Tuntunan Penyucian Jiwa Menurut Al-Ghazali dan Serat Centini
-
Fathoni Ahmad
- Kamis, 15 Juli 2021 | 01:45 WIB
Catatan sejarah penyebaran Islam di Nusantara tidak terlepas dari para dai mistik yang berhaluan tasawuf, terutama dilakukan oleh para Wali Songo. Berbagai sumber sejarah, kitab-kitab klasik, dan manuskrip tidak sedikit yang berisi ajaran-ajaran tasawuf yang berkaitan dengan penyucian lahir dan batin, seperti yang ada di Serat Centini.
Mengkaji tentang tasawuf tentu tidak lepas dari seorang hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali. Namun, tidak hanya ilmu pembukaan hati (mukasyafah), tetapi Al-Ghazali juga mengajarkan ilmu pengamalannya (mu’amalah). Hal ini menunjukkan bahwa Al-Ghazali mengintegrasikan antara ilmu syariat dan hakikat.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin menegaskan sikapnya terkait dikotomi ilmu tasawuf dan syariat berupa hukum fiqih. Ia menentang keras orang-orang tasawuf yang mengingkari ibadah ritual. Justru menurut penganggit kitab Ihya’ Ulumiddin ini, ibadah ritual perlu dikembangkan dan dipelihara dengan menanamkan arti, makna, dan rahasia amaliah di balik kandungan ritual ibadah tersebut.
Sebagai contoh bersuci atau berwudhu, menurut Al-Ghazali tidak cukup hanya menuangkan air dan membersihkan badan dari kotoran dan najis, tetapi jauh lebih dari itu, yakni meliputi:
Pertama, membersihkan lahir (anggota-anggota badan) dan hadats dan berbagai kotoran. Kedua, membersihkan hati dari tingkah laku dan akhlak tercela. Ketiga, menyucikan anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa. Keempat, membersihkan diri dari pengabdian selain Allah SWT.
Berdasarkan ajaran Al-Ghazali itulah para penganut tasawauf di Jawa pada abad ke-19 mengajarkan tiga tingkatan bersuci dan empat tingkatan sembahyang yang bukan hanya sekadar aktivitas lahiriah semata, tetapi juga proses batiniah.
Prinsip ajaran esoteris dan eksoteris yang disampaikan Al-Ghazali di atas juga termaktub dalam Serat Centini. Dalam kitab Centini, tiga tingkatan bersuci dimaksud ialah, Pertama, bersuci membersihkan badan atau raga dengan air sebagaimana berwudhu dan mandi. Kedua, bersuci membersihkan mulut secara lahir dan batin sehingga tidak hanya dalam pengertian makan, tetapi juga baik dalam kata dan tutur. Ketiga, bersuci membersihkan hati.
Adapun empat tingkatan sembahyang dalam kitab Centini ialah; Pertama, sembah raga. Ini sama dengan shalat dalam syariat. Kedua, sembah cipta yang bisa disamakan dengan proses bertarekat. Ketiga, sembah jiwa atau hakikat. Keempat, sembah rahsa atau yang dikenal sebagai proses menuju makrifat.
Ketiga tingkatan bersuci dan keempat tingkatan sembahyang tersebut harus dilaksanakan secara utuh, lengkap, dan tidak boleh hanya salah satu saja. Hal ini sesuai dengan prinsip ajaran syariat dan hakikat dari Imam Al-Ghazali yang harus menyatu satu sama lain.
Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
Terkait
Tasawuf/Akhlak Lainnya
Rekomendasi
topik
Berita Lainnya
-
Hukum Tidak Mencium atau Melambaikan Tangan ke Ka’bah Saat Thawaf
- Syariah | Senin, 5 Jun 2023
-
PT Pusri Gelar Kajian Kitab Kuning, Diampu oleh Ketua PWNU Sumsel
- Nasional | Senin, 5 Jun 2023
-
Demi Kenyamanan Jamaah Haji, Maskapai Diminta Kooperatif, Informatif, dan Solutif
- Nasional | Senin, 5 Jun 2023
-
Sepanjang 2023, 15.500 Madrasah Ikuti Bimtek EDM eRKAM
- Nasional | Senin, 5 Jun 2023
-
Kepemimpinan Moral adalah Ideal yang Harus Dicapai Pemimpin
- Nasional | Senin, 5 Jun 2023
-
Rais 'Aam PBNU Ungkap Alasan Islam Tekankan Pentingnya Ilmu
- Jatim | Senin, 5 Jun 2023
-
Mengenal Fimosis dan Cara Mengatasinya
- Kesehatan | Senin, 5 Jun 2023
-
Kiai Miftach Jelaskan Menuju Allah, Tak Harus Tinggalkan Kepentingan Dunia Seutuhnya
- Nasional | Senin, 5 Jun 2023
-
Skema Layanan Kesehatan Jamaah Haji Lansia
- Daerah | Senin, 5 Jun 2023