Khutbah

Khutbah Jumat: Kuatkan Tali Persaudaraan, Jaga Terus Kedamaian

Kam, 21 Desember 2023 | 18:03 WIB

Khutbah Jumat: Kuatkan Tali Persaudaraan, Jaga Terus Kedamaian

Bergandengan tangan. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Khutbah Jumat ini mengingatkan para jamaah Jumat untuk senantiasa menyadari pentingnya perdamaian. Dengan terwujudnya perdamaian, berbagai jenis aktivitas dalam kehidupan bisa berjalan dengan baik termasuk dalam menjalankan tugas utama manusia hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah.


Teks khutbah Jumat ini berjudul: "Khutbah Jumat: Kuatkan Tali Persaudaraan, Jaga Terus Kedamaian". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! Cara mencetak, klik tombol download di atas atau bawah naskah khutbah. 



Khutbah I


اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالْإِصْلَاحِ، وَحَثَّنَا عَلَى الصَّلَاحِ، وَبَيَّنَ لَنَا سُبُلَ الْفَلَاحِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللهِ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ تَعَالَى: فَاتَّقُوا اللهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga kita bisa hidup dalam kondisi yang aman dan damai di bumi Indonesia tercinta ini. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Baginda Rasulullah saw, yang mengajarkan kepada kita tentang arti penting menjaga kedamaian.


Pada kesempatan ini, untuk mengawali khutbah, izinkan kami berwasiat kepada diri kami pribadi khususnya dan umumnya kepada seluruh jamaah agar senantiasa meningkatkan dan menguatkan ketakwaan kita kepada Allah swt, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Semoga kita selalu diberikan petunjuk jalan yang lurus dan diridhai oleh Allah swt.


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Perbedaan tidak akan pernah lepas dari jati diri bangsa kita. Negara Indonesia ini sejak awal didirikannya sudah merupakan negara yang majemuk dengan berbagai keragaman yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Kita memiliki suku bangsa yang beragam, bahkan bahasa, agama dan adat istiadat pun beragam. Data dari Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa di negeri kita terdapat 652 bahasa dan lebih dari 1.340 suku bangsa.

Demikian pula dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh bangsa kita. Ada lima agama dan kepercayaan yang diakui dan diakomodasi oleh pemerintah. Masing-masing pemeluk agama dan kepercayaan diberikan kesempatan seluasnya untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing.


Maka dengan demikian, sudah selayaknya jika bangsa kita tidak alergi dengan perbedaan. Asalkan tidak bertentangan dengan syariat dan perundang-undangan negara, maka berbeda dianggap wajar di negeri ini sejak asal pendiriannya.


Sama halnya fakta yang kita temukan jika kita cermati bagaimana ketika Allah swt. menciptakan manusia di dunia dengan segala keragaman dan perbedaannya. Tujuannya adalah untuk saling mengenal dan melengkapi, bukan untuk saling mencaci, menghina, menghakimi, mengintimidasi dan diskriminasi kepada salah satu kelompok, dan mengunggulkan yang lainnya. Karena hal tersebut bisa memicu gesekan dan ketegangan sosial. Allah swt. berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 13:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ


Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.


Allah swt. dalam ayat tersebut menegaskan kepada kita untuk hidup terbuka, saling mengenal, dan bekerja sama serta hidup secara berdampingan dalam damai. Dengan kondisi semacam itu, maka akan tercipta kondisi di mana kita bisa menciptakan sebuah peradaban, karena peradaban hanya bisa dibangun dalam kondisi umat yang bersatu, hidup damai, dan saling tolong-menolong. Tidak akan tercipta situasi yang kondusif dan mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan serta penciptaan peradaban yang lebih maju jika antar umat saling membenci, saling menghasut dan saling bertentangan antara satu dengan lainnya.


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Allah swt. telah menegaskan bahwa kunci pokok terciptanya kondisi ideal yang dipenuhi keberkahan adalah jika kita erat dalam persatuan tali persaudaraan,. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 112:


ضُرِبَتْ عَلَيْهِمْ الذِّلَّةُ أَيْنَمَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللهِ وَحَبْلٍ مِنْ النَّاسِ


Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali hubungan kepada Allah dan tali hubungan dengan manusia” (QS Ali Imran: 112).


