Hikmah

Biografi Syekh Muhammad an-Najjar dan Karamah Bacaan Al-Qur’annya

Sen, 15 November 2021 | 07:00 WIB

Biografi Syekh Muhammad an-Najjar dan Karamah Bacaan Al-Qur’annya

Biografi Syekh Muhammad an-Najjar dan Karamah Bacaan Al-Qur’annya

Salah satu ulama yang sangat masyhur di kalangan mazhab Syafi’iyah adalah Syekh Muhammad bin Najjar ad-Dimyathi. Ia tidak hanya figur ulama yang sangat alim tapi juga salah satu ulama yang memiliki jasa besar dalam perkembangan Islam, khususnya ilmu Al-Qur’an dan fiqih. Ia juga memiliki suara yang merdu nan indah, sehingga bacaan Al-Qur’annya mampu membuat orang lain merasa tersentuh dengan kandungan dan isinya.

 

Perjalanan Intelektual Syekh Muhammad an-Najjar

Nama lengkapnya adalah Aminuddin Muhammad bin Ahmad bin Isa bin an-Najjar ad-Dimyathi. Ia dilahirkan di desa Qahirah, salah satu desa yang terletak di kota Mesir. Hanya saja, pada masa pertumbuhannya, ibunya pindah dari desa Qahirah menuju desa Dimyath, salah satu kota yang terletak di Laut Tengah, tepatnya di muara Delta sungai Nil.

 

Menurut salah satu riwayat, Muhammab bin Najjar dilahirkan pada tanggal 14 Dzulhijjah, tahun 845 H. Ada juga yang mengatakan, ia dilahirkan pada bulan Jumadal Ula tahun 762 H. Sedangkan mengenai wafatnya, para ulama pun berbeda pendapat. Ada yang mengatakan beliau wafat pada malam Sabtu, 27 bulan Dzulqa’dah 928 H, ada juga yang mengatakan 27 Dzulqa’dah 929 H. (Najmuddin al-Ghazzi, al-Kawakibus Sa’irah bi A’yanil Miatil ‘Asyirah, [Lebanon: Darul Kutubil ‘Ilmiah, 1997, juz I, h. 32).

 

Pada mulanya, Muhammad an-Najjar mendapatkan bimbingan langsung dari ayahnya. Ketekunan dan rasa haus akan ilmu pengetahuan sangat tampak darinya. Semua ilmu yang dimiliki ayahnya ia lahap secara perlahan. Semangatnya sangat menggelora. Ilmu pertama yang ia pelajari dan sangat ditekuni adalah Al-Qur’an.

 

Selain belajar kepada orang tuanya, ia juga belajar kepada guru-guru Al-Qur’an yang ada pada desa Dimyath saat itu. Di antara gurunya adalah (1) Syekh Ibnu Asad, (2) Syekh Abdud Daim, (3) Syekh Nurul Imam, dan beberapa guru Al-Qur’an lainnya. Dari guru-guru tersebut, An-Najjar memiliki perkembangan yang sangat pesat dalam masalah Al-Qur’an. Bahkan, pada umur yang masih relatif muda, ia sudah mampu menghafalkan Al-Qur’an dan beberapa matan kitab lainnya.

 

Setelah Muhammad an-Najjar belajar Al-Qur’an, tiba saatnya untuk mengembara ilmu-ilmu yang lain kepada para ulama-ulama tersohor di Mesir saat itu. Ia belajar ilmu hadits kepada Syekh Syamsu bin ‘Imad, Syekh Syihab al-Hijazi, Syekh Jalal bin al-Mulaqqin. Dalam ilmu fiqih, ia belajar kepada Syekh Zain bin Abdul Lathif, Syekh al-Manawi, dan Imam al-‘Ubbadi dan beberapa guru lainnya.

 

Di bawah bimbingan ulama-ulama tersohor ini, ia tumbuh sebagai sosok yang sangat semangat. Tidak ada waktu yang ia sia-siakan, semuanya digunakan untuk mempelajari ilmu dan memperluas wawasannya. (Syamsuddin As-Sakhawi, ad-Dlauul Lami’ li Ahlil Qurunit Tasi’, [Maktabah al-Hayah, cetakan pertama: 2000], juz III: h. 373).

 

 

Rihlah yang ditempuh oleh Muhammad an-Najjar sebagai sosok yang haus akan ilmu sangat menginspirasi. Ia sangat semangat dalam meraih ilmu. Di bawah bimbingan para ulama, ia tumbuh menjadi sosok yang sangat cerdas, paham ilmu fiqih dengan semua cabang-cabangnya, memiliki rasio yang luas, sehingga sangat mudah untuk dimengerti semua penjelasannya. Tidak hanya itu, ia juga menjadi salah satu ulama yang sangat kuat daya hafalnya, lembut suaranya, dan sangat luhur etikanya.

