Tasawuf/Akhlak

Bergantung pada Kesalehan Orang Tua

Sel, 28 Februari 2023 | 21:00 WIB

Bergantung pada Kesalehan Orang Tua

Takwa (Ilustrasi: NU Online).

Al-Qur’an mengabarkan bahwa kita bertanggung jawab atas amal kita sendiri. Al-Qur’an menganjurkan kita untuk beramal, tanpa bergantung pada amal saleh orang lain, termasuk amal saleh orang tua.

 

Dalam banyak ayat, Al-Qur’an mendorong kita secara individu untuk bertakwa kepada Allah swt. Al-Qur’an mengingatkan bahwa kita akan menuai amal saleh yang kita lakukan sendiri, bukan menuai amal saleh orang lain.


وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى


Artinya, “Seseorang tidak akan mendapatkan kecuali apa yang dia usahakan,” (Surat An-Najm ayat 39).


Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali mengingatkan agar kita tidak bergantung pada kesalehan orang tua yang kita harapkan. Sebagian orang terpedaya bahwa kesalehan orang tuanya dapat mencukupinya. Padahal, pandangan seperti ini cukup keliru fatal.


Imam Al-Ghazali mengilustrasikan orang yang bergantung amal saleh orang tuanya seperti orang yang kenyang dan hilang dahaga berkat orang tuanya yang makan dan minum. Sedangkan dia sendiri tidak makan dan minum. Mana mungkin ini bisa terjadi?


فإن من طنّ أنه ينجو بتقوى أبيه كمن ظن أنه يشبع بأكل أبيه أو يروي بشرب أبيه


Artinya, “Sungguh orang yang mengira akan selamat karena ketakwaan ayahnya sama seperti orang yang kenyang karena ayahnya yang makan atau hilang dahaga karena ayahnya yang minum,” (Imam Al-Ghazali, Al-Kasyfu wat Tabyin fi Ghururin Khalqi Ajma’in, [Semarang, Thaha Putra: tanpa tahun], halaman 19).


Imam Al-Ghazali mengatakan, ketakwaan dan kesalehan merupakan kewajiban individu. Kesalehan ini tidak dapat diwakili oleh siapapun termasuk orang tua. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh merasa cukup dan tenang atas kesalehan orang tuanya.


والتقوى فرض عين لا يجزى فيها والد عن ولده 


Artinya, “Takwa adalah fardhu ain di mana ibadah wajib seorang ayah tidak dapat menggantikan kewajiban anaknya,” (Imam Al-Ghazali, tanpa tahun: 19).


Imam Al-Ghazali ingin mengingatkan bahwa lingkungan keluarga memang penting dalam membentuk kesalehan kita. Nasab pun demikian halnya. Tetapi lingkungan keluarga dan nasab memperdayakan sebagian orang sehingga membuat mereka merasa aman dari tuntutan kewajiban takwa dan kesalehan. Padahal nasab dan kesalehan seseorang tidak dapat diandalkan untuk menyelamatkan keturunannya.


Imam Al-Ghazali memasukkan orang dengan ketergantungan pada nasab dan kesalehan orang tua ke dalam salah satu kelompok yang terpedaya oleh ilusinya. Oleh karena itu, ia mengingatkan bahwa ketakwaan atau kesalehan adalah fardhu ain yang tidak dapat diwakilkan oleh keluarga atau siapapun. Wallahu a’lam.


Alhafiz Kurniawan, redaktur pelaksana keislaman NU Online