Hikmah

Kisah Ka'ab bin Malik dan Tobat yang Tertunda

NU Online  ยท  Kamis, 29 Mei 2025 | 15:00 WIB

Kisah Ka'ab bin Malik dan Tobat yang Tertunda

Ilustrasi tobat. Sumber: Canva/NU Online.

Perang Tabuk, yang disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qurโ€™an, khususnya pada Surat At-Taubah, merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang sarat dengan pelajaran berharga. Setiap episode dalam perang ini mengandung hikmah yang mendalam, mulai dari ujian keimanan hingga pengorbanan para sahabat. Salah satu kisah menarik dari Perang Tabuk adalah peristiwa di mana sebagian sahabat yang tidak turut serta dalam peperangan ini, meskipun Rasulullah SAW mengajak mereka.


Perang Tabuk berlangsung dalam kondisi yang penuh tantangan: cuaca yang sangat panas, jarak tempuh yang jauh, dan ancaman musuh yang kuat. Kondisi ini menimbulkan rasa berat dan malas bagi sebagian sahabat, sehingga tidak semua memenuhi seruan Rasulullah SAW untuk berjihad. Selain kelompok yang uzur, seperti orang tua, wanita, dan anak-anak, terdapat tiga kelompok sahabat yang tidak ikut serta dalam Perang Tabuk, masing-masing dengan alasan dan konsekuensi yang berbeda.


Kelompok pertama adalah orang-orang munafik yang dengan sengaja memilih untuk tidak ikut berperang karena kelemahan iman mereka. Mereka mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakan mereka, padahal hati mereka tidak sepenuhnya bersama Rasulullah SAW. Sikap kemunafikan ini menjadi peringatan akan bahaya ketidakjujuran dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.


Kelompok kedua adalah para sahabat yang tidak ikut berperang karena rasa malas atau keterlenaan, namun segera menyadari kesalahan mereka. Dengan tulus, mereka bertaubat dan menyesali perbuatannya. Taubat mereka diterima oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Surat At-Taubah, menunjukkan rahmat Allah bagi hamba yang kembali dengan penuh penyesalan.


Kelompok ketiga adalah tiga sahabat yang tobatnya tidak segera diterima Allah SWT, sehingga nasib mereka terkatung-katung antara ampunan dan azab. Mereka adalah Kaโ€™ab bin Malik, Murarah bin Ar-Rabiโ€™, dan Hilal bin Umayyah (Lihat karya Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Dar Ihyaut Turats โ€˜Arabi, 1420 H.], juz XVI, hal. 144).


Kisah mereka diabadikan dalam Al-Qurโ€™an, tepatnya pada Surat At-Taubah ayat 106, yang berbunyi:


ูˆูŽุขุฎูŽุฑููˆู†ูŽ ู…ูุฑู’ุฌูŽูˆู’ู†ูŽ ู„ูุฃูŽู…ู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูู…ู‘ูŽุง ูŠูุนูŽุฐู‘ูุจูู‡ูู…ู’ ูˆูŽุฅูู…ู‘ูŽุง ูŠูŽุชููˆุจู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ูˆูŽุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ููŠู…ูŒ ุญูŽูƒููŠู…ูŒ


Artinya: โ€œDan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; mungkin Allah akan mengazab mereka dan mungkin Allah akan menerima taubat mereka. Allah maha mengetahui, maha bijaksana,โ€ (Q.S. Al-Taubah [9]: 106).


Kisah tiga sahabat mulia, Kaโ€™ab bin Malik, Murarah bin Ar-Rabiโ€™, dan Hilal bin Umayyah, yang tidak ikut serta dalam Perang Tabuk menjadi salah satu pelajaran berharga yang diabadikan dalam Al-Qurโ€™an, khususnya pada Surat At-Taubah ayat 106. Ayat ini turun berkenaan dengan ketiga sahabat tersebut, yang penghakimannya ditangguhkan selama lima puluh hari untuk menguji ketulusan tobat mereka. Mereka tidak ikut berperang bukan karena kemunafikan atau keraguan terhadap agama, melainkan karena rasa malas yang kemudian mereka sesali dengan mendalam (Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, [Damaskus: Darul Fikr, 1418 H], juz XI, hal. 36).


Ketiga sahabat ini adalah tokoh terhormat dari kalangan Anshar. Kaโ€™ab bin Malik, misalnya, tercatat sebagai salah satu dari tujuh puluh sahabat yang ikut dalam Baiat Aqabah, sebuah peristiwa penting sebelum hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah. Keimanan dan pengabdian mereka kepada Islam tidak diragukan, namun ujian Perang Tabuk menjadi titik balik yang mengungkap kelemahan manusiawi mereka, (Al-Baghawi, Muโ€™jamush Shahabah, [Kuwait: Maktabah Darul Bayan, 2000], juz V, hal. 106).


Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Kaโ€™ab bin Malik menceritakan pengalaman mereka selama masa penantian itu. Ketika Rasulullah SAW kembali dari Perang Tabuk, banyak orang yang tidak ikut berperang mendatangi beliau untuk menyampaikan alasan mereka. Ada yang jujur mengakui keterbatasan mereka, namun ada pula yang membuat alasan palsu, seperti kaum munafik yang sengaja menghindari jihad karena kelemahan iman.


Berbeda dengan yang lain, Kaโ€™ab bin Malik, Murarah bin Ar-Rabiโ€™, dan Hilal bin Umayyah memilih untuk jujur. Ketika menghadap Rasulullah SAW, mereka dengan terbuka mengakui bahwa mereka tidak ikut berperang karena rasa malas, tanpa mengemukakan alasan yang dibuat-buat. Kaโ€™ab bin Malik bahkan menyadari bahwa jika ia berbohong, Rasulullah SAW mungkin akan memaafkannya. Namun, ia dan kedua sahabatnya memilih kejujuran, karena mereka tahu bahwa berbohong hanya akan mengundang murka Allah SWT.


Sebagai konsekuensi dari kejujuran mereka, Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk menangguhkan penghakiman terhadap ketiga sahabat ini selama lima puluh hari. Masa ini menjadi ujian ketulusan taubat dan keteguhan iman mereka. Rasulullah SAW juga memerintahkan umat Islam di Madinah untuk mengisolasi mereka sepenuhnya. Tidak ada seorang pun yang boleh berinteraksi dengan mereka, termasuk keluarga dan istri mereka sendiri. Bahkan, Rasulullah SAW memerintahkan istri-istri mereka untuk menjauh sementara waktu.


Ujian ini terasa sangat berat. Seluruh penduduk Madinah, yang sebelumnya akrab dengan mereka, kini memalingkan muka dan tidak menyapa. Keluarga mereka pun menjaga jarak, meninggalkan ketiga sahabat dalam kesendirian yang menyakitkan. Kaโ€™ab bin Malik menggambarkan bagaimana dunia terasa sempit baginya, seolah-olah tidak ada tempat baginya di muka bumi.


Di tengah pengasingan sosial yang mereka alami, ujian lain datang dari pihak eksternal. Sekelompok pedagang Yahudi dari Yaman, yang datang ke Madinah untuk berdagang, membawa surat dari penguasa Kerajaan Gassan, sebuah kerajaan kecil di wilayah Yaman. Dalam surat tersebut, sang raja menulis:


ุฃู…ู‘ูŽุง ุจูŽุนู’ุฏู ูุฅู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุฏู’ ุจูŽู„ูŽุบูŽู†ููŠ ุฃู†ู‘ูŽ ุตุงุญูุจูŽูƒูŽ ู‚ูŽุฏู’ ุฌูŽูุงูƒูŽ ูˆู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฌู’ุนูŽู„ู’ูƒูŽ ุงู„ู„ู‡ ุจูุฏูŽุงุฑู ู‡ูŽูˆูŽุงู†ู ูˆู„ุงูŽ ู…ูŽุถู’ูŠูŽุนูŽุฉู ูุงู„ุญูŽู‚ู’ ุจูู†ูŽุง ู†ููˆูŽุงุณููƒูŽ


Artinya, โ€œAmma baโ€™du. Sungguh telah sampai kepadaku kabar bahwa sahabatmu (Nabi Muhammad SAW) telah mengucilkanmu. Padahal Allah tidak menempatkanmu di tempat yang hina dan terlantar. Bergabunglah bersama kami, niscaya kami akan berbuat baik kepadamu,โ€ (HR. Bukhari dan Muslim).


Sahabat Kaโ€™ab bin Malik dan dua sahabat lainnya yang mengalami nasib serupa, menjalani hari-hari mereka dalam perasaan harap-harap cemas. Mereka diasingkan selama hampir dua bulan oleh Rasulullah SAW dan kaum Muslimin, suatu ujian yang sangat berat hingga bumi yang luas terasa begitu sempit bagi mereka.


Akhirnya, setelah genap lima puluh hari, Allah menurunkan ayat yang membawa kabar gembira, khususnya bagi ketiga sahabat tersebut. Dalam Surah At-Taubah ayat 119, Allah berfirman:

ู„ูŽู‚ูŽุฏู’ ุชูŽุงุจูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูู‡ูŽุงุฌูุฑููŠู†ูŽ ูˆูŽุงู„ู’ุฃูŽู†ู’ุตูŽุงุฑู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ุงุชู‘ูŽุจูŽุนููˆู‡ู ูููŠ ุณูŽุงุนูŽุฉู ุงู„ู’ุนูุณู’ุฑูŽุฉู ู…ูู†ู’ ุจูŽุนู’ุฏู ู…ูŽุง ูƒูŽุงุฏูŽ ูŠูŽุฒููŠุบู ู‚ูู„ููˆุจู ููŽุฑููŠู‚ู ู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ุซูู…ู‘ูŽ ุชูŽุงุจูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ุจูู‡ูู…ู’ ุฑูŽุกููˆููŒ ุฑูŽุญููŠู…ูŒ
ูˆูŽุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ุซู‘ูŽู„ูŽุงุซูŽุฉู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ุฎูู„ู‘ููููˆุง ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุฅูุฐูŽุง ุถูŽุงู‚ูŽุชู’ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู ุงู„ู’ุฃูŽุฑู’ุถู ุจูู…ูŽุง ุฑูŽุญูุจูŽุชู’ ูˆูŽุถูŽุงู‚ูŽุชู’ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ุฃูŽู†ู’ููุณูู‡ูู…ู’ ูˆูŽุธูŽู†ู‘ููˆุง ุฃูŽู†ู’ ู„ูŽุง ู…ูŽู„ู’ุฌูŽุฃูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูู„ู‘ูŽุง ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ุซูู…ู‘ูŽ ุชูŽุงุจูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ู„ููŠูŽุชููˆุจููˆุง ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ู‡ููˆูŽ ุงู„ุชู‘ูŽูˆู‘ูŽุงุจู ุงู„ุฑู‘ูŽุญููŠู…ู


Artinya, โ€œSungguh Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada merekaย (117), dan terhadap orang-orang yang ditinggalkan. Hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekan pun tela (pula terasa) sempit bagi mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksaan) Allah melainkan kepadaNya saja, kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya allah maha penerima taubat, maha penyayang (118).โ€ย 


Ayat tersebut menjadi kabar gembira yang sangat dinantikan oleh Rasulullah dan para sahabat, khususnya Kaโ€™ab bin Malik beserta dua sahabat lainnya. Selama hampir dua bulan mereka menjalani masa pengasingan dan isolasi, bahkan dari keluarga dan Rasulullah sendiri. Penantian mereka untuk mengetahui apakah tobat mereka diterima atau tidak merupakan ujian yang sangat berat.ย 


Hanya saja, mereka menjalaninya dengan penuh kesabaran dan tetap teguh dalam keimanan, meskipun berbagai godaan datang silih berganti. Turunnya ayat ini menandai berakhirnya penderitaan mereka dan menjadi bukti nyata bahwa kesungguhan dalam bertobat akan selalu mendapat balasan dari Allah. Dari kisah ini, kita belajar banyak tentang arti loyalitas, keteguhan hati, dan kesabaran dalam menghadapi ujian.


Hikmah dari Kisah Perang Tabuk dan Tobat Tiga Sahabat

Kisah Kaโ€™ab bin Malik, Murarah bin Ar-Rabiโ€™, dan Hilal bin Umayyah mengajarkan bahwa kejujuran adalah kunci diterimanya tobat. Ketiga sahabat ini memilih untuk mengakui kesalahan mereka dengan jujur di hadapan Rasulullah SAW, meskipun mereka tahu konsekuensinya berat. Berbeda dengan kaum munafik yang berbohong untuk menghindari tanggung jawab.


Pengasingan sosial yang dialami ketiga sahabat selama lima puluh hari merupakan ujian berat yang menguji keteguhan iman mereka. Dunia terasa sempit, dan mereka menghadapi tekanan batin serta godaan dari pihak luar, seperti tawaran dari Raja Gassan. Namun, mereka tetap setia kepada Allah dan Rasul-Nya. Hikmah dari ujian ini adalah bahwa kesulitan yang kita hadapi dalam hidup sering kali menjadi sarana untuk memurnikan iman dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketabahan mereka mengajarkan bahwa kesabaran dalam menghadapi cobaan akan membuahkan ampunan dan rahmat yang besar.


Kemudian, kisah ini menegaskan sifat Allah sebagai Maha Penerima Tobbat (At-Tawwab) dan Maha Penyayang (Ar-Rahim). Meskipun ketiga sahabat melakukan kesalahan dengan tidak ikut berjihad, Allah memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan akhirnya menerima tobat mereka melalui ayat Al-Qurโ€™an. Hikmahnya, tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni selama seseorang kembali kepada Allah dengan penuh penyesalan dan ketulusan. Dari sini kita tahu bahwa Allah memberikan harapan kepada umat Islam, dan rahmat-Nya selalu terbuka bagi mereka yang ingin memperbaiki diri.


Kisah Perang Tabuk dan perjuangan tobat ketiga sahabat ini menjadi pelajaran abadi tentang kejujuran, kesabaran, dan rahmat Allah. Ia mengajarkan bahwa meskipun manusia bisa jatuh dalam kesalahan, pintu taubat selalu terbuka bagi mereka yang kembali dengan tulus. Ujian yang mereka hadapi juga menjadi pengingat bahwa iman sejati diuji melalui tantangan, dan kesetiaan kepada Allah dan rasul-Nya.ย Wallahu a'lam.


Muhammad Zainul Mujahid, Alumnus Maโ€™had Aly Salafiyah Syafiโ€™iyah Situbondo.