Kultum Ramadhan: Jaga Hubungan Baik dengan Tetangga
NU Online · Sabtu, 15 Maret 2025 | 04:00 WIB
Fatihunnada
Kolomnis
Tetangga adalah orang-orang yang paling dekat dengan kita, bukan hanya dalam arti geografis tetapi juga dalam kehidupan sosial sehari-hari. Intensitas interaksi dengan mereka sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan saudara jauh atau bahkan rekan kerja.
Kita bisa bertemu dan berkomunikasi dengan tetangga hampir setiap hari, baik dalam urusan kecil seperti berbagi makanan, meminta tolong, maupun dalam kegiatan sosial yang lebih besar seperti gotong royong dan acara keagamaan. Oleh karena itu, menjaga hubungan baik dengan tetangga bukan sekadar kesopanan, tetapi juga sebuah kebutuhan sosial yang memperkuat keharmonisan lingkungan.
Dalam ajaran Islam, menjaga hubungan baik dengan tetangga bukan hanya dianjurkan, tetapi juga menjadi salah satu indikator keimanan seseorang. Nabi Muhammad bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihul Bukhari, juz 8, halaman 11
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ
Artinya, "Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya dengan jamuannya."
Permasalahan antar tetangga bukanlah hal yang jarang terjadi di sekitar kita. Banyak faktor yang dapat memicu konflik, mulai dari hal sepele hingga persoalan yang lebih kompleks. Ada sebagian orang yang gemar membicarakan keburukan atau kekurangan tetangganya, baik secara terang-terangan maupun di belakang mereka.
Pembicaraan semacam ini bisa mencakup berbagai hal, seperti kebiasaan belanja tetangga, kondisi ekonomi mereka, kendaraan yang dimiliki, hingga perilaku anak-anak mereka. Sikap seperti ini tidak hanya mencerminkan kurangnya etika sosial, tetapi juga dapat memicu ketegangan dan memperburuk hubungan antar warga.
Selain itu, ada pula individu yang dengan sengaja atau tanpa disadari melakukan tindakan yang merugikan tetangganya. Misalnya, membangun pagar rumah hingga melebihi batas dan mengganggu akses jalan umum, memarkir kendaraan secara sembarangan hingga menghalangi lalu lintas, atau melakukan aktivitas yang menimbulkan kebisingan tanpa mempertimbangkan kenyamanan sekitar. Hal-hal seperti ini, meskipun tampak sepele, dapat menjadi pemicu perselisihan yang berlarut-larut.
Masalah kecil yang muncul di antara tetangga, seperti salah paham akibat salah sapa, melintas tanpa izin, hingga konflik antar anak-anak, sering kali membesar jika tidak segera diselesaikan dengan baik. Dalam beberapa kasus, perselisihan yang awalnya sederhana bisa berkembang menjadi konflik serius yang memerlukan mediasi dari pihak lain, seperti ketua RT atau RW, bahkan sampai harus melibatkan hukum.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad telah mewanti-wanti umatnya agar senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga dan menghindari tindakan yang dapat menimbulkan pertikaian. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad, juz 39, halaman 277:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: مَا تَقُولُونَ فِي الزِّنَا؟ قَالُوا: حَرَّمَهُ اللهُ وَرَسُولُهُ، فَهُوَ حَرَامٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: لَأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرَةِ نِسْوَةٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ، قَالَ: فَقَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي السَّرِقَةِ؟ قَالُوا: حَرَّمَهَا