Tasawuf/Akhlak

Pengertian dan Tingkat Terendah Silaturahim

Ahad, 16 Mei 2021 | 08:00 WIB

Pengertian dan Tingkat Terendah Silaturahim

Cara menjaga silaturahim pada tingkat ini adalah kerendahan hati untuk berkomunikasi dan menyapa dengan salam. (Ibnu Alan, 2008 M: II/132).

Silaturahim diperintahkan oleh syariat Islam. Kewajiban menjaga silaturahim setidaknya dapat ditemukan pada Surat An-Nisa ayat 1 dan Surat Ar-Ra’du ayat 21. Selain ayat Al-Qur’an perintah silaturahim juga ditemukan pada sabda-sabda Rasulullah SAW.


Al-Imam Zakiyuddin Abdul Azhim Al-Mundziri dalam Kitab At-Targhib wat Tarhib minal Haditsis Syarif  (Beirut, Darul Fikr, 1998 M/1418 H: juz III, halaman 267-268) menyebutkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang kami kutip sebagiannya berikut ini:


عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليصل رحمه ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت


Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW ia bersabda, ‘Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menjaga hubungan baik dengan kerabatnya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam,’” (HR Bukhari dan Muslim).


Adapun berikut ini adalah hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang menyebutkan hikmah silaturahim dari sahabat Anas bin Malik RA.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ


Artinya, “Dari sahabat Anas bin Malik RA, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang senang diluaskan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya, hendaklah ia menjaga hubungan baik dengan kerabatnya,’” (HR Bukhari dan Muslim).


Pengertian, Hukum, dan Cara Silaturahim

Kata silaturahim diadopsi dari bahasa arab. Silaturahim terdiri atas dua kata, yaitu shilah dan rahim. Shilah secara harfiah berarti pertalian, hubungan, atau sambungan. Sedangkan rahim secara bahasa bermakna kekerabatan atau kekeluargaan/nasab.


قال العلماء: حقيقة الصلة العطف والرحمة


Artinya, “Ulama berkata, ‘Hakikat silaturahim adalah sikap lemah lembut dan kasih sayang,’” (Ibnu Alan As-Shiddiqi, Dalilul Falihin li Thuruqi Riyadhis Shalihin, [Kairo, Darul Hadits: 2008 M], juz II, halaman 133-134).


Qadhi Iyadh mengatakan, ulama tidak berbeda pendapat perihal kewajiban secara umum silaturahim dan kemaksiatan besar memutuskannya.


Menurutnya, banyak hadits menunjukkan pandangan ulama tersebut. Tetapi silaturahim memang memiliki kadar yang bertingkat-tingkat. Bentuk terendah silaturahim adalah tidak berdiam-diaman dalam komunikasi, (perang dingin atau pemutusan komunikasi dan sejenisnya). Cara menjaga silaturahim pada tingkat ini adalah kerendahan hati untuk berkomunikasi dan menyapa dengan salam. (Ibnu Alan, 2008 M: II/132).


Qadhi Iyadh menambahkan, beban silaturahim berbeda sesuai dengan tingkat kemampuan dan keperluan. Silaturahim adalah adakalanya wajib dan adakalanya sunnah. Dengan demikian, seandainya seseorang bersilaturahim pada tingkat tertentu dan tindak mencapai puncaknya, maka ia tidak dapat disebut sebagai orang yang memutuskan silaturahim. Tetapi semisal ia lalai pada tingkat silaturahim yang mampu dan seharusnya dilakukan, maka ia tidak dapat disebut sebagai orang yang menjaga tali silaturahim. (Ibnu Alan, 2008 M: II/132).


Dari keterangan Qadhi iyadh, kita dapat menarik simpulan bahwa menjaga atau menjalin tali silaturahim prinsipnya adalah menjaga hubungan baik dan komunikasi yang sehat di lingkungan keluarga maupun kerabat, meski komunikasinya tidak terlalu sering. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)