan khusyuk kisah Nabi yang sedang dibacakan. Pandangan ini juga berlandaskan pada pendapat Imam Ibnu Hajar dalam Fatawi Haditsiyah yang menyatakan bahwa berdiri dalam Maulid Nabi termasuk bidโ€˜ah.


Namun, pada kemudian hari, beliau menarik kembali pendapat awalnya dan ikut berdiri sebagaimana para hadirin lain. Menurut Syekh Saโ€™id, perubahan sikap ini terjadi karena sang ayah menyadari bahwa tujuan utama dari berdiri adalah bentuk pengagungan terhadap Nabi Muhammad SAW.

 

Jika niatnya memang untuk mengagungkan, maka hal itu dianjurkan oleh syariat, selama tidak bertentangan dengan al-Qurโ€™an, Hadis, maupun hukum syariat lainnya. Dengan demikian, berdiri dalam Maulid dapat dipandang sebagai ekspresi pengagungan yang sah secara syarโ€™i.


Menjaga Etika dalam Majelis Maulid Nabi

Selain itu, Syekh Mulla Ramadhan al-Buthi juga sangat menekankan pentingnya menjaga etika di dalam majelis Maulid Nabi. Beliau mengagumi syiโ€™ir atau lantunan pujian yang ditujukan kepada Allah SWT maupun sanjungan kepada Rasulullah SAW, asalkan dilakukan dengan cara yang sesuai syariat dan penuh adab. Oleh karena itu, beliau selalu mewanti-wanti para penyair dan hadirin agar menjaga sikap seolah-olah sedang berada di hadapan Allah dan Rasul-Nya, bukan larut dalam kesenangan duniawi.


Salah satu hal yang sangat beliau ingkari adalah kebiasaan bertepuk tangan di majelis Maulid. Menurutnya, tepuk tangan merupakan bentuk kecerobohan yang tidak sesuai dengan nuansa dzikir, bahkan mayoritas ulama mengingkarinya. Baginya, majelis dzikir yang penuh keberkahan seharusnya dijaga dari praktik yang menyalahi syariat dan merusak keagungan suasana.


Syekh Saโ€™id mengisahkan sebuah peristiwa ketika sang ayah menghadiri majelis Maulid besar di Damaskus bersama para ulama. Saat mereka masuk ke masjid, masyarakat berbaris menyambut dengan lagu dan tepuk tangan. Melihat hal itu, Syekh Mulla Ramadhan sangat marah, menampakkan ekspresi keingkaran, bahkan menoleh tajam kepada ulama lain yang hanya berdiam diri tanpa sikap.


Pada akhirnya, Syekh Saโ€™id al-Buthi menegaskan bahwa ayahnya sangat memegang teguh dua prinsip penting dalam agama: berpegang pada ajaran tasawuf yang murni dan penuh adab, serta menjauhi segala bentuk bidโ€˜ah dan kemungkaran. Inilah fondasi yang selalu beliau jaga dalam menghadiri maupun menilai majelis Maulid Nabi. Wallahu aโ€˜lam.


Ustadz Syifaul Qulub Amin, Alumnus PP Nurul Cholil, kini aktif sebagai Perumus LBM PP Nurul Cholil dan Editor Website PCNU Bangkalan.