Hikmah

Kisah Nabi Sulaiman dan Anak yang Berbakti kepada Orang Tua

Kam, 30 Januari 2020 | 00:00 WIB

Kisah Nabi Sulaiman dan Anak yang Berbakti kepada Orang Tua

Bila tak bisa membuat orang tua bangga, minimal kita tak membuat hati mereka terluka.

Dikisahkan dalam kitab Irsyadul Ibad (hal. 155-156) pernah suatu ketika Nabi Sulaiman ‘alaihi salam mendapatkan perintah dari Allah ta’ala untuk pergi ke tepi laut (pantai)—di sana akan menemukan suatu hal yang luar biasa.

 

Setelah mendengar perintah tersebut, Nabi Sulaiman ‘alaihi salam berangkat menuju pantai beserta rombongannya, yang terdiri dari golongan manusia dan jin.

 

Sesampainya di pantai, Nabi Sulaiman melihat ke kanan dan ke kiri mencari tau apa yang terjadi di sekitarnya, teringat perintah Allah bahwasanya ia akan menemukan suatu hal yang luar biasa.

 

Beliau terus mencari tahu, menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, namun apa yang beliau lakukan belum bisa menjawab rasa penasaran yang ada dalam pikiranya.

 

“Menyelamlah ke dalam laut, lalu katakan kepadaku apa yang kamu lihat di dalam sana,” pinta Nabi Sulaiman kepada Jin Ifrit

 

Lalu Ifrit pun menyelam ke dalam laut, mencari tau apa yang terjadi di dalamnya. Beberapa waktu kemudian Ifrit muncul kedasar laut dan menghadap kepada Nabi Sulaiman.

 

“Wahai Nabi Allah sesungguhnya saya sudah menyelam ke dalam laut yang sangat dalam, saya mencari tahu apa yang terjadi ke sana dan kemari, namun saya tidak menemukan apa pun di dalam sana.” ucap Ifrit memberi informasi kepada Nabi Sulaiman.

 

“Menyelamlah ke dalam laut, lalu datanglah kepadaku serta beri tau apa yang sebenarnya terjadi” pinta Nabi Sulaiman kepada Ifrit yang lain untuk yang kedua kalinya.

 

Menyelamlah Ifrit dan selang beberapa waktu Ifrit pun muncul dan menghadap kepada Nabi Sulaiman. Apa yang dikatakan Ifrit ini sama seperti perkatakann Ifrit yang pertama tadi.

 

Masih belum puas dengan apa yang dikatakan Ifrit, Nabi Sulaiman memerintahkan Asif Barkhiya untuk berdoa kepada Allah agar memberi tahu apa yang terjadi di dalam laut. Asif Barkhiya adalah menteri Nabi Sulaiman yang disebut di dalam Al-Qur’an pada Surat An-Naml ayat 40. Dia juga seorang waliyullah yang doanya diijabah oleh Allah.

 

“Beritahu kepadaku apa yang terjadi di dalam laut sana?” pinta Nabi Sulaiman kepada Asif Barkhiya.

 

Asif pun berdoa kepada Allah untuk menunjukan apa yang terjadi. Setelah Asif Barkhiya berdoa, tiba-tiba datang sebuah benda berbentuk kubah yang mempunyai empat pintu. Satu pintu terbuat dari batu intan, satu pintu terbuat dari batu yaqut, satu lagi terbuat dari batu intan putih, dan satunya lagi tebuat dari batu aquamarine (zamrud) hijau.

 

Semua pintu itu terbuka dan tidak ada satu tetes air pun yang masuk ke dalamnya, padahal benda tersebut berada di dalam laut yang sangat dalam sama seperti tiga kali perjalanan menyelamnya Ifrit yang pertama.

 

Lalu, benda yang berbentuk kubah tersebut diserahkan kepada Nabi Sulaiman ‘alaihi sallam. Tiba-tiba, di dalamnya terdapat seorang laki-laki yang tampan, memakai baju yang serbaputih, dan bersih badannya.

 

Pemuda itu sedang melakukan shalat, lalu Nabi Sulaiman masuk ke dalamnya dan memberikan salam kepada pemuda itu. Pemuda itu pun mempercepat shalatnya dan menjawab salam Nabi Sulaiman.

 

“Sebab apa kau bisa berada di dasar laut ini?” tanya Nabi Sulaiman mengawali pembicaraan.

 

“Wahai nabiyallah, sesungguhnya bapak saya adalah seorang laki-laki yang lumpuh dan ibu saya adalah seorang wanita yang buta. Saya merawat keduanya selama tujuh puluh tahun. Saya merawat keduanya dengan penuh kasih sayang. Ketika ajal menjemput ibu saya, dan berdoa kepada Allah ‘Ya Allah, panjangkanlah umur anakku dalam keadaan selalu takwa kepada-Mu’ dan ketika ayah saya wafat dia berdoa kepada Allah ‘Ya Allah, tempatkanlah anakku ini di tempat yang tidak ditemukan oleh setan’,” cerita pemuda itu kepada Nabi Sulaiman.

 

Sejenak keduanya terdiam. “Setelah saya memakamkan kedua orang tua saya, saya berjalan-jalan ke tepi pantai untuk menghilangkan kesediahan saya. Lalu saya melihat kubah yang bercahaya, kubah tersebut sangat indah, saya masuk ke dalamnya untuk melihat keindahan kubah tersebut. Lalu datanglah malikat dari beberapa malaikat. Malaikat tadi membawa kubah tersebut ke dalam laut, sedangkan saya berada di dalamnya” ucap pemuda itu melanjutkan ceritanya.

 

“Pada zaman siapa kamu mendatangi pantai?” tanya Nabi Sulaiman penuh penasaran.

 

“Pada zaman Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam,” jawab pemuda itu.

 

Sejenak Nabi Sulaiman terdiam, mengingat kembali sejarah. Begitu terkejutnya Nabi Sulaiman ketika mengetahui bahwa jarak zamannya dengan zaman Nabi Ibrahim itu adalah dua ribu empat ratus tahun. Begitu panjangnya umur pemuda dan yang anehnya lagi tidak dijumpai satu helai rambutnya yang beruban.

 

“Lalu, bagaimana kamu bisa mendapatkan makan dan minun?” tanya Nabi Sulaiman.

 

“Wahai nabiyallah, setiap hari datang kepadaku seekor burung yang membawakanku makanan sebesar kepala manusia. saya memakanya, saya merasakan kenikmatan yang belum pernah saya rasakan di dunia, setelah saya memakannya, saya tidak lagi merasakan lapar, haus, gerah, dingin, tidur, kantuk dan sifat-sifat yang dirasakn oleh manusia pada umumnya serta saya juga tidak merasakan kesepian,” jawab pemuda itu kepada Nabi Sulaiman.

 

“Maukah kamu ikut denganku di kerajaanku atau kamu ingin kembali kepada tempatmu?” Nabi Sulaiman memberikan penawaran kepada pemuda itu.

 

“Wahai nabiyallah, tolong kembalikan aku ke tempat semula,” pinta pemuda itu kepada Nabi Sulaiman.

 

Lalu Nabi Sulaiman memerintahkan Asif Barkhiya untuk mengembalikan pemuda itu ke tempat semula, saat itu juga pemuda itu hilang dari pandangan Nabi Sulaiman dan rombongan.

 

Dari kisah tersebut kita bisa mengambil hikmah bahwasanya doa orang tua itu sangatlah mustajab dan tidak bisa diragukan lagi. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ
 

 

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang tua pada anaknya,” (HR Ibnu Majah).

 

Oleh karena itu, kita sebagai anak seharusnya berbakti kepada orang tua. Minimal dengan tidak membuatnya sakit hati, atau syukur-syukur bisa membuat mereka bangga, serta merawatnya dengan kasih sayang, dan masih banyak lagi hal yang bisa dilakukan. Jangan sampai kita menyakiti hati mereka dan selalu mengharapkan ridha dari orang tua.

 

Dari Abdullah bin ‘Amru radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

 


“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (HR. Hakin, ath-Thabrani)
 

 

Riyan Hidayatulloh, santri Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Tanggungharjo, Grobogan