 

Setelah beberapa tahun hidup dalam pengembaraan menjadi seorang thalib (penuntut ilmu), saatnya ia menuai hasil. Syekh Muhammad an-Najjar akhirnya mulai mandiri, dan bisa merumuskan pendapat sendiri dalam cabang tafsir, hadits, ilmu fiqih, dan beberapa cabang ilmu lainnya. Ilmunya yang sangat luas menjadikannya sebagai salah satu ulama yang sangat disegani oleh para pembesar Mesir dan dicintai oleh semua rakyatnya. Hal itu ditandai dengan dakwahnya yang selalu dinanti dan disenangi oleh masyarakat.

 

Karamah Syekh Muhammad an-Najjar

Syekh Abul Falah Ibnul Imad (w. 1089 H), dalam kitabnya mengatakan, Imam Muhammad an-Najjar ad-Dimyathi lahir sebagai salah satu figur teladan bagi umat Islam, potret yang memiliki ilmu sangat luas kemudian mengamalkannya. Semua itu sangat tampak dalam jiwanya. Ia sebagai Imam dalam masalah syariat, dan panutan dalam ilmu hakikat, sangat rendah hati, dan melayani anak-anak kecil beserta orang fakir-miskin, mulai dari siang hingga larut malam. Semua waktunya digunakan hanya untuk melayani umat; mulai dari ilmu, dan sandang pangan. (Ibnul Imad, Syadaratudz Dzahab fi Akhbari Man Dzahab, [Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 2001, juz VIII, h. 164).

 

Syekh Abul Falah juga mengatakan bahwa Syekh Muhammad an-Najjar ad-Dimyathi lahir sebagai salah satu figur teladan bagi umat Islam, potret yang memiliki ilmu sangat luas kemudian mengamalkannya, semua itu sangat tampak dalam jiwanya. Ia sebagai imam dalam masalah syariat, dan panutan dalam ilmu hakikat, sangat rendah hati, dan melayani anak-anak kecil beserta orang fakir-miskin, mulai dari siang hingga larut malam. Semua waktunya digunakan hanya untuk melayani umat; mulai dari ilmu, dan sandang pangan. (Ibnul Imad, Syadzâratudz Dzahab fî Akhbâri Man Dzahab, 2001, VIII: 164).

 

Di kitab yang sama disebutkan bahwa Syekh Muhammad an-Najjar selain sebagai teladan yang sangat alim, ia juga sebagai pribadi yang ahli ibadah. Ia tidak pernah meninggalkan ibadah pada malam hari (qiyamul lail), baik ketika musim panas, maupun musim dingin. Ia hanya tidur sedikit pada malam hari, kemudian melakukan shalat sunnah witir dan shalat sunnah Fajar sebanyak tujuh puluh rakaat.

 

Selanjutnya, Syekh Muhammad an-Najjar pergi ke Masjid untuk melaksanakan shalat Subuh secara berjamaah. Sebelum waktu Subuh tiba, ia masih menyempatkan diri untuk melakukan shalat sunnah Tahiyatul Masjid, kemudian membaca Al-Qur’an dengan senyap. Setelah adzan Subuh selesai, ia membaca Al-Qur’an dengan keras. Suaranya yang merdu, dan bacaannya yang tepat membuat hati masyarakat sekitar terpanggil untuk melakukan shalat Subuh secara berjamaah.

 

Melalui bacaannya itu, tidak hanya masyarakat setempat yang merasakan kerinduan untuk bermunajat kepada Allah swt, dengan cara shalat berjamaah bersama Syekh Muhammad an-Najjar, akan tetapi juga banyak orang-orang yang jaraknya sangat jauh dengan masjid, turut hadir untuk melakukan shalat berjamaah dengannya. Bahkan, bacaannya tidak hanya memberikan bekas kebaikan pada umat Islam, lebih dari itu, mampu menjadi jalan hidayah bagi orang Nasrani untuk masuk Islam. Sebagaimana disebutkan:

 

مَرَّ نَصْرَانِي مِنْ مُبَاشِرِ القَلْعَةِ يَوْمًا فِي السَّحَرِ، فَسَمِعَ قِرَائَتَهُ، فَرَقَّ قَلْبُهُ وَأَسْلَمَ عَلَى يَدَيْهِ

 

Artinya, “Seorang Nasrani lewat di depan daerah yang majemuk pada waktu sahur, maka ia mendengar bacaan (Al-Qur’an) Syekh Muhammad an-Najjar, kemudian hatinya bergetar dan masuk Islam di hadapannya” (Ibnul Imad, Syadzâratudz Dzahab fî Akhbâri Man Dzahab, [Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 2001, juz VIII, h. 165).

 

Demikian biografi singkat dan salah satu karamah Syekh Muhammad an-Najjar ad-Dimyathi. Semoga dengan membacanya, kita bisa meneladani kepribadiannya dan menambah semangat untuk memperdalam ilmu Islam. Amin.

 

Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan.