Ilmu Hadits

Kurikulum Ilmu Hadits menurut Syarif Hatim Al-'Auni

Sen, 27 Mei 2024 | 05:00 WIB

Kurikulum Ilmu Hadits menurut Syarif Hatim Al-'Auni

Syarif Hatim Al-'Auni. (Foto: dr-alawni.com)

Ilmu hadits adalah cabang ilmu yang relatif kurang diminati oleh umat Islam. Kesulitan yang melebihi ilmu-ilmu lain menjadi salah satu faktor ilmu ini jarang dikuasai, meskipun masih tetap ada juga yang menggemarinya. Sebagai salah satu ikhtiar mengurai kesulitan dalam mempelajari ilmu ini, penulis akan sampaikan kurikulum dan metode mempelajari ilmu hadits dari Dr Syarif Hatim Al-'Auni, seorang pakar hadits kontemporer asal Arab Saudi.

 

Profil Syarif Hatim Al-'Auni

Syarif Hatim Al-'Auni lahir di Tha'if, Arab Saudi pada 13 November 1965. Ia termasuk salah satu keturunan Nabi Muhammad karena Al-'Auni adalah salah satu marga yang tercatat sebagai dzurriyyah Rasulullah saw melalui jalur Sayyidina Hasan. 

 

Syarif Hatim Al-‘Auni menamatkan pendidikan sarjana hingga doktoral di Universitas Ummul Qura, Makkah. Selain mendalami pengetahuan di perguruan tinggi tempatnya menimba ilmu, ia juga belajar kepada para ulama di luar kampus. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu dosen di universitas tersebut.

 

Ulama yang produktif menulis ini sudah banyak melahirkan kitab di beberapa bidang ilmu agama Islam, seperti di bidang ilmu hadits, tafsir, ushul fiqih, fiqih, akidah, hingga lughat. Kitab-kitab karyanya ini bisa didapatkan secara gratis melalui website pribadinya, dr-alawni.com

 

Keilmuan Syarif Hatim Al-‘Auni diakui oleh sejumlah pihak sehingga ia sering diundang sebagai pembicara dalam pertemuan ilmiah tingkat mancanegara. Seorang pakar ilmu kalam asal Jordan, Syekh Sa'id Faudah menyebut Syarif Hatim Al-‘Auni adalah salah satu Fudlala' Hanabilah. Istilah tersebut merujuk pada ulama-ulama bermadzhab Hanbali yang masih murni sebagaimana para ulama Hanbali terdahulu, dalam arti tidak terpapar akidah tajsim.

 

Kurikulum Ilmu Hadits

Sebelum menyampaikan metode belajar ilmu hadits yang disusun Syarif Hatim, ia menyampaikan pesan sebagaimana berikut:

 

وأُنبه أن هذا المنهج التعليمي إنما نطرحه للطالب الذي لم يجد من يوجهه. أما من وجد عالماً ربانيا يعتني به توجيها وتعليمًا، فعليه أن يُقبِلَ عليه بكليته، وأن يلزم عتبة داره؛ فهو على خير عظيم، وعلى معارج العلم يترقى، ما دام جاثيًا في حلقة ذلك العالم.

 

Artinya: "Metode ini aku kemukakan untuk pelajar yang tidak menemukan guru yang dapat membimbingnya. Adapun seorang murid yang memiliki guru yang membimbingnya, maka ikutilah gurunya itu sepenuhnya. Dia (murid) berada di jalan yang sangat baik, dan akan semakin meningkat ilmunya selagi masih duduk (belajar) di majelis gurunya itu.”(Hatim Al-'Auni, Nasha'ih Manhajiyyah li Thalibi 'Ilmis Sunnatin Nabawiyyah, halaman 182).

 

Secara umum, Syarif Hatim Al-'Auni mengklasifikasi kitab-kitab yang ia rekomendasikan menjadi dua kategori, yaitu kitab hadits dan kitab ilmu hadits.

 

Kitab Hadits

Pertama, bagi orang yang belajar ilmu hadits, sudah menjadi kewajiban untuk selalu membaca kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Menurut Syarif Hatim, seorang pelajar harus rutin membaca kedua kitab tersebut setiap hari. Paling tidak dalam setiap satu tahun dapat mengkhatamkan kedua kitab tersebut. Rutinitas ini harus dilakukan paling tidak selama empat tahun.

 

Kedua, memperbanyak perbendaharaan hadits dengan membaca kitab-kitab yang khusus memuat hadits-hadits shahih seperti Shahih Ibn Hibban, Shahih Ibn Khuzaimah, Muwaththa', dan Al-Muntaqa karangan Ibnul Jarud.

 

Ketiga, untuk memperluas perbendaharaan tersebut, dianjurkan membaca kitab-kitab sunan. Adapun kitab yang direkomendasikan adalah Sunan Abi Dawud, An-Nasa'i, At-Tirmidzi, Musnad Ad-Darimi, Sunan Ad-Daruquthni, dan Sunan Al-Baihaqi.

