Ilmu Al-Qur'an

Bagaimana Cara Membaca Basmalah di Antara Dua Surat?

Sab, 15 September 2018 | 11:00 WIB

Bagaimana Cara Membaca Basmalah di Antara Dua Surat?

Ilustrasi (Freepik)

Membaca basmalah atau bismillah merupakan aktivitas yang dianjurkan, utamanya bagi seorang qari’ yang hendak membaca Al-Qur’an. Bahkan dalam salah satu riwayat hadits Nabi menegaskan bahwa bagi orang yang meninggalkan membaca basmalah dalam suatu aktivitas kebaikan, maka akan berkurang barokahnya.

Para ulama qira’at sepakat menetapkan membaca basmalah untuk mengawali bacaan Al-Qur’an pada awal surat kecuali Surat Al-Taubah. Penetapan membaca basmalah pada awal surat adalah karena mengikuti petunjuk penulisan mushaf dan bertabarruk dengan dengan asma Allah. Sayyidah Aisyah berkata: “bacalah Al-Qur’an sesuai yang tertera dalam mushaf.” (Makki bin Abi Thalib Al-Qisiy, Al-Kasyfu ‘an Wujuh Al-Qira’at Al-Sab’I wa Ilaliha wa Hujajiha, Beirut: Muassasah Al-Risalah, 1997. hlm 15. 

Adapun membaca basmalah di antara dua surat atau yang lebih populer dengan sebutan “al-jam’ baina al-suratain”, menyambung antara dua surat, para ulama qira’at bebeda pendapat. Perbedaan ini dapat diklasifikasi ke dalam tiga pendapat: (1) menetapkan bacaan basmalah, (2) meninggalkan bacaan basmalah, (3) menetapkan sekaligus meninggalkan bacaan basmalah. (Abdul Fattah Al-Qadhiy, Abdul Fattah, Al-Buduruzzahirah fi Al-Qira’at Al-Asyrah Al-Mutawatirah, Bairut: Dar Al-Kitab Al-Arabiy, tt. hlm 13) 

Pertama, Imam Qalun, Imam Ibnu Katsir, Imam Ashim, Imam Ali Al-Kisa’I, dan Imam Abi Ja’far menyambung antara dua surat dengan basmalah. Adapun cara menyambung basmalah di antara dua surat ini adalah sebagai berikut : 

1. Berhenti pada setiap ayat, atau tidak menyambung akhir surat, basmalah dan awal ayat surat. Metode ini dikenal dalam ilmu qira’at dengan “Qat’a Al-Jami’.” Berikut contohnya:
 

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ



2. Berhenti di akhir surat dan menyambung basmalah dengan awal surat. Metode ini dalam ilmu qira’a’t dikenal dengan “Qat’u Al-Awal wa Washl Al-Tsaniy.” Berikut contohnya:

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ



3. Menyambung akhir surat yang pertama dengan awal surat yang kedua tanpa berhenti, namun tetap membaca basmalah. Metode ini dalam ilmu qira’at dikenal dengan “Wash Al-jami’.” Berikut contohnya: 

 

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ



Ketiga metode di atas, berlaku dan dapat dioprasionalkan, baik pada surat yang berurutan, seperti surat Ali Imran dengan surat Al-Nisa’, atau pada surat yang tidak berurutan, seperti akhir surat Al-Fatihah dengan surat Al-Maidah. (Abdul Fattah ‘Ajamiy Al-Murshifiy, Hidayat Al-Qari’ Ila Tajwid Kalam Al-Bariy’, Al-Madinah Al-Munawwarah: Maktabah Thoyyibah, tth), hlm, 569.

Sementara menyambung antara akhir surat dan basmalah, dan memulai awal surat berikutnya tidak diperbolehkan, karena basmalah bukan akhir dari surat dan supaya terhindar dari persangkaan bahwa basmalah termasuk akhir surat.

Kedua, Imam Hamzah Al-Zayyat dan Imam Khalaf memilih menyambung antara dua surat dengan metode “washal” tanpa basmalah, yaitu menyambung akhir kata pada surat pertama dengan awal kata pada surat berikutnya tanpa basmalah. Menurutnya, seluruh Al-Qur’an adalah satu kesatuan. Jadi tidak perlu untuk membaca basmalah bila menyambung antara dua surat. Sebab penulisan basmalah dalam sebuah mushaf tidak lain hanyalah sebagai pertanda berakhirnya sebuah surat.

Ketiga, Imam Warsy, Abi Amr, Ibnu Amir dan  Ya’kub Al-Hadramiy menyambung antara dua surat dengan tiga varian; 1) menyambung antara dua surat dengan basmalah (dengan tiga metode pertama), 2) menyambung tanpa basmalah dengan metode “washal” (seperti bacaan Imam Hamzah dan Khalaf) , 3) menyambung dua surat dengan metode “sakt.” Yang dimaksud dengan “sakt” adalah berhenti sejenak di akhir surat tanpa menarik nafas kira-kira dua ketukan kemudian melanjutkan pada awal surat berikutnya tanpa basmalah. 

Tiga varian bacaan di atas, dapat dioprasionalkan pada surat yang berurutan seperti surat Al-Baqarah dengan surat Ali Imran, atau tidak berurutan, seperti surat Al-A’raf dengan surat Yusuf dengan catatan surat yang kedua merupakan surat selanjutnya pada surat pertama sesuai urutan mushaf. 

Apabila menyambung antara dua surat yang tidak beraturan sesuai urutan mushaf, seperti menyambung antara surat Al-Ra’d dengan awal surat Yunus, atau surat Al-Nas dengan surat Al-Fatihah, maka dalam hal ini harus disambung dengan bacaan basmalah. Tidak boleh menggunakan metode “washal” maupun “sakt.” Demikian pula, harus disambung dengan bacaan basmalah apabila seseorang membaca satu surat yang diulang-ulang, seperti mengulang-ulang bacaan surat Al-Ikhlas. 

Demikian itu merupakan tata cara menyambung antara dua surat menurut ulama qira’at. Bacaan dan tata cara ini merupakan bacaan yang sahih dan mutawatir, baik yang membaca basmalah atau meninggalkannya. 

Imam Ali Al-Dhabba’ menegaskan bahwa perbedaan bacaan antara membaca basmalah atau meninggalkannya merupakan bagian dari tujuh huruf. Sebab bacaan ini diturunkan berulang-ulang, kadang diturunkan dengan basmalah kadang tanpa basmalah. Kedua-duanya adalah bacaan yang sahih dan mutawatir. Barang siapa yang membaca dengan basmalah, maka bacaan itu adalah sahih dan mutawatir hingga sampai kepada kita, dan barang siapa yang tidak membaca basmalah, maka bacaan itu juga sahih dan mutawatir hingga sampai kepada kita. (Al-Dhabba’, Al-Idha’at fi Ushul Al-Qira’at, Mesir: Al-Maktabah Al-Azhariyah li Al-Turats,1999) hlm 9.

Oleh karena itu, dengan mengetahui dan memahami varian bacaan; antara membaca basmalah dan meninggalkannya, maka kita menjadi tahu betapa luas perbedaan bacaan dalam Al-Qur’an. Perbedaan itu mengajarkan kepada kita untuk toleran dan moderat dalam segala hal. 


Moh. Fathurrozi, Pecinta Ilmu Qira’at, Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo