Bahtsul Masail

Benarkah Rasulullah Mengajarkan Doa Rihul Ahmar?

Sel, 20 Februari 2024 | 09:00 WIB

Benarkah Rasulullah Mengajarkan Doa Rihul Ahmar?

Doa. (Foto: Freepik)

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Yth. Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya mau menanyakan hadits Nabi yang mengajarkan doa Rihul Ahmar ketika cucunya sakit seperti ini riwayatnya:


"Diriwayatkan cucu Nabi Muhammad saw terkena Rihul Ahmar, sehingga keluar darah dari rongga hidungnya. Maka datang Malaikat Jibril kepada Nabi dan bertanya Nabi kepada Jibril. Maka [Jibril] menghilang sebentar, lalu ia kembali mengajari seraya doa Rihul Ahmar kepada Nabi saw, kemudian dibaca doa tersebut kepada cucunya dan dengan sekejap cucu Rasulullah langsung sembuh begitu saja. Lalu bersabda Nabi saw bersabda, “Bahwa barang siapa membaca do’a stroke/doa Rihul Ahmar walau sekali dalam seumur hidupnya, maka akan dijauhkan dari penyakit Angin Ahmar atau Stroke."


Doa tersebut adalah:


اللهم إني أعوذبك من الريح الأحمر والدم الأسود والداء الأكبر


Allahumma inni a’udzubika minarrihil ahmar, waddamil aswad, wadda`il akbar


Artinya: “Ya Allah Tuhanku lindungi aku dari angin merah dan lindungi aku dari darah hitam (stroke) dan dari penyakit berat."


Pertanyaannya: Apakah hadits ini shahih? terima kasih. Wassalamu‘alaikum Wr. Wb.  (Fedianto Pranoto/Bogor)


Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Terima kasih atas pertanyaannya, semoga penanya selalu berada dalam lindungan Allah swt. Pertama kami ingin menginformasikan bahwa doa-doa yang bersumber dari Nabi Muhammad saw atau doa-doa para nabi-nabi lainnya yang dimuat dalam Al-Qur'an atau bahkan doa-doa para sahabat yang dimuat dalam hadits biasa disebut sebagai ‘doa al-ma’tsur’ atau ‘al-ma’tsurat’.


Berdoa sendiri adalah aktivitas yang sangat dianjurkan, baik berdoa dengan lafaz doa al-ma’tsur ataupun bukan. Allah ta’ala berfirman dalam surat Ghafir ayat ke-60:


وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَࣖ ۝٦٠


Artinya: “Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.”


Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menegaskan bahwa Allah menyukai hamba-Nya yang berdoa dan meminta kepada-Nya. Bahkan beberapa ulama menegaskan, Allah murka terhadap hamba yang seolah tidak butuh kepada-Nya (baca: tidak mau berdoa). (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quranil ‘Azhim, [Beirut: Darul Fikr, 1994], jilid IV, hal. 104).


Terkait dengan pertanyaan penanya sendiri, kami belum menemukan sumber yang valid terkait jenis penyakit dengan nama Arrihul Ahmar atau dalam bahasa Indonesia adalah angin merah. Di sisi lain, sebutan Arrihul Ahmar kami dapati dalam kamus kosakata bahasa Arab berjudul Tajul ‘Arusy min Jawahiril Qamus karya Mustadha az-Zabidi.  


Penyebutan Arrihul Ahmar adalah ketika mendeskripsikan makna tumbuhan Al-Badzaruj atau dikenal dengan Selasih atau Daun Basil (Ocimum Basilicum) atau dinisbatkan juga kepada tumbuhan lemon balm (Melissa officinalis). (Lihat sumber ini)


Guru kita berkata, [tumbuhan ini] kerap disebut ‘Sulaimani’, alasannya jin membawanya kepada nabi Sulaiman, kemudian tumbuhan ini digunakan untuk mengobat penyakit Angin Merah (Arrihul Ahmar).” Ujar Murtadha az-Zabidi. (lihat Murtadha az-Zabidi, Tajul ‘Arusy, [Darul Hidayah, t.t.], jilid V, 414). 


Selain itu, Arrihul Ahmar atau angin merah pernah dideskripsikan oleh Ad-Dairabi dalam karyanya, Fathul Malik al-Majid. Kisah tersebut sebagai berikut:


Diriwayatkan dari Asif bin Barkhiya (tokoh yang membawa takhta Ratu Balqis kepada Nabi Sulaiman), ia berkata, suatu hari ketika nabi Sulaiman sedang duduk di tempat tidur kerajaannya, telah hadir di hadapannya orang-orang besar. Nabi Sulaiman dilayani oleh jin, manusia, angin, binatang buas, dan burung, dan saat itu Nabi Sulaiman sedang memutuskan perkara di antara mereka.


Nabi Sulaiman berkata kepada kawan-kawannya, “Allah telah menundukkan untukku jin, manusia, binatang buas, burung-burung, dan babon kuning (papio cynocephalus). Apakah Allah swt menciptakan suatu ciptaan dan tidak menundukkan mereka untukku?


Asif menjawab, “Mohon maaf Wahai Nabi Allah, setiap kali Allah menundukkan bagimu suatu makhluk, dia hanyalah secuil kecil dari kekuasaan Allah.” 


Tidak berselang lama, satu makhluk setinggi dan selebar 40 [tidak disebutkan patokan ukurannya, entah meter atau yang lainnya], di hadapan Nabi Sulaiman dan mulai menyemburkan api. Nabi Sulaiman dan para sahabatnya takut. Asif bin Barkhiya berkata kepada Nabi Sulaiman, “Jangan takut, ucapkan, 'Allahu Akbar' tiga kali.” 


