Bahtsul Masail

Apakah Mahar Unik Mempelai Pria Diperbolehkan dalam Islam?

Ahad, 30 Juni 2019 | 23:00 WIB

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online. Belakangan masyarakat  disuguhkan informasi mahar unik yang dipersembahkan mempelai pria untuk mempelai wanitanya. Mahar unik ini diukur dari kandungan nilai nominalnya yang begitu mahal, yaitu kendaraan mewah maupun dari kandungan nominalnya yang begitu terjangkaunya, yaitu tiga butir telur ayam. Mohon penjelasan atas masalah ini. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Zainal Arifin/Jakarta)
 
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut mahar atau maskawin sebagai pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah.
 
Dalam kajian fiqih, penyerahan mahar atau maskawin dapat ditunda, diangsur, atau diutangkan.
 
Dasar kewajiban mahar atau maskawin adalah Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 4:
 
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
 
Artinya, “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”
 
Ulama berbeda pendapat. Abu Tsaur menentukan seberat 500 dirham untuk mahar. Sementara Imam Abu Hanifah menetapkan 10 dirham untuk mahar. Sedangkan Mazhab Syafi‘i tidak memberikan batasan terkait jumlah dan bentuk mahar.
 
Sebagaimana dimaklum, satu dirham merupakan mata uang seberat 2,975 gram dengan bahan dasar perak. Jumlah 2,975 gram perak ini dapat dikonversi ke dalam rupiah sesuai dengan harga perak yang sedang berlaku. 
 
قوله (وليس لأقل الصداق وأكثره حد ويجوز أنه يتزوجها على منفعة معلومة) ليس للصداق حد في القلة ولا في الكثرة بل كل ما جاز أن يكون ثمنا من عين أو منفعة جاز جعله صداقا
 
Artinya, “(Tidak ada batas minimal dan batas maksimal mahar. Seseorang boleh mengawini seorang perempuan dengan mahar berupa jasa bermanfaat tertentu). Tidak ada batas minimal dan maksimal mahar. Semua yang mungkin mengandung nilai baik berupa barang maupun jasa, boleh dijadikan mahar,” (Lihat Taqiyydin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Surabaya, Nur Amaliyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 64).
 
Meski tidak menetapkan batasan minimal dan maksimal, Mazhab Syafi‘i menganjurkan mempelai pria memberikan mahar tidak kurang dari 10 dirham. Hal ini dimaksudkan untuk keluar dari perbedaan pendapat dengan Imam Abu Hanifah.
 
نعم يستحب أن لا ينقص عن عشرة دراهم للخروج من خلاف أبي حنيفة ويستحب أن لا يزاد على صداق أزواج رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو خمسمائة درهم
 
Artinya, “Tetapi besaran mahar dianjurkan tidak kurang dari 10 dirham untuk keluar dari khilaf Imam Abu Hanifah, dan tidak lebih dari mahar istri Rasulullah, yaitu sebesar 500 dirham,” (Lihat Taqiyydin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Surabaya, Nur Amaliyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 64).
 
Selain soal jumlah, Mazhab Syafi‘i juga tidak menentukan bentuk mahar. Mempelai pria dapat menyediakan jasanya yang mengandung manfaat dan maslahat sebagai bentuk maskawinnya. Jasa itu dapat berbentuk pengajaran Al-Quran, jasa konveksi, jasa penyalinan buku, atau penulisan syair, dan bentuk jasa lainnya.
 
قوله (ويجوز أن يتزوجها على منفعة معلومة) كتعليمها القرآن أي وكخياطة ثوب وكتابة نحو دلائل الخيرات ومثل لقرآن الفقه والحديث والشعر الجائز وغير ذلك مما ليس بمحرم ولا فرق في تعليم القرآن بين أن يكون لكله كما هو ظاهره أو لسورة معينة منه كالفاتحة وغيرها أو لقدر معين من سورة معينة من سورة يس إن كانت تعرفه
 
Artinya, “(Seseorang boleh mengawini seorang perempuan dengan mahar berupa jasa bermanfaat tertentu) seperti jasa mengajarkan Al-Qur’an, seperti juga menjahitkan pakaian, menuliskan misalnya kitab Dala’ilul Khairat. Seperti Al-Quran, jasa pengajaran fiqih, hadits, syair yang boleh, dan selain itu yang tidak diharamkan. Tidak ada perbedaan apakah pengajaran Al-Qur’an 30 juz sebagaimana zahirnya, atau surat tertentu semisal Al-Fatihah dan surat lainnya, atau kadar tertentu dari surat tertentu, Surat Yasin misalnya jika ia mengetahuinya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 126-127).
 
Lalu bagaimana dengan mahar unik yang menarik perhatian masyarakat belakangan ini? Pada prinsipnya, agama Islam tidak memberatkan kedua calon mempelai terkait mahar terkait nilai maupun bentuknya. Mempelai pria umumnya memberikan perhiasan atau seperangkat alat shalat.
 
Hanya saja kami menyarankan masyarakat terutama pihak mempelai laki-laki dan mempelai perempuan beserta keluarganya untuk “menentukan” mahar sesuai dengan “standar” umumnya di masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar mempelai pria, mempelai wanita, atau keluarganya mengada-adakan dengan cara memaksakan diri di luar kemampuan.
 
Namun, tidak ada halangan bila mempelai pria ingin memberikan mahar unik yang mewahnya fantastis karena memang kemampuannya demikian. Tetapi kita juga tidak perlu mengecilkan terlebih lagi mencemooh mahar unik seseorang karena keterbatasan kemampuan mempelai pria. Yang jelas, mahar baik berupa barang atau jasa harus mengandung nilai manfaat.
 
Yang perlu kita lakukan adalah menyatakan kebahagiaan atas kebahagiaan mereka dengan berkirim hadiah atau capan selamat, dan mendoakan mereka agar dapat menjalankan rumah tangga dengan penuh keberkahan.
 
Demikian jawaban kami, semoga dipahami dengan baik. Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
 
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
 
 
(Alhafiz Kurniawan)