Khutbah

Khutbah Jumat: Ketakwaan sebagai Fondasi Kesejahteraan Sosial

Kam, 1 Februari 2024 | 06:00 WIB

Khutbah Jumat: Ketakwaan sebagai Fondasi Kesejahteraan Sosial

Saling membantu. (Foto: NU Online/Freepik)

Khutbah Jumat ini mengangkat tema tentang pentingnya meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Bukan hanya saja mampu meningkatkan kualitas pribadi, ketakwaan juga mampu menjadi fondasi yang kuat dalam terwujudnya kesejahteraan sosial.
 

Khutbah Jumat ini berjudul: "Khutbah Jumat: Ketakwaan sebagai Fondasi Kesejahteraan Sosial". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi) 



Khutbah I


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْـدُ. فَإِنِّيْ أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ.  لَقَدۡ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسۡكَنِهِمۡ ءَايَةً ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍۖ كُلُواْ مِن رِّزۡقِ رَبِّكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لَهُۥۚ ‌بَلۡدَةٌ ‌طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ [سبأ: 15] . وقال أيضا: وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلاً قَرۡيَةً كَانَتۡ ‌ءَامِنَةً ‌مُّطۡمَئِنَّةً يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ [النحل: 112] كَمَا أُوْصِيْ بِطَاعَةِ رَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقَائِلِ: اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحسنةَ تَمْحُهَا، وخَالقِ النَّاسَ بخُلُقٍ حَسَنٍ." رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ.


Maasyiral muslimin rakhimakumullah,

Dengan didasari rasa syukur yang kita buka dengan memperbanyak kalimat alhamdulillahi rabbil ‘alamin, serta dengan shalawat kepada baginda Rasulullah, kami mengingatkan diri kami pribadi sekaligus mengajak segenap jamaah seluruhnya untuk meningkatkan komitmen kita dalam bertakwa kepada Allah. Kita tingkatkan terus komitmen kita untuk taat menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi segenap larangannya.


Ketakwaan yang kita bangun secara personal selama ini, mari kita tingkatkan juga menjadi ketakwaan sosial. Fattaqullâha jamî’an fii kulli ri’âyatikum al-ijtima’iyyah. Mari kita selalu bertakwa bersama-sama dalam mengupayakan kesejahteraan sosial negara kita.


Maasyiral muslimin rakhimakumullah,

Pada kesempatan yang penuh barakah ini, dengan penuh syukur di hadapan-Nya mari kita sejenak memahami dan merenungkan pesan ketakwaan sosial dan kesejahteraan sosial yang tercermin dalam Al-Qur'an dan juga dalam hukum yang telah ditetapkan oleh negara kita tercinta. 


Kesejahteraan sosial adalah hak setiap individu dalam masyarakat. Hal ini juga diakui oleh negara dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Pasal 1 ayat (1) berbunyi: "Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya."


Ini menegaskan bahwa kesejahteraan sosial bukan hanya sekedar kebebasan dari kemiskinan materi, tetapi juga mencakup pemenuhan kebutuhan spiritual dan sosial, sehingga setiap individu dapat hidup layak dan berperan aktif dalam masyarakat.


Tidak hanya itu, kesejahteraan sosial ini sebenarnya juga menjadi hak, bahkan jaminan dari Allah bagi negara yang pandai bersyukur, bangsa yang mampu menampilkan tanda-tanda kekuasaan, kasih sayang, dan kerahmatan Allah. Mari kita perhatikan firman Allah swt dalam Surat Saba' ayat 15 yang telah kami bacakan di mukaddimah khutbah ini.


لَقَدۡ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسۡكَنِهِمۡ ءَايَةً ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍۖ 


Artinya: “Sungguh, pada kaum Saba’ benar-benar ada suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri.


Tersirat pesan dalam pembuka ayat ini bahwa Negeri Saba’ yang merupakan simbol negeri sejahtera, gemah ripah loh jinawe adalah negeri yang di setiap penjurunya, di rumah-rumah warganya, terpancar ayat atau tanda kekuasaan, tanda kasih sayang, dan tanda kemurahan rahmat Allah.


Tanda-tanda sifat-sifat Allah yang agung terpancar dari rumah-rumah warga Saba’. Mereka sejahtera, bahagia, karena terpenuhi kebutuhan material, spiritual, dan sosialnya sehingga dapat hidup layak dan mengembangkan diri serta mampu melaksanakan fungsi sosialnya. Tanda-tanda sifat Agung Allah itu adalah berupa dua bidang kebun di kanan dan kiri tempat tinggal mereka.


Kebun merupakan simbol kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan spiritual, dan kesejahteraan sosial. Di kebun (jannah), ada aktivitas ekonomi, sumber kehidupan material langsung dari alam. Kebun (jannah) juga berfungsi sebagai sumber ketenangan jiwa, menghasilkan udara yang sejuk dan segar, suasananya menenangkan dan menenteramkan jiwa.


Kebun (jannah) ini juga menjadi salah satu perekat hubungan sosial. Di situ ada kerjasama, ada kepedulian, ada kolaborasi dan ada perlindungan hak. Kita bisa bayangkan jika kebun-kebun itu mengelilingi kediaman (maskan) kita. Begitulah gambaran negeri yang kesejahteraan dalam ayat ini. Ada perwujudan ayat atau tanda sifat-sifat Agung Allah di dalamnya, sumber kehidupan material, spiritual, dan sosial melimpah di kanan dan kiri kediaman warganya.


