Hikmah

Kisah Tobat Seorang Habib atas Mulut Kejinya

Rab, 18 November 2020 | 02:00 WIB

Kisah Tobat Seorang Habib atas Mulut Kejinya

Kisah ini diangkat oleh Al-Habib Abdullah bin Husein Ba’alawi ketika menjelaskan kejahatan caci maki terhadap para sahabat nabi sebagai salah satu bentuk kemaksiatan lisan.

Suatu hari dikisahkan bahwa seorang Yahudi berkhidmah melayani salah seorang habib pemuka Alawiyyin (diperkirakan terjadi di daerah penulis yang menghikayatkan; salah satu daerah di Hadhramaut). Hal ini diketahui oleh masyarakat luas.


Mengetahui dikhidmahi seorang Yahudi, sebagian orang membisikkan sang habib untuk meminta khadimnya agar meninggalkan agamanya dan memeluk Islam. Habib, sang majikan, kemudian menerima masukan tersebut.


Ia kemudian meminta khadimnya untuk memeluk agama Islam dan menanti jawaban hambanya.


“Hamba yakin, Nabi Uzair AS dan Nabi Musa AS adalah dua utusan Allah yang mulia. Andai hamba mendengar orang Yahudi menuduh istri seorang nabi, mencaci maki ayah mertuanya, dan para sahabat nabi, niscaya hamba tidak akan mengikuti agama mereka,” jawab khadimnya.


“Seandainya hamba memeluk agama Islam, bagaimana hamba dapat mengikuti Tuan yang mengomentari dengan keji Sayyidah Aisyah RA (istri Rasulullah SAW), mencaci maki ayahnya (Sayyidinia Abu Bakar RA), dan Sayyidina Umar bin Khattab RA (sahabat nabi). Hamba menganggap agama hamba lebih baik,” kata khadimnya melanjutkan.


Mendengar jawaban di luar dugaan, sang habib terkejut. Wajahnya merah padam. Ia murka luar biasa, hatinya bercampur aduk mendengarkan kebenaran yang pahit sekaligus. Tetapi setelah itu ia kemudian beristighfar, merenung, dan insaf menyadari kebenaran hambanya yang beragama Yahudi.


Habib ini kemudian menundukkan kepala sejenak. Ia kemudian mengangkat wajahnya dan menatap hambanya dengan penuh keinsafan.


“Kau benar. Ulurkan tanganmu, ‘Asyhadu an lā ilāha illallāh wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhū wa rasūluh. Wa qad tubtu ilallāhi ‘an mā kuntu aqūluhū wa a‘taqiduhū,’” kata majikannya.


Artinya, “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya. Sungguh, aku bertobat kepada Allah dari apa yang pernah kukatakan dan kutuduhkan (terhadap sahabat nabi).”


Khadimnya yang beragama Yahudi ini pun kemudian membaca syahadat sebagai pernyataan keislamannya.


Asyhadu an lā ilāha illallāh wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhū wa rasūluh. Semua agama selain Islam itu batil,” kata khadimnya.


Khadimnya kemudian berislam dengan baik. Sementara majikannya bergembira atas keislaman hambanya. Ia pun bertobat dengan baik atas apa yang selama ini dia tuduhkan.


*


Kisah ini disadur dari Kitab Is’adur Rafiq wa Bughyatut Tashdiq, (Surbaya, Maktabah Al-Hidayah: tanpa catatan tahun), juz II, halaman 80-81, karya Al-Habib Abdullah bin Husein bin Thahir bin Muhammad Hasyim Ba’alawi.


Kisah ini diangkat oleh Al-Habib Abdullah bin Husein Ba’alawi ketika menjelaskan kejahatan caci maki terhadap para sahabat nabi sebagai salah satu bentuk kemaksiatan lisan.


Al-Habib Abdullah bin Husein Ba’alawi menjelaskan, habib tersebut kembali membaca dua kalimat syahadat di depan hambanya karena tuduhan terhadap Sayyidatina Aisyah RA dengan kalimat dan tuduhan keji adalah bentuk kekufuran berdasarkan ijmak.


Al-Qur’an telah membebaskan dan menjaga nama baik Sayyidatina Aisyah RA dari peristiwa haditsul ifki. Hal yang sama berlaku pada tuduhan terhadap ayahnya, Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq RA. (Al-Habib Abdullah bin Husein Ba’alawi: II/81). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)