Hikmah

Kisah Ali bin Abi Thalib dan non-Muslim di Pengadilan

Sel, 31 Oktober 2023 | 21:00 WIB

Kisah Ali bin Abi Thalib dan non-Muslim di Pengadilan

Ilustrasi Ali bin Abi Thalib. (Foto: NU Online)

Dalam kitab Hilyatul Awliya, diceritakan satu kisah yang diriwayatkan oleh ayahnya Ibrahim bin Yazid al-Taimi, bahwa ‘Ali pernah kehilangan baju besi yang sangat berharga baginya. Ternyata baju besi tersebut ada pada seorang Yahudi (Ahmad bin ‘Abdillah al-Ashbahani, Hilyatul Awliya, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1405], jilid IV, hal. 139).


Kisah ini diriwayatkan dengan beragam versi, ada yang mengatakan orang yang memegang baju besi tersebut adalah Yahudi, ada juga yang menyatakan dia adalah seorang Nasrani. Namun terlepas dari itu semua, kisah ini mengandung pesan bahwa seorang pemimpin harus bersifat adil, meskipun kepada seorang non-muslim.


Baju besi tersebut hendak ditawarkan untuk dijual di sebuah pasar oleh orang non-Muslim itu. Melihat baju besi yang ia kenali ada di tangan orang tersebut, ‘Ali pun menghampirinya dan berkata, “Ini adalah baju besiku, beberapa hari lalu ia jatuh dari untaku di tempat itu (‘Ali menyebutkan suatu tempat).”


Orang non-Muslim tersebut mengingkari penuturan ‘Ali dan meminta sebuah keadilan di depan hakim. ‘Ali pun menyanggupinya dan membawa persoalan mereka kepada seorang hakim di pengadilan. Kala itu yang menjabat sebagai hakim adalah Syuraih.


Melihat ‘Ali mendekat, Syuraih berpaling dari posisinya dan ‘Ali berkata, “Jika lawanku adalah seorang Muslim, aku akan setara dengannya di persidangan, tapi aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Jangan setara dengan mereka (orang Yahudi) di persidangan, tetapi berlindunglah bersama mereka di jalan yang paling sempit. Jika mereka menangkapmu, maka pukullah mereka, dan jika mereka menyerangmu, maka perangilah mereka!.” 


Syuraih berkata, “Apapun yang kau inginkan wahai Amirul Mukminin.”


‘Ali berkata, “Baju besiku jatuh dari unta dan orang Yahudi ini mengambilnya.” 


Syuraih berkata, “Bagaimana menurutmu, Yahudi?” 


Orang tersebut berkata, “Baju besiku ini milikku.” 


Syuraih berkata, “Demi Allah, kamu benar wahai ‘Amirul Mukminin, itu adalah baju besimu, tetapi diperlukan dua orang saksi.” 


Lalu ‘Ali memanggil Qanbar, hamba sahayanya, dan Hasan bin ‘Ali supaya mereka menyaksikan bahwa itu adalah baju besinya.


Syuraih berkata, “Adapun kesaksian hamba sahayamu, kami telah menerimanya, tetapi kesaksian anakmu, kami tidak menerimanya.” 


“Aku tidak meragukan kejujuranmu, wahai Amirul Mu’minin, akan tetapi engkau tetap harus mendatangkan dua saksi yang bersaksi bahwa baju besi itu milikmu.”


‘Ali pun berencana mendatangkan anaknya, Hasan, sebagai saksi. Syuraih menjawab bahwa menjadikan anak sebagai saksi dalam persidangan adalah hal yang dilarang. ‘Ali pun kaget, seorang yang ahli surga, bahkan tidak boleh dijadikan saksi?!” Kata ‘Ali.


‘Ali melanjutnya, “Aku pernah mendengar dari Rasulullah saw:


الحسَنُ والحُسَيْنُ سيِّدا شَبابِ أَهْلِ الجنَّةِ


Artinya, “Hasan dan Husain adalah pemudanya ahli surga.”


Syuraih tetap tegas menolak sikap ‘Ali yang terus meminta untuk menjadikan Hasan sebagai saksi, sebab anaknya lah yang tahu betul bahwa baju besi tersebut adalah milik ‘Ali. Setelah proses birokrat yang dinilai cukup sulit, ‘Ali pun rela melepas baju besi kesayangannya.


“Ambil saja,” kata ‘Ali kepada orang tersebut disebabkan ketiadaan saksi. Ia pun kaget dengan sikap ‘Ali yang tiba-tiba mengikhlaskan baju besinya.


Tiba-tiba non-Muslim tersebut berkata kepada ‘Ali, “Aku bersaksi bahwa baju besi itu adalah milikmu, wahai ‘Amirul Mukminin.” 


Kemudian dia berkata dengan heran, “‘Amirul Mukminin telah menggugatku di hadapan hakimnya, dan hakim tersebut malah memvonisnya!, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” 


Maka orang non-Muslim itu masuk Islam karena melihat keadilan dalam peradilan yang terjadi antara ‘Ali dan Syuraih, serta putusan yang ditentukan dengan kebenaran dan juga sikap ‘Amirul Mu’minin yang penuh penerimaan pada putusan hakim. Tanpa keberatan, orang Yahudi itu pun masuk Islam.