Khutbah

Khutbah Idul Adha: Spirit Berkurban dan Kepedulian Sosial

Rab, 7 September 2016 | 08:00 WIB

Khutbah Idul Adha: Spirit Berkurban dan Kepedulian Sosial

Khutbah Idul Adha: Spirit Berkurban dan Kepedulian Sosial

Di antara pesan dalam naskah khutbah Idul Adha ini adalah bahwa dari ibadah haji kita belajar tentang kesetaraan seluruh manusia di hadapan Allah, tanpa memandang latar belakang duniawi seseorang. Ibadah kurban memberikan pesan kepada umat Islam tentang pentingnya solidaritas, empati terhadap orang lain, serta menyembelih ego pribadi untuk kemanfaatan bersama.
 


Khutbah I

 
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاَتُهُ
 (3x) اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الْقَائِلِ (وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً)، وَأَشْهَدُ أّنْ لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ وَأَحَثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.


Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia

Umat Islam yang berada di tanah air menyambut hari raya Idul Adha yang mulia dengan takbir, tahlil, dan tahmid sebagai ungkapan rasa syukur, sedangkan jutaan umat Islam di tanah suci Makkah, Arafah dan Mina sedang berkonsentrasi menunaikan manasik haji. Mereka datang dari berbagai pelosok dunia, dari berbagai bangsa dan suku, dari latar belakang yang berbeda, menyatu dalam kepasrahan kepada Allah SWT. Mereka menanggalkan segala atribut duniawi, meninggalkan berbagai aktivitas sehari-hari untuk menghadap Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang dengan penuh khusyu dan keikhlasan. Secara serentak, mereka mengumandangkan kalimat talbiyah:

 
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ.


“Kami penuhi panggilan-Mu wahai Allah, wahai Allah kami datang memenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan karunia hanyalah milik-Mu, milik-Mu segala kekuasaan dan kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu”.

Pada momen ini pula umat Islam yang mampu ditekankan untuk melaksanakan ibadah kurban. Berbagi daging dan kebahagiaan kepada sesama. Menyembelih sebagian harta kita untuk diberikan kepada orang lain, terutama yang membutuhkan.

Dari sinilah kita semua belajar tentang kesetaraan manusia di hadapan Allah, tanpa memandang jabatan, status sosial, latar belakang pendidikan, suku, bangsa, serta kelas ekonomi. Ibadah kurban memberikan pesan kepada umat Islam tentang pentingnya solidaritas, empati terhadap orang lain, serta menyembelih ego pribadi untuk kemanfaatan bersama.

Hadirin yang berbahagia,

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr r.a. bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW: “Ajaran Islam apakah yang baik?” Nabi SAW menjawab,

 
تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ (رواه البخاري ومسلم)


“Memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan kepada orang yang tidak kamu kenal.” (HR. Bukhari, No: 28, Muslim, No: 126).

Dari hadis di atas, sepintas kita menyaksikan betapa agungnya nilai-nilai Islam yang sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Tidak hanya masalah ibadah saja yang diajarkan Islam, tetapi masalah-masalah kehidupan sosial pun menjadi sorotan. Hadis tersebut mengajak umat Islam, bahkan umat manusia secara keseluruhan untuk memperhatikan nasib masyarakat di sekitarnya. Tanggung jawab untuk menyantuni orang-orang lemah, fakir miskin, yatim piatu, para manula, dan mereka yang membutuhkan, tidak hanya dilimpahkan kepada para pemimpin. Tetapi itu semua merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku dirinya sebagai muslim.

Jawaban Rasulullah ketika ditanya seorang sahabatnya tentang amalan Islam apakah yang paling baik, beliau langsung mengarahkan orang itu untuk memberikan bantuan dan memasyarakatkan salam kepada siapa saja, baik pada orang yang dikenal maupun pada orang yang belum dikenal sebelumnya. Bantuan tersebut bukan hanya berupa dana atau makanan, tetapi juga meyangkut segala kebutuhan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya memberikan ilmu, pengalaman, nasihat, kebijaksanaan dan sebaginya. Sedangkan menebar salam maksudnya memasyarakatkan suasana yang damai dan saling mencintai antara sesama umat manusia.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Ketika seorang muslim mendapatkan rezeki berupa harta yang cukup, ia harus ingat saudara-saudaranya yang lain. Dengan kata lain, ia harus merasa empati pada mereka. Islam memandang bahwa rezeki yang barakah adalah rezeki yang cukup untuk diri sendiri dan orang lain, bukan rezeki yang banyak dan berlimpah tetapi tidak barakah. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Nabi SAW bersabda:

 
طَعَامُ الِاثْنَيْنِ كَافِي الثَّلاَثَةِ، وَطَعَامُ الثَّلاَثَةِ كَافِي الأَرْبَعَةِ (رواه البخاري ومسلم)


“Makanan satu orang cukup untuk dua orang, dan makanan dua orang cukup untuk empat orang”. (HR. Bukhari, No: 5392, Muslim, No: 2058).

Pengertian hadis di atas menyebutkan bahwa makanan untuk satu orang dapat mencukupi dua orang, makanan untuk dua orang dapat mencukupi empat orang, dan seterusnya. Hadis ini mengarahkan supaya setiap orang muslim memiliki kepedulian kepada mereka yang lemah dan miskin, sehingga dapat mengantarkan mereka pada kehidupan yang layak. Selain dari itu, hadis ini mengisyaratkan juga agar setiap orang, mengonsumsi makanan secara sederhana dan tidak berlebihan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pola hidup sederhana dan kesehatan fisik maupun mental manusia. Mengonsumsi makanan secara berlebihan akan mengantarkan seseorang untuk menggali kuburnya sendiri. Makan berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit yang membinasakan dan merusak terhadap fisik dan rohani umat manusia.

Seorang muslim yang senantiasa menginfakkan sebagian rezekinya pada orang-orang yang membutuhkan, akan merasa cukup dengan segala karunia Allah kepadanya. Meskipun rezekinya tidak banyak, tetapi itu dirasakan sebagai suatu kecukupan yang tetap ia syukuri. Hatinya selalu tentram dan hidupnya pun nyaman. Dengan kedermawanannya, banyak orang yang bersimpati kepadanya, dan berdoa untuk kebaikan orang tersebut dalam segala kehidupannya. Inilah yang dimaksud dengan keberkahan. Dalam hal memperoleh rezeki, umat Islam diarahkan agar meraih keberkahan dari rezeki tersebut, bukan meraih banyak jumlahnya. Karena harta yang banyak dan berlimpah kalau tidak disertai keberhakan akan menjadi sia-sia dan bahkan akan menjerumuskan orang tersebut dalam prilaku yang tercela.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd,

Berbeda halnya dengan orang yang kikir, tidak memiliki rasa empati terhadap sesama, meskipun hartanya banyak dan berlimpah ruah, tetapi ia merasa hal itu masih kurang dan tidak cukup baginya. Sehingga ia merasa berat untuk mengeluarkan sebahagian rezekinya pada mereka yang membutuhkan. Hidupnya selalu dikejar-kejar oleh nafsu duniawi, seolah-olah ia ingin mencengkeram seisi dunia ini dengan jari-jari tangannya. Akibatnya, ia hidup dengan prinsip semua orang harus melayaninya bukan aku yang harus melayani mereka. Sikap demikian inilah yang membuat hidupnya tidak barakah dan tidak pernah merasa cukup atas rezeki yang ia dapatkan. Manusia seperti ini, digambarkan seperti orang yang meminum air laut, semakin banyak diminum, merasa semakin haus dan dahaga.

Manusia muslim harus memperhatikan nasib masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan yang lebih sulit dan menderita dari dirinya. Ia harus empati dan iba untuk menolong dan meringankan beban mereka. Jika hal itu terwujud, maka jurang kemiskinan pun bisa diminimalisir dan angka gejolak sosial pun dapat ditekan. Dengan demikian, masyarakat muslim akan sejahtera sesuai dengan tatanan dan tuntunan agamanya. Alangkah agungnya ajaran Islam yang memandang semua umatnya adalah bersaudara yang harus saling membantu dan menolong antara satu dengan yang lain. Bahkan, lebih jauh lagi, Islam melalui sabda Rasulullah SAW memandang bahwa iman seseorang tidak sempurna sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

 
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رواه البخاري ومسلم)


“Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, No: 13, Muslim, No: 45).