 

Keempat, kitab-kitab yang disebutkan dalam tiga poin di atas harus dipelajari dengan serius dan teliti, terlebih pada kitab-kitab yang khusus memuat hadits-hadits shahih.

 

Jika ingin menghafal, maka mulailah dengan menghafal Al-Arba'in An-Nawawiyyah, lalu beberapa hadits yang ditambahkan Ibn Rajab dalam Jami'ul 'Ulum wal Hikam, selanjutnya kitab 'Umdatul Ahkam, Bulughul Maram, Al-Lu'lu' wal Marjan fi ma Ittafaqa 'Alaihisy Syaikhani, Shahih Bukhari dan Muslim, lalu menghafal kitab-kitab lain, namun dengan syarat mendahulukan kitab-kitab yang khusus memuat hadits-hadits shahih. 

 

Kelima, ketika membaca kitab-kitab hadits di atas, sangat dianjurkan melengkapinya dengan membaca kitab-kitab syarah hadits, bisa dengan membaca kitab-kitab syarah singkat, seperti Syarah Shahih Muslim An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim karangan Al-Qurthubi yang berjudul Al-Mufhim, dan sebagainya. 

 

Cara paling sederhana untuk mengurai kalimat-kalimat yang sukar dipahami adalah dengan membaca kitab-kitab hadits dengan bantuan kitab An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar milik Ibnul Atsir. Syarif Hatim juga merekomendasikan beberapa kitab lain seperti Faidlul Qadir karya Al-Munawi, Fathul Bari milik Ibn Hajar, dan lain-lain.

 

Keenam, Syarif Hatim tidak menyarankan menghafal sanad, alasannya karena tujuan utama menghafal sanad adalah untuk mengetahui derajat suatu hadits. Di sisi lain, untuk mencapai hafalan itu, seseorang harus menyamai hafalan para ahli hadits di era tabi'in atau tabi'ut tabi'in yang selain jumlahnya sangat banyak, juga harus menghafal nama-nama perawi disertai biografi keilmuan dan status kredibilitasnya (tsiqah) dalam meriwayatkan hadits.

 

Menyamai hafalan pada muhadditsin di era salaf seperti itu dianggap mustahil hingga ahli hadits sekelas Adz-Dzahabi berkomentar: 

 

جزمت بأن المتأخرين على إياس من أن يلحقوا المتقدمين في الحفظ والمعرفة

 

Artinya: "Saya yakin ulama muta'akhirin tidak bisa menyamai ulama mutaqaddimin dalam capaian hafalan dan pengetahuan (hadits)" (Syamsuddin Adz-Dzahabi, Tadzkiratul Huffazh [Beirut: Darul Kutubil 'Ilmiyyah, 1998], juz III, halaman 106).

 

Demikian komentar Adz-Dzahabi yang notabene adalah seorang ulama yang ahli tentang hadits pada abad ke tujuh Hijriyah, bagaimana dengan masa sekarang yang secara umum terpaut semakin jauh kualitas keilmuannya dengan para ulama salaf?

 

Kitab Ilmu Hadits

Pertama, untuk kelas pemula yang masih remaja (setingkat SMP), Syarif Hatim menyarankan untuk mempelajari kitab ringkas seperti Nukhbatul Fikar karangan Ibnu Hajar beserta syarah yang membantunya memahami kitab tersebut, seperti syarah Abdul Karim Khudlair yang berjudul Tahqiqur Rughbah. Alternatif lainnya adalah membaca kitab-kitab karya ulama kontemporer seperti Taysiru Mushthalahil Hadits karya Mahmud Ath-Thahhan. 

 

Untuk pemula yang berumur di atasnya, seperti tingkat SMA, awal masa perkuliahan, dan remaja yang telah berhasil melewati tahap awal tadi, Syarif Hatim menyarankan untuk mempelajari beberapa kitab, yaitu Nuzhatun Nazhar karya Ibnu Hajar, Ikhtisharu 'Ulumil Hadits karya Ibnu Katsir beserta syarahnya yang berjudul Al-Ba'itsul Hatsits karya Syekh Ahmad Syakir, atau Al-Ghayah Syarhul Hidayah karya As-Sakhawi. Di antara kitab-kitab tersebut, kitab yang paling dianjurkan untuk dibaca adalah Nuzhatun Nazhar.

 

Kedua, untuk tingkat menengah, dianjurkan mempelajari kitab Muqaddimah Ibnus Shalah beserta syarah-syarahnya. Adapun kitab syarah yang direkomendasikan di antaranya At-Taqyid wal Idlah karya Al-'Iraqi, An-Nukat karya Ibnu Hajar, An-Nukat karya Az-Zarkasyi, dan An-Nukatul Wafiyyah karya Al-Biqa'i. 

 

Syarif Hatim sendiri memiliki syarah atas Muqaddimah Ibnus Shalah berjudul At-Takmil wal Idlah, kitab ini adalah syarah Muqaddimah Ibnus Shalah terbesar hingga saat ini. Namun hingga saat ini, baru juz awal yang telah diterbitkan dan berisi tentang pembahasan hadits shahih setebal 500-an halaman.

 

Selanjutnya Syarif Hatim merekomendasikan kitab Al-Iqtirah karya Ibnu Daqiqil 'Id dan Al-Muqizhah karya Adz-Dzahabi. Sebagai informasi, Syarif Hatim juga memiliki syarah tebal atas kitab terakhir ini.

 

Ketiga, setelah melewati dua tingkatan di atas, dianjurkan membaca kitab-kitab besar seperti Tadribur Rawi karya As-Suyuthi, dan Fathul Mughits karya As-Sakhawi. Selanjutnya mulai mendalami Al-Kifayah karya Al-Khathib Al-Baghdadi, Ma'rifatu 'Ulumil Hadits karya Al-Hakim, Syarhu 'Ilalit Tirmidzi karya Ibnu Rajab, Muqaddimah kitab At-Tamhid karya Ibnu 'Abdil Barr, Muqaddimah kitab Al-Irsyad karya Al-Khalili, dan diakhiri dengan mempelajari Ar-Risalah karangan Imam Syafi'i, Muqaddimah Shahih Muslim, Risalatu Abi Dawud ila Ahli Makkah, dan kitab-kitab selevelnya.

 

Keempat, untuk mengasah kemampuan takhrij saat berada di tingkat menengah, Syarif Hatim merekomendasikan untuk membaca kitab-kitab takhrij seperti Nashbur Rayah karya Az-Zaila'i, At-Talkhishul Habir karya Ibnu Hajar, dan lain-lain. Tujuannya adalah agar tahu bagaimana cara menerapkan ilmu mushthalah.

 

Ketika membaca kitab-kitab takhrij, wajib disertai kitab-kitab penunjang yang membahas ilmu Ushul Takhrij seperti Ushulut Takhrij wa Dirasatul Asanid karya Mahmud Ath-Thahhan. Syarif Hatim juga menulis kitab dalam bidang ilmu ini, yang berjudul Muqarrarut Takhrij wa Manhajul Hukmi 'alal Hadits.

 

Kelima, membaca kitab-kitab yang secara khusus membahas ilmu Jarh wa Ta'dil, seperti Dlawabithul Jarh wat Ta'dil 'indal Imam Adz-Dzahabi karya Abu Abdurrahman Muhammad Ats-Tsani. Syarif Hatim juga menulis kitab dengan tema ini berjudul Khulashatut Ta'shil

 

Syarif Hatim juga merekomendasikan kitab yang menjelaskan berbagai macam kitab hadits dan ilmu hadits beserta metode penulisan kitab-kitab tersebut. Di antaranya adalah Ar-Risalatul Mustathrafah karya Sayyid Muhammad bin Ja'far Al-Kattani.

 

Keenam, mulai belajar melakukan takhrij secara mandiri. Tentu ketika melakukan takhrij, seorang pelajar harus membaca kitab-kitab yang memuat biografi para perawi, seperti Mizanul I'tidal karya Adz-Dzahabi, Tahdzibut Tahdzib karya Ibnu Hajar, Adl-Dlu'afa karya Al-Uqaili, Al-Majruhin karya Ibnu Hibban, Al-Kamil karya Ibnu 'Adiyy, dan lain-lain. 

 

Jika sudah terbiasa melakukan takhrij, Syarif Hatim menganjurkan untuk mendalami ilmu 'illat hadits, sebuah cabang ilmu hadits paling rumit, dengan membaca kitab-kitab seperti Al-'Ilal karya At-Tirmidzi, Al-'Ilal karya Ad-Daruquthni, Al-'Ilal karya Ibnu Abu Hatim Ar-Razi, dan Al-'Ilal karya Ibnul Madini. (Syarif Hatim Al-'Auni, Nasha'ih Manhajiyyah, halaman 166-182).

 

Jika semua tahapan di atas telah berhasil dilalui oleh seorang pelajar ilmu hadits, sungguh sebuah anugerah bagi umat Islam karena telah lahir seorang muhaddits

 

Demikian metode dan kurikulum mempelajari ilmu hadits yang disusun oleh Syarif Hatim Al-'Auni secara singkat. Bagi yang ingin mengetahuinya secara detail, dapat langsung membaca kitab-kitabnya yang berjudul Nasha'ih Manhajiyyah li Thalibi 'Ilmis Sunnatin Nabawiyyah. Kitab tersebut bisa didapatkan di toko-toko kitab atau dengan mengunduhnya secara gratis di dr-alawni.com. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo.