Tasawuf/Akhlak

Tips Nabi Muhammad saw dalam Mengendalikan Emosi

Ahad, 19 Desember 2021 | 06:30 WIB

Tips Nabi Muhammad saw dalam Mengendalikan Emosi

Al-Ghazali juga mengutip riwayat sahabat Ibnu Abbas ra yang menyebut pesan Rasulullah saw, “Bila kaumarah, diamlah.” (HR Baihaki).

Nabi Muhammad saw memang utusan Allah. Ia diberi amanah untuk mengemban risalah. Tetapi Nabi Mu1hammad saw juga manusia yang dapat tersulut emosinya. Namun demikian Nabi Muhammad saw juga manusia yang dapat mengendalikan amarahnya.


Abu Hurairah ra menceritakan tips yang dilakukan Rasulullah saw ketika dilanda kemarahan. Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi mengubah posisinya dari berdiri menjadi duduk dan dari menjadi berbaring.


Semua itu dilakukan sehingga kemarahannya mereda, (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439 H-1440 H], juz III, halaman 180).


Perubahan posisi itu tentu saja dilakukan bukan sekadar gerakan fisik. Perubahan posisi itu dimaksudkan agar seseorang juga lebih dekat pada tanah agar ia dapat merenung akan kerendahan dan kehinaan dirinya dari mana ia berasal serta mengingat keutamaan menahan marah dan mengingat kebesaran ganjaran memaafkan orang lain.


Perubahan posisi itu merupakan isyarat sujud yang menandai posisi kepala sebagai anggota tubuh paling terhormat pada tanah sebagai tempat paling rendah. (Al-Ghazali, 2018 M/1439 H-1440 H: III/180).


***


Nabi Muhammad saw juga menganjurkan orang yang sedang dilanda kemarahan untuk berta’awudz dan berwudhu. Nabi Muhammad saw bersabda, “Kemarahan itu adalah api yang menyala di dalam hati.”


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الغضب من الشيطان وإن الشيطان خلق من النار وإنما تطفأ النار بالماء فإذا غضب أحدكم فليتوضأ


Artinya, “Marah itu berasal dari setan. Setan diciptakan dari api. Api dapat dipadamkan oleh air. Bila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia berwudhu,” (HR Abu Dawud).


Al-Ghazali juga mengutip riwayat sahabat Ibnu Abbas ra yang menyebut pesan Rasulullah saw, “Bila kaumarah, diamlah.” (HR Baihaki).


Diam pada hadits tersebut tentu tidak dipahami secara sempit seperti mendiamkan orang yang menurut kita mengecewakan, tetapi diam dalam arti tidak melakukan perbuatan buruk atau mengucapkan perkataan yang tidak baik. Diam di sini tidak lain adalah menelan kemarahan itu sendiri.


ما تَجَرَّعَ عبدٌ جرعةً أفضلَ عند الله من جرعة غَيْظٍ يكظمُها ابتغاءَ وجه الله


Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Tidak ada tegukan seorang hamba yang lebih utama di sisi Allah melebihi tegukan seseorang menahan marah karena mengharapkan ganjaran Allah,’” (HR Bukhari dalam Kitab Al-Adabul Mufrad).

 


Diam merupakan jalan paling selamat karena keburukan ucapan dan perbuatan dapat melahirkan penyesalan di kemudian hari. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)