Asif bin Barkhiya berkata kepada makhluk api tersebut, “Aku bersumpah padamu, wahai makhluk api, beritahukan kami siapa dirimu , siapa namamu, apa yang menimpamu, dan apa pekerjaanmu nanti?” 


Wahai Nabi Allah, akulah angin merah dan penyakit terbesar, tugasku adalah apabila Allah ingin menghukum salah satu ciptaan-Nya di dunia yang disebabkan oleh salah satu penyakit atau salah satu penyakit yang telah Ia beri tugas itu kepadaku, dan aku mempunyai penolong yang mengabdi kepadaku atas perintah Allah. Allah menitipkan kepadaku empat ratus penyakit, Ia ciptakan dan berikan untuk masing-masing penyakit salah satu obatnya.


Nabi Sulaiman pun bertanya kepadanya, “Aku bertanya kepadamu, demi Tuhan yang telah menciptakanmu, berapa banyak cabang yang ada di sana?” 


Makhluk tersebut menjawab, “Wahai Nabi Allah, adapun penyakit-penyakit itu cabang-cabangnya banyak, dan penyakit yang saya bawa ada empat belas di antaranya: penyakit ambeien, penyakit fistula, perut kembung, keroncongan, perut kembung dengan pembusukannya, pusar dan jantung tertekan, nyeri pinggang dan punggung, sakit kepala, dan perut kembung.” (Ad-Dairabi, Fathul Malik al-Majid, [Mesir: Al-Maktabah at-Tijariyyah al-Kubra, hal. 199-120).


Adapun doa tersebut tidak sama sekali kami temukan dalam deretan doa-doa al-ma’tsur dalam hadits. Selain itu, pertanyaan terkait hadits tersebut shahih atau tidak, tentu jawabannya adalah tidak. Sebab tidak ada doa dalam hadits yang menyebut secara spesifik Arrihul Ahmar


Hanya saja, kami menemukan bahwa Nabi Muhammad saw dalam hadits yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi pernah mengingatkan umatnya agar jangan mencela angin, akan tetapi hendaknya seseorang apabila diterpa angin agar berdoa sebagaimana yang beliau ajarkan. Dalam hadits disebutkan:


لا تَسُبُّوا الرِّيحَ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مَا تَكْرَهُونَ فَقُولُوا: اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هذِهِ الرِّيحِ، وخَيْرِ مَا فِيهَا، وخَيْرِ مَا أُمِرَتْ بِهِ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيحِ، وَشَرِّ مَا فِيهَا، وشرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ


Artinya: “Jangan kalian mencela angin. Jika kalian melihat angin yang tidak kalian sukai maka ucapkanlah doa ‘Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu dari kebaikan angin ini dan kebaikan apa yang ada padanya dan kebaikan apa yang Engkau perintahkan kepada angin tersebut. Kami berlindung kepada-Mu dari kejelekan angin ini dan dari kejelekan apa yang ada padanya dan dari kejelekan apa yang Engkau perintahkan kepadanya.” (HR. At Tirmidzi).


Imam Abu Dawud juga meriwayatkan hadits serupa dalam Sunan-nya, yaitu:


الرِّيحُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ قَالَ سَلَمَةُ فَرَوْحُ اللَّهِ تَأْتِي بِالرَّحْمَةِ وَتَأْتِي بِالْعَذَابِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَلَا تَسُبُّوهَا وَسَلُوا اللَّهَ خَيْرَهَا وَاسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا


Artinya: “Angin adalah sebagian dari rahmat Allah. Datang dengan membawa rahmat dan datang juga dengan azab. Jika kalian melihatnya, maka janganlah kalian mencacinya dan mohonlah kebaikan angin kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari keburukan angin.” (HR Abu Dawud).


Dua riwayat di atas menjelaskan bahwa Nabi saw juga pernah berdoa tentang angin secara global, tidak spesifik kepada ‘Angin Merah’. Selanjutnya, doa yang tidak ma’tsur dan tidak bersumber dari kitab-kitab tafsir maupun hadits dapat diamalkan oleh siapa saja. 


Sikap kita yang paling bijaksana dalam menyikapi doa ini adalah dapat diamalkan sebagaimana hak setiap orang untuk berdoa dan meminta apa saja kepada Allah, akan tetapi tidak meyakini bahwa doa tersebut bersumber dari Nabi, sebab tidak memiliki jalur periwayatan.


Sikap ini seperti layaknya respons Imam al-Adzra’i yang dikutip oleh as-Suyuthi dalam Tuhfatul Abrar terhadap doa-doa membasuh anggota tubuh saat berwudhu, ia berkata:


لا ينبغي تركه، ولا يعتقد أنه سنة، فإن الظاهر أنه لم يثبت فيه شىء.   


Artinya: “Tidak seyogianya meninggalkan doa-doa tersebut, dan jangan meyakini bahwa ia bagian dari hadits Nabi, sebab doa-doa tersebut tidak memiliki sumber.” (As-Suyûthi, Tuhfatul Abrar bi Nukti al-Adzkar, [Madinah: Maktabah Darut Turats, 1987], hal. 141).


Demikianlah jawaban dan respons kami terhadap pertanyaan penanya. Kiranya apabila ada kesalahan dan kekurangpuasan terhadap jawaban yang kami lampirkan mohon diberikan pintu maaf. Wallahu a’lam.


Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences