Khutbah

Khutbah Jumat: Hubungan Muslim dan Non-Muslim

Kam, 11 November 2021 | 13:00 WIB

Khutbah Jumat: Hubungan Muslim dan Non-Muslim

Islam hadir sebagai agama yang membawa perdamaian, keharmonisan, dan kasih sayang untuk semesta alam

Naskah khutbah Jumat kali ini menjelaskan tentang hubungan umat Muslim dan non-Muslim dalam kehidupan sehari-hari. Naskah khutbah ini menegaskan kepada kita semua bahwa perbedaan status agama bukan menjadi hambatan untuk terjalinnya keharmonisan dalam interaksi sosial.


Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul " Khutbah Jumat: Hubungan Muslim dan Non-Muslim". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)


Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَالَ اِذَا جَاءَكَ الْمُنٰفِقُوْنَ قَالُوْا نَشْهَدُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللّٰهِ ۘوَاللّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُهٗ ۗوَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَكٰذِبُوْنَۚ


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka.


Jama’ah shalat Jumat yang dimuliakan Allah

Dalam berinteraksi sosial, pada dasarnya agama Islam tidak pilah-pilih dengan siapa kita bergaul, termasuk dengan orang yang berbeda agama atau non-Muslim sekalipun. Islam hadir sebagai agama yang membawa perdamaian, keharmonisan, dan kasih sayang untuk semesta alam. Dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107, Allah swt berfirman:


وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ  


Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”


Menafsiri ayat di atas, Imam Baghawi dalam tafsirnya menjelaskan, menurut Ibnu ‘Abbas, kasih sayang Nabi Muhammad SAW itu berlaku bagi semua manusia. Baik untuk mererka yang sudah mengimani ajaran Islam ataupun yang belum. Bagi mereka yang beriman, akan memperoleh rahmat tersebut di dunia dan akhirat. Sementara bagi mereka yang belum beriman, hanya memperoleh rahmat di dunia. Soal urusan balasan mererka yang tidak beriman, itu urusan Allah di akhirat.


Mencermati penafsiran ini, jelas bahwa dalam kehidupan bersosial di dunia, kita tidak boleh membeda-bedakan orang lain karena status agamanya. Berbuat baiklah kepada siapa saja. Soal mereka yang berbeda keyakinan, bukan hak kita untuk menomorduakan atau bahkan memusuhinya.


Mempertegas ayat di atas, dikisahkan bahwa suatu ketika RasulullahSAW dimintai oleh seseorang agar beliau mau mandoakan orang-orang Musyrik supaya ditimpa musibah. Merespons permintaan itu, Rasulullah dengan bijak bersabda:


إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً


Artinya: “Sesungguhnya aku diutus bukan untuk menjadi pelaknat, tetapi aku diutus sebagai rahmat.” (HR Muslim)


Dalam catatan sejarah dakwah Islam, metode yang digunakan Rasulullah SAW untuk mengajak orang-orang yang belum beriman pun tidak pernah lepas dari prinsip-prinsip kelembutan. Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159, Allah SWT berfirman,


فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ  


Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” 


Secara jelas, ayat di atas berpesan kepada Nabi Muhammad SAW untuk selalu bersikap lembut terhadap umatnya. Jika saja tidak demikian, bersikap keras dan kasar, bisa jadi justru dijauhi oleh kaumnya. Selevel Nabi saja masih harus mengedepankan rasa belas kasih dalam berinteraksi dengan non-Muslim. Bagaimana dengan kita?


Terkait ayat di atas, Syekh Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaksan, tujuan diutusnya rasul  adalah untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah pada sekalian manusia. Misi ini hanya bisa sukses jika manusia itu luluh hatinya dan merasa nyaman. Sementara hal ini bisa dicapai jika rasul itu memiliki kasih sayang yang mulia, mau memaafkan mereka yang bersalah dan menasihati menghadapi memreka dengan cara yang elegan dan penuh kasih sayang.

 


Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah

Islam sebagai agama penebar kasih sayang, rasanya kontras sekali jika kita masih melakukan tindak aniaya sesama manusia, kendatipun berbeda agama. Dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW, pernah terjadi peristiwa penaklukan kota Makkah oleh umat Muslim. Persitiwa ini menjadi salah satu cermin sikap lemah lembut kepada non-Muslim. Kendati sebelumnya mereka sering menganiaya umat Islam.


Dikisahkan, saat pasukan Muslim berhasil menduduki kota Makkah, para penduduk Makkah yang masih belum memeluk agama Islam sangat khawatir. Bagaimana tidak, saat fase dakwah Rasulullah SAW di Mekah selama 13 tahun, berbagai tindak keji telah mereka lakukan. Bahkan mereka pernah memblokade Rasulullah hingga menderita kelaparan dan memakan tumbuhan yang bisa dimakan.


Mereka juga pernah menganiaya umat Muslim dengan dengan sangat kejam. Bahkan tidak sedikit yang sampai meregang nyawa. Rasulullah sendiri beberapa kali mengalami percobaan pembunuhan.


Mengingat sederet kekejaman mereka tempo dulu, membuat ketakutan dan kecemasan berguncang dalam hatiorang-orang kafir Quraisy Makkah. Jangan-jangan umat Muslim akan menuntut balas dendam. Namun, apa yang Rasulullah perbuat. Beliau membebaskan mereka dan memaafkan begitu saja kesalahan-kesalahan tempo dulu.

 


Dalam sebuah riwayat juga pernah dikisahkan tentang seorang perempuan Yahudi yang membawa daging kambing beracun untuk dihidangkan kepada Rasulullah. Beruntung, Rasulullah mengetahui kandungan racun di dalamnya sebelum sempat beliau makan.


Para sahabat yang melihat peristiwa itu lantas naik pitam dan hampir saja membunuh si perempuan Yahudi. Namun Rasullullah SAW mencegah para sahabat dan memaafkan perempuan tadi.


Secara tegas, al-Qur’an memerintahkan untuk tetap berbuat baik tanpa memandang status agama. Dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam Al-Mumtahanah ayat 8:


لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ  


Artinya:“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”


Menurut Ibnu Jarir at-Thabari dalam tafsirnya menegaskan, ayat ini memerintahkan umat Muslim untuk tetap berbuat baik serta berlaku adil pada siapapun, tanpa memandang apa agama mereka. Sekalipun mereka adalah seorang musuh, tetap kita bersikap bijak. Berikut At-Tbahari mengungkapkan:


لِيَكُنْ مِنْ أَخْلَاقِكُمْ وَصِفَاتِكُمُ الْقِيَامُ لِلَّهِ, شُهَدَاءَ بِالْعَدْلِ فِي أَوْلِيَائِكُمْ وَأَعْدَائِكُمْ, وَلَا تَجُورُوا فِي أَحْكَامِكُمْ وَأَفْعَالِكُمْ, فَتُجَاوِزُوا مَا حَدَّدْتُ لَكُمْ فِي أَعْدَائِكُمْ لِعَدَاوَتِهِمْ لَكُمْ


Artinya: “Sudah seyogyanya akhlak dan budi kalian sesuai dengan batasan yang telah Allah gariskan, yaitu dengan berbuat adil, baik terhadap golongan yang sepaham ataupun tidak. Janganlah berbuat lalim dalam mengambil keputusan dan bertindak. Jika demikian, rasa kesal terhadap kelompok yang tidak sepaham akan menyebabkan kalian bertindak tidak etis.”


Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ  ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ  فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ


فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ  اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ  


Ustadz Mohammad Abror, pengajar pada Ma’had Ali As-Siddiqiyah


Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI