Ilmu Tauhid

Pengertian Keimanan Menurut Sejumlah Ulama

Kam, 14 Februari 2019 | 21:45 WIB

Dalam Kitab Kasyifatus Saja, syarah Kitab Safînatun Naja, Syekh Nawawi Al-Bantani menyebutkan tingkatan-tingkatan iman kepada Allah. Namun, ada baiknya jika kita terlebih dahulu melihat pengertian iman itu sendiri, menurut beberapa ulama.
 
Menurut Al-Jurjani (wafat pada 816 H) dalam At-Takrifat, secara bahasa, iman adalah membenarkan dengan hati. Sementara menurut syariat, iman adalah meyakini dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan. 
 
Definisi itu sejalan dengan yang dikemukakan Ibnu Hazm Al-Andalusi Al-Qurthubi (wafat pada 456 H) dalam Al-Fashlu fil Milal. Hanya saja, menurut Ibnu Hazm, keyakinan hati dan pengakuan lisan itu harus berlangsung secara bersamaan.
 
Ia menambahkan, amal perbuatan tidak termasuk ke dalam unsur definisi iman, sebagaimana yang dikemukakan para ulama lain, karena amal perbuatan adalah konsekuensi dari iman itu sendiri.
 
Karena itu, berdasarkan definisi di atas, Al-Jurjani mengatakan, orang yang bersaksi (berikrar) dan meyakini, tetapi tidak beramal, maka dia adalah fasik. Sementara orang yang bersaksi dan beramal, tetapi tidak meyakini, maka dia adalah munafik. Orang yang tidak bersaksi, meskipun meyakini dan beramal, tetaplah dia orang yang kufur.
 
Ada pula yang berpendapat bahwa iman adalah pembenaran yang pasti terhadap perkara yang sesuai dengan realita berdasarkan dalil-dalil yang kuat, baik dalil aqli maupun dalil naqli.
 
“Pembenaran pasti” maksudnya tidak ada keraguan sedikit pun terhadap perkara yang diimani. Kemudian “sesuai dengan realitas” maksudnya tidak dapat dibenarkan keimanan kepada perkara yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, seperti beriman bahwa malaikat adalah anak Allah, sebab faktanya tidaklah demikian. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
 
Adapun “berdasarkan dalil” artinya keimanan harus dibangun di atas dalil, bukti, dan argumen yang kuat.  
 
Setelah memberikan pengertian, Al-Jurjani kemudian membagi iman menjadi lima macam: (1) iman mathbu‘, yakni iman para malaikat; (2) iman ma‘shum, yakni iman para nabi; (3) iman maqbul, yakni iman orang-orang mukmin; (4) iman mauquf, yakni iman orang-orang bid‘ah; (5) iman mardud, yakni iman orang-orang munafik.
 
Semoga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang memiliki keimanan yang kuat dan diberi kemampuan untuk mempertahankannya sampai nafas penghabisan. Wallahu ‘alam.
 
 
(Ustadz M Tatam Wijaya)