Hikmah

Kisah Yahudi Dermawan dan Muslim Kikir di Hari Asyura

Kam, 27 Juli 2023 | 19:30 WIB

Kisah Yahudi Dermawan dan Muslim Kikir di Hari Asyura

Kisah Yahudi Dermawan dan Muslim Kikir di Hari Asyura. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Alkisah, ada seorang Muslim fakir yang memiliki tanggung jawab keluarga di hari Asyura. Ia dan keluarganya melaksanakan puasa di hari itu. Namun sayangnya ia tidak mempunyai makanan untuk berbuka, sehingga ia pergi keluar untuk menemukan sesuatu yang dapat ia makan untuk berbuka puasa. 


Ia pun pergi ke pasar. Kemudian ia melihat seorang pedagang Muslim di sebuah toko emas. Di sana terhampar banyak emas dan perak. Ia pun menghampiri pedagang itu sembari mengucapkan salam dan berkata, “wahai tuan, aku orang fakir, maukah kamu meminjamkanku satu dirham untuk membeli makanan berbuka untuk keluargaku, dan sebagai balasannya, aku akan mendoakanmu di hari yang mulia ini?.”


Mendengar hal itu, pedagang emas itu pun memalingkan wajahnya dan ia tidak memberikan apapun kepada orang fakir tersebut. Lalu orang fakir itu pun memutuskan untuk pulang dengan hati yang remuk dan pilu. Karena tak tahan, air mata pun bercucuran di pipinya. 


Sewaktu kejadian, ternyata ada seorang Yahudi di dekat toko itu memperhatikannya dan menyaksikan perbincangannya dengan pedagang tersebut. Karena kasihan, orang Yahudi ini pun menghampirinya, dan ia berkata, “barusan aku melihatmu berbicara dengan tetanggaku si fulan.”


Orang fakir pun menjawab, “aku ingin meminjam satu dirham darinya agar aku bisa membeli makanan berbuka untukku dan keluargaku, namun sayangnya ia tidak berkenan. Padahal aku telah berjanji akan mendoakannya hari ini sebagai balasannya.”


“Memang ini hari apa?” tanya orang Yahudi penasaran.


“Ini adalah hari Asyura,” jawab orang fakir sembari menjelaskan keutamaan hari Asyura. 


Tanpa berpikir panjang, orang Yahudi itu pun memberikannya sepuluh dirham, dan ia berkata, “ambillah ini, dan nafkahilah keluargamu karena memuliakan hari ini.”


Orang fakir itu pun riang dan gembira. Ia pun segera pergi membeli makanan berbuka dan menyerahkannya kepada keluarganya.


Di malam harinya, ia bermimpi dengan pedagang Muslim tadi. Di mimpi itu, seakan-akan kiamat sudah tiba. Pedagang Muslim sangat kehausan dan kelaparan. Lalu ia memperhatikan sekelilingnya. Ia pun melihat istana terbuat dari permata putih dan pintu-pintunya dari yaqut merah. Lalu ia mengangkat kepalanya dan berkata, “Wahai pemilik istana, beri aku air minum!”


Kemudian dijawab, “istana ini adalah istanamu kemarin hari. Ketika kamu menolak orang fakir yang hatinya pilu itu, maka namamu telah dihapus, lalu ditulislah nama tetanggamu orang Yahudi yang memberikan sepuluh dirham kepada si fakir itu sebagai pemiliknya.”. Pedagang emas itu pun mati ketakutan.


Keesokan harinya, ia pun pergi mendatangi tetangganya orang Yahudi itu, dan berkata, “Bagiku ada hak atasmu, dan aku sedang membutuhkan pertolonganmu.”


“Apakah itu?” Yahudi bertanya.


“Maukah kamu menjual kepadaku pahala sepuluh dirham yang kamu berikan kepada orang fakir kemarin seharga seratus dirham?” pinta pedagang emas.


Orang Yahudi pun menjawab, “Demi Allah, seandainya kamu membelinya dengan seharga seratus ribu dinar pun, aku tidak akan mau. Dan andai kamu memintaku untuk masuk ke pintu istana di dalam mimpimu semalam, sungguh aku tidak akan mempersilakanmu memasukinya.”


“Siapa yang membuka rahasia mimpiku ini?” tanya pedagang Muslim.


“Dia adalah Zat yang apabila berkehendak maka mengatakan jadilah maka jadilah. Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” jawab orang Yahudi.
 

***


Kisah ini tercantum di dalam kitab I’anat at-Thalibin karya Sayyid Abu Bakri Syatha yang mengisahkan tentang seorang Muslim yang fakir hidup di tengah Muslim yang kikir dan orang Yahudi dermawan. Di akhir kisah ini, Sayyid Abu Bakri Syaththa berpesan kepada kita agar introspeksi diri dan bercermin dari kisah ini.


(إخواني) كان هذا يهوديا، فأحسن الظن بيوم عاشوراء، وما كان يعرف فضله، فأعطاه الله ما أعطاه، ومن عليه بالإسلام، فكيف بمن يعرف فضله وثوابه، ويهمل العمل فيه؟


Artinya: “Wahai saudaraku, ini adalah orang Yahudi. Dan ia berbaik sangka dengan hari ‘Asyura. Padahal ia tidak mengetahui keutamaan hari ‘Asyura. Maka Allah memberikan apa yang ingin dia berikan, yaitu memberikan anugerah kepadanya dengan masuk Islam. Lantas bagaimana halnya dengan orang yang mengetahui keutamaan dan pahala yang besar di hari ‘Asyura, namun justru malah mengabaikannya?


Abdul Kamil, Pegiat kajian tafsir dan hadits, tinggal di Jakarta