Hukum Hubungan Intim di Siang Ramadhan untuk Pasutri yang Tidak Berpuasa
Rabu, 12 Maret 2025 | 18:00 WIB
Muhamad Hanif Rahman
Kolomnis
Assalamu'alaikum wr wb. Maaf saya mau tanya bagaimana hukum hubungan intim di siang harinya bulan Ramadhan untuk laki-laki yang sakit dengan istrinya yang sedang hamil. Keduanya sedang tidak bisa menjalankan puasa. Keduanya ingin melakukan hubungan di siang hari karena kalau malam biasanya kondisi susah untuk mandi junub dan alasan lainnya. Kondisi laki-laki juga lebih tidak fit di malam harinya.
Jawaban
Wa'alaikumsalam wr wb. Penanya dan pembaca setia NU Online yang budiman. Semoga kita semua diberi kesehatan dan kekuatan untuk beribadah utamanya di dalam bulan yang penuh berkah dan maghfirah ini. Amin.
Memang benar melakukan hubungan intim suami istri di siangnya bulan Ramadhan adalah dilarang. Selain berdosa, pelakunya wajib mengqadha' dan membayar kafarat. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu sebagai berikut:
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ ﷺ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ، قَالَ: «مَا لَكَ؟» قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا؟» قَالَ: لَا، قَالَ: «فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟» قَالَ: لَا، قَالَ: «هَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا؟» قَالَ: لَا قَالَ: «اجْلِسْ» وَمَكَثَ النَّبِيُّ ﷺ، فَبَيْنَمَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ ﷺ بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ، وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ الضَّخْمُ، قَالَ: «أَيْنَ السَّائِلُ؟»، قَالَ: أَنَا، قَالَ: «خُذْ هَذَا فَتَصَدَّقْ بِهِ»، فَقَالَ الرَّجُلُ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ أَهْلُ بَيْتِ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي؟ ! فَضَحِكَ النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ: «أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ»» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya,"Pada suatu saat ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah saw, seseorang lelaki datang dan berkata: 'Wahai Rasulullah saw, celakalah aku.' Rasulullah saw bertanya: 'Apa yang telah membuatmu celaka?' Ia menjawab: 'Aku melakukan hubungan intim dengan istriku padahal aku sedang berpuasa.'
Rasulullah bertanya kepadanya,'Apakah kamu memiliki budak untuk kau bebaskan?' Ia menjawab: 'Tidak.' Rasulullah bertanya, 'Dapatkah kamu puasa dua bulan penuh?' Ia menjawab: 'Tidak.' Rasulullah bertanya: 'Dapatkah kamu memberi makan 60 orang miskin?' Ia menjawab: 'Tidak.'
Nabi pun termenung sejurus dan pada saat yang bersamaan sekeranjang penuh kurma dibawa ke hadapannya. Nabi bertanya, 'Mana orang yang bertanya tadi?' Orang itu menjawab, 'Aku di sini.'
Nabi bersabda kepadanya: 'Bawalah ini dan sedekahkanlah.' Orang itu berkata,'Haruskah aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada ku? Demi Allah, tidak ada keluarga di antara dua gunung ini (Madinah) yang lebih miskin daripadaku.'
Nabipun tersenyum hingga tampak gigi serinya dan bersabda, 'Berikanlah makanan ini kepada keluargamu.' (Muttafaqun 'Alaih).
Dari hadits ini kemudian ulama merumuskan hukum bahwa barang siapa yang berhubungan intim suami istri di siang hari bulan Ramadhan dengan sengaja, sedangkan ia berstatus mukallaf (baligh dan berakal), serta telah berniat puasa dari malam hari, maka ia berdosa karena hubungan intim tersebut membatalkan puasanya.
Karenanya, wajib baginya mengqadha' puasa dan membayar kafarat, yaitu membebaskan seorang budak mukmin, dalam konteks tempo dulu saat berlaku perbudakan. Jika ia tidak mendapatkannya seperti zaman sekarang, maka wajib baginya berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika ia tidak mampu melaksanakannya, maka wajib baginya memberi makan 60 orang miskin atau fakir, dengan ukuran satu mud untuk setiap orang, yaitu dari makanan pokok yang sah digunakan dalam zakat fitrah.
Jika ia tidak juga mampu melakukan semua itu, maka kafarat tetap menjadi tanggungannya. Apabila ia mampu di kemudian hari untuk melakukan salah satu dari tiga bentuk kafarat tersebut, wajib baginya melaksanakannya.". (Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 139-140).
Namun demikian, tidak dapat dipahami bahwa semua hubungan badan di siangnya bulan Ramadhan mewajibkan kafarat sebagaimana di atas. Ada detail pemahaman yang perlu dijelaskan misalnya terkait hubungan badannya. Artinya apakah batalnya puasa disebabkan hubungan badan atau selainnya.
Berikut penjabaran Syekh Ibrahim Al-Bajuri:
وخرج بالوطء سائر المفطرات كالأكل والشرب وإن وطيء بعده أو معه، وهذه حيلة في إسقاط الكفارة دون الإثم
Artinya, "Yang dikecualikan dengan ungkapan jima‘ (bersetubuh) adalah pembatal puasa lainnya, seperti makan dan minum, meskipun seseorang melakukan jima‘ setelah atau bersamaan dengan makan dan minum. Ini merupakan suatu cara untuk menggugurkan kewajiban kafarat, tetapi tidak menggugurkan dosa." (Hasyiyah Al-Bajuri 'ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: t.t], juz I, halaman 568).
Dari penjelasan Syekh Al-Bajuri di atas dapat dipahami, hubungan badan yang dilakukan di siang bulan Ramadhan dan dilakukan setelah membatalkan puasanya terlebih dengan semisal makan atau minum, maka tidak mewajibkan kafarat namun tetap berdosa.
Kemudian terkait dengan pertanyaan penanya yang tidak berpuasa Ramadhan karena suami sakit dan istri hamil, lalu pada siang harinya mereka melakukan hubungan intim suami istri, maka kedua alasan tersebut, sakit dan hamil adalah alasan yang diperbolehkan oleh syara' untuk tidak berpuasa.
Dengan demikian hubungan intim suami istri yang dilakukan oleh keduanya tidak dilarang, sebab yang dilarang adalah membatalkan puasa dengan bersetubuh. Sementara yang dialami penanya tidak demikian. Walhasil, kedunya hanya berkewajiban mengqadha' puasa tanpa tambahan membayar kafarat.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat. Amin. Wallahu a'lam.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Terpopuler
1
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Kembali Suci dengan Ampunan Ilahi dan Silaturahmi
2
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Istri, Anak, Keluarga, hingga Orang Lain, Dilengkapi Latin dan Terjemah
3
Habis RUU TNI Terbitlah RUU Polri, Gerakan Rakyat Diprediksi akan Makin Masif
4
Kultum Ramadhan: Mari Perbanyak Istighfar dan Memohon Ampun
5
Fatwa Larangan Buku Ahmet T. Kuru di Malaysia, Bukti Nyata Otoritarianisme Ulama-Negara?
6
Gus Dur Berhasil Perkuat Supremasi Sipil, Kini TNI/Polri Bebas di Ranah Sipil
Terkini
Lihat Semua