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Kaum Muslimin dan Muslimat yang kami cintai,

Selain menyerukan untuk empati atau solidaritas pada sesama, pengarahan berikutnya dari hadits di atas adalah menyebarkan salam. Ia merupakan pesan yang sangat tinggi bagi kemanusiaan berupa tegur sapa yang mengandung arti perdamaian dan kesejahteraan. Karena mengandung nilai perdamaian dan kesejahteraan itulah, ucapan tersebut harus disebarluaskan pada setiap orang, baik orang yang dikenal maupun tidak. Hidup yang damai dan sejahtera adalah dambaan semua manusia yang beradab.

Tidak ada seorang pun yang menginginkan adanya kekerasan, dan tindakan yang tidak berperikemanusiaan mengenai dirinya. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang membawa rahmat untuk semesta alam (rahmatan lil alamin), sesuai namanya, juga menyerukan umatnya untuk menebarkan perdamaian dan saling mencintai antar sesama manusia.Cinta kasih adalah modal utama untuk mewujudkan hidup rukun, aman, dan tentram. Tetapi jika ada pihak atau sekelompok manusia yang menginginkan untuk mencabik nilai-nilai yang tinggi itu, maka Islam melalui sabda Nabi Muhammad SAW, dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak akan memperoleh kesuksesan di dunia dan akhirat.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Demikianlah, ajaran Islam yang paripurna dan senantiasa relavan untuk diamalkan umat manusia sampai akhir masa, demi mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Bangsa yang berkeadaban adalah umat yang selalu memperhatikan nasib masyarakat sekitarnya. Mereka dapat hidup tenang dan damai, jika masyarakatnya berkecukupan. Sebaliknya mereka merasa gundah dan gelisah, jika masyarakatnya hidup susah. Hal ini digambarkan Nabi SAW sebagaimana hadis dari Nu’man bin Basyir:

 
تَرَى المُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، كَمَثَلِ الجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالحُمَّى (رواه البخاري ومسلم)


“Kamu melihat kaum mukminin dalam hal sayang menyayangi, cinta mencintai, dan kasih mengasihi, bagaikan satu tubuh, jika ada salah satu anggota tubuh yang mengeluh (sakit), maka anggota-anggota tubuh lainnya ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan merasa demam”. (HR.  Bukhari, No 6011; Muslim, No 2586).

Sikap dan cara pandang itulah yang harus kita usung bersama, yaitu solidaritas terhadap sesama. Dalam nuansa Idul Adha ini, di balik merayakan kegembiraan dan kemenangan kita dengan takbir, tahlil, dan tahmid, kita pun harus menengok saudara-saudara kita yang masih hidup dalam garis kemiskinan. Kepada mereka, kita ulurkan tangan. Untuk mereka, kita hentikan gaya hidup yang berlebihan. Marilah kita berbagi dan empati dalam kerangka solidaritas sosial untuk bahu membahu mewujudkan masyarakat yang mapan dan sejahtera.

Berkaitan dengan hal inilah maka pada hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah), diperintahkan kepada kita agar melaksanakan ibadah kurban. Kurban itu diarahkan agar dilakukan secara ikhlas, semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Ibadah itu dilaksanakan karena Allah, dan mengahrap keridhaan-Nya. Sedangkan daging kurbannya adalah diperuntukkan bagi mereka yang hidup dalam kekurangan dan amat membutuhkan protein hewani. Tidaklah akan sampai kepada Allah darah dan daging kurban itu, yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan dari mereka yang melakukan kurban tersebut.

 
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ


“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Telah menundukkannya untukmu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepadamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Haj, 22:37).

 
عِبَادَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ وَأَحَثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فَهُوَ السَّعِيْدُ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah II


 (7x) اَللهُ أَكْبَرُ
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. اَللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلًا وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا، اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمْسُلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اَللّهُمَّ أَصْلِحِ الرُعَاةَ وَالرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً، رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فىِ السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
 


KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah PBNU