Ayat ini mengajarkan kepada kita semua, barang siapa yang dalam hidupnya selalu menjalin hubungan baik dengan Allah dan dengan sesama manusia, maka dalam hidupnya tidak akan diliputi kehinaan. Oleh sebab itu, agar kita tidak jatuh dalam jurang kehinaan seperti yang Allah maksudkan, maka sudah sepantasnya jika kita senantiasa mempererat tali hubungan kita dengan Allah dan dengan sesama manusia.


Islam sangat menganjurkan untuk memperkokoh tali persaudaraan. Sejarah menyebutkan bahwa ketika Rasulullah saw. hijrah dari Makkah ke Madinah, yang pertama kali Rasulullah lakukan ialah mempersaudarakan antara pendatang dari Makkah atau Muhajirin dengan tuan rumah yang menerima mereka di Madinah atau Anshor. Upaya Rasulullah tersebut terbukti efektif karena Islam bisa kuat sejak saat itu mengingat sudah tercipta suasana yang kondusif antar umat.


Lebih jauh, bahkan Islam mengajarkan macam-macam persaudaraan yang sama-sama kita kenal, di antaranya persaudaraan keturunan (ukhuwah nasabiyah), persaudaraan sesama manusia (ukhuwah basyariyah), persaudaraan setanah air (ukhuwah wathaniyah), dan persaudaraan seagama (ukhuwah Islamiyah).


Allah bahkan secara tegas menyebutkan bahwa antar sesama Muslim itu bersaudara, sehingga wajib hukumnya untuk menebalkan rasa perdamaian di hati masing-masing umat Islam. Hal ini sebagaimana firman-Nya surat Al-Hujurat ayat 10:


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ، وَاتَّقُوا اللهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


Artinya: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat" (QS Al-Hujurat: 10).


Kata “ikhwah” dalam ayat tersebut diambilkan dari kata dasar “akha” yang artinya ialah “memberi perhatian”. Hal ini menegaskan bahwa antar sesama Muslim harus memberikan perhatian kepada sesamanya. Persaudaraan memang bisa selalu awet dan terjadi dengan baik jika dipupuk dengan saling memberi perhatian. Maka konsep persaudaraan dalam Islam yang kita kenal dengan istilah “ukhuwah” dapat dimaknai sebagai konsep yang mengajarkan bahwa setiap orang yang bersaudara mengharuskan ada perhatian di antara mereka.


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Salah satu kunci pokok terciptanya ukhuwah Islamiyah telah diajarkan oleh Allah swt. dalam firman-Nya surat Al-Hujurat ayat 11:


 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
 

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim".


Ayat ini menegaskan kepada kita untuk tidak saling menghinakan dan memperolok saudara kita sesama muslim karena kita tidak tahu, bisa jadi yang kita olok-olok tersebut berpotensi lebih baik baik ketimbang kita di mata Allah swt.


Artinya, sifat tenggang rasa sangat dibutuhkan untuk menciptakan suasana kondusif dalam persaudaraan. Kondisi yang damai tanpa saling mengolok akan bisa menciptakan suasana yang kondusif demi terwujudnya cita-cita utama keislaman yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam. 


Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Demikianlah khutbah yang singkat ini, semoga kita senantiasa selalu menjadi hamba yang menjalin persaudaraan baik sesama umat Islam maupun sesama umat manusia. Karena dengan persaudaraan, kehidupan akan stabil, tenang, tentram dan bisa menjalankan ibadah kapanpun dan dalam keadaan bagaimanapun.  


Semoga Allah senantiasa memberikan segala kebaikan dan cinta kepada kita, hingga kita dikumpulkan bersama orang-orang yang mencintai dan dicintai oleh Allah Swt. Amin ya rabbal alamin.


 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ



Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إِلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ، فَيآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النِّبِيِّ يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلْاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلِّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Dr Muhammad Ibnu Sahroji atau Ustadz Gaes