Ilmu Hadits

Hadits Shahih Kebolehan Puasa Rajab, Lengkap dengan Analisis Sanad dan Matan

Rab, 25 Januari 2023 | 18:00 WIB

Hadits Shahih Kebolehan Puasa Rajab, Lengkap dengan Analisis Sanad dan Matan

Puasa Rajab dalam hadits shahih. (Ilustrasi: NU Online)

Masyarakat muslim yang sudah terbiasa mengagungkan bulan Rajab kadang menjadi ragu atau berpikir ulang untuk memuliakannya kembali. Hal ini gegara sebaran informasi bahwa hadits keutamaannya tidak ada yang shahih dan dapat dipercaya. Terlebih sebaran informasi itu dikuatkan dengan statemen Al-Hafizh Ibnu Hajar yang menyatakan tidak ada satu hadits shahih pun yang bisa dijadikan hujah keutamaan bulan Rajab. Lalu bagaimana sebenarnya?


Hadits Shahih Bulan Rajab

Keutamaan bulan Rajab dapat dilihat dari hadits shahih riwayat Imam An-Nasai sebagaimana redaksi lengkapnya berikut:


أَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: حَدَّثَنَا ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَبُو الْغُصْنِ شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو مَعْبَدِ الْمَقْبُرِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ. قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبَ وَرَمَضَانَ. وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ (رواه النسائي)


Artinya, “Amru bin Ali bercerita kepadaku, dari Abdirrahman, ia berkata: ‘Tsabit bin Qais Abul Ghushni seorang syekh dari penduduk kota Madinah, ia berkata: ‘Abu Ma'bad Al-Maqburi, ia berkata: ‘Usamah bin Zaid bercerita kepadaku, ia berkata: ‘Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam suatu bulan dari berbagai bulan sebagaimana puasamu di bulan Sya'ban.’ Rasulullah saw menjawab: ‘Sya'ban adalah bulan yang dilupakan orang-orang antara Rajab dan Ramadhan. Sya'ban adalah bulan yang di dalamnya amal-amal manusia dilaporkan kepada Tuhan semesta alam, karenanya aku senang amalku dilaporkan saat aku sedang berpuasa,’’’’” (HR An-Nasai).


Analisis Sanad

Merujuk penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-'Asqalani, hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasai, serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Dalam Kitab Fathul Bari ia menyatakakan:


والأولى في ذلك ما جاء في حديث أصح مما مضى أخرجه النسائي وأبو داود وصححه بن خزيمة


Artinya, “Dan dalil yang lebih utama dalam hikmah puasa bulan Sya'ban adalah hikmah yang ada pada hadits yang lebih shahih dari hadits-hadits yang telah disebutkan, yaitu hadits yang ditakhrij oleh An-Nasai, Abu Dawud dan dishahihkah oleh Ibnu Khuzaimah.”(Ibnu Hajar Al-'Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Ma'rifah, 1379 H], juz IV, halaman 215).


Dari penjelasan Al-Hafizh Ibnu hajar ini diperoleh informasi yang sangat jelas bahwa hadits tersebut statusnya shahih menurut analisis Imam Ibnu Khuzaimah.


Analisis Matan

Secara sekilas pasti muncul pertanyaan, hadits riwayat An-Nasai di atas kan tidak menjelaskan keutamaan bulan Rajab, tapi justru menjelaskan bulan Sya'ban? Mengapa justru diklaim sebagai hadits yang menunjukkan keutamaan bulan Rajab?


Merujuk penjelasan As-Syaukani dalam kitab Nailul Authar, ada dua kemungkinan dalam memahami substansi hadits tersebut. Pertama, secara lahiriah hadits itu menunjukkan kesunnahan puasa bulan Rajab. Sebab lahiriah makna hadits adalah orang-orang lalai dari mengagungkan bulan Sya'ban dengan berpuasa di dalamnya, sebagaimana mereka mengagungkan bulan Rajab dan Ramadhan dengan berpuasa pula. Kedua, makna substansial hadits adalah orang-orang lalai dari mengagungkan bulan Sya'ban dengan puasa sebagaimana mereka mengagungkan bulan Rajab dengan menyembelih hewan—dahulu di masa Jahiliyah mereka mengagungkan bulan Sya'ban dengan menyembelih hewan yang disebut dengan istilah 'athirah seperti tercatat dalam berbagai hadits—.


Dari dua kemungkinan pemaknaan hadits ini As-Syaukani menyatakan: “Wad dhahir al-awwal”, pemaknaan yang kuat adalah pemaknaan hadits yang pertama. Karena yang dimaksud dengan orang-orang atau kata “nas” dalam hadits adalah para sahabat Nabi saw. Sebab syariat Islam pada waktu itu menghapus berbagai tradisi peninggalan masyarakat Jahiliyah—seperti tradisi 'atirah tersebut—. Dari sini kemudian As-Syaukani menyatakan, bahwa hadits di atas menunjukkan kebolehan puasa bulan Rajab. (Muhammad bin Ali bin Muhammad As-Syaukani, Nailul Authar min Ahaditsi Sayyidil Akhyar Syarhu Muntaqal Akhbar, [Idaratut Thaba'ah Al-Muniriyah], juz IV, halaman 261).


Hemat penulis, penjelasan As-Syaukani menunjukkan bahwa selain menunjukkan keutamaan bulan Sya'ban, hadits di atas juga mengandung makna keutamaan bulan Rajab, dimana Nabi membolehkan para sahabat untuk mengagungkannya dengan cara berpuasa.


Bila pemahaman seperti ini dapat diterima, maka hadits shahih riwayat An-Nasai di atas juga dapat diterima sebagai hadits shahih keutamaan bulan Rajab. Karenanya, hadits itu juga dapat menjadi dalil masyru'iyah atau disyariatkannya puasa Rajab. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.