كُلُواْ مِن رِّزۡقِ رَبِّكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لَهُۥۚ ‌بَلۡدَةٌ ‌طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ 


Artinya: “(Kami berpesan kepada mereka,) “Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang Maha Pengampun.”


Selanjutnya, Allah menggambarkan aktivitas bangsa yang sejahtera sosialnya. Mereka bisa bebas makan dan mendapatkan penghidupan yang layak dari rezeki Tuhannya langsung yang telah disebarkan di alam mereka. Sumber daya alam mereka melimpah ruah. Mereka dapat menikmatinya dengan baik. Mereka pandai mensyukuri, yaitu mengelola, memanfaatkan, mengembangkan, dan menjaganya sesuai dengan cara yang disukai dan diridai oleh Allah. Mereka mampu mempertanggungjawabkan semua itu di hadapan Allah.


Itulah wujud ketakwaan sosial yang berdampak pada kesejahteraan sosial dan membentuk negeri yang baik dan nyaman, serta senantiasa dipenuhi dengan ampunan dari Allah. Dengan ampunan itu, negara menjadi seolah-olah tanpa kesalahan, tanpa dosa yang menjadi beban berat meraih kebahagiaan dan kesejahteraan.


Maasyiral muslimin rakhimakumullah,

Pada ayat yang juga telah kami bacakan di mukdimah khutbah ini, kita mendapati surat al-Nahl, ayat 112.


وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلاً قَرۡيَةً كَانَتۡ ‌ءَامِنَةً ‌مُّطۡمَئِنَّةً يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ


Artinya: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah


Pada ayat ini kita diberikan sebuah gambaran jelas negeri yang penuh kesejahteraan, namun kemudian gagal mempertahankan kesejahteraan itu karena tidak mampu melaksanakan ketakwaan sosial. Negeri yang sejahtera digambarkan sebagai negeri yang aman (aminatan) dan tenteram (muthma’innatan). Rezekinya melimpah ruah datang dari berbagai penjuru. Disebut rezeki ketika hal itu dimanfaatkan.


Oleh karena itu, sumber daya alam yang melimpah jika tidak dimanfaatkan dengan baik, maka tidak menjadi rezeki untuk negeri tersebut. Kemanfaatan rezeki dari kekayaan alam itu harus kembali dan dirasakan langsung oleh seluruh warganya. 


Kemudian, pada surat Saba’: 15 tadi kita dapati ketakwaan sosial adalah disimbolkan dengan syukur. Pada ayat ini, kita dapati pesan serupa bahwa ada negeri yang awalnya diberikan kesejahteraan melimpah namun kemudian kufur terhadap nikmat-nikmat tersebut. Mereka tidak bertakwa lagi. Akibatnya adalah Allah berikan pakaian kelaparan dan pakaian ketakutan. Kegagalan mereka dalam mempertahankan ketakwaan sosial itulah yang menyebabkan kegagalan mempertahankan kesejahteraan sosial. 


 فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ 


Artinya: “Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.”


Maasyiral muslimin rakhimakumullah,

Umumnya, rasa lapar itu adanya di dalam perut. Sedangkan rasa takut itu adanya di dalam hati dan pikiran. Tapi kali ini Allah menegaskan bahwa rasa lapar dan takut itu telah menjadi pakaian (libasal ju’ wal-khauf). Pakaian itu adanya di luar, bukan di dalam perut maupun di dalam hati dan pikiran. Ini menandakan bahwa kelaparan dan ketakutan itu sudah tampak di tubuh mereka. Pakaian lapar dalam bahasa sekarang adalah stunting, kekurangan gizi, kemiskinan, dan sejenisnya. Jika itu sudah tampak di satu negeri, pertanda bahwa tingkat kesejahteraan sosialnya rendah.


Begitu juga ketika suatu negeri sudah terlihat jelas ketakutannya, kedaulatannya lemah, pertahanannya rapuh, tidak berani memperjuangkan hak-hak warganya, ini pertanda bahwa kesejahteraan sosialnya tidak berfungsi sama sekali. Negara seperti ini sudah lumpuh. Semua itu disebabkan oleh ulah warga negaranya sendiri yang tidak bertakwa, tidak bersyukur, bahkan mengkufuri nikmat-nikmat Allah. 


Maasyiral muslimin rakhimakumullah,

Ketakwaan sosial dalam hal ini perlu didefinisikan secara lebih teknis. Teknis ketakwaan sosial melibatkan praktik syukur kepada Allah sebagai fondasi utama. Dengan merasakan nikmat kesejahteraan sosial sebagaimana dicontohkan dalam ayat Al-Qur'an, seperti kisah kaum Saba', kita diajak untuk mengenali dan mensyukuri segala berkah yang diberikan Allah.


Praktik syukur ini tercermin dalam kepedulian terhadap sesama, menjaga keadilan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Dengan bersyukur, kita menjadikan setiap tindakan sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Sang Pemberi Nikmat, menciptakan hubungan yang lebih baik dengan sesama dan lingkungan, serta berkontribusi dalam mencapai kesejahteraan bersama.


Semoga kita semua dan negeri kita tercinta ini dimudahkan oleh Allah untuk meraih kesejahteraan sosial dari Allah yang selalu disertai dengan syukur dan ketakwaan sosial yang tinggi. Amin


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم.


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَرِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَيُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ.


عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, Pengasuh Ma'had Al-Jami'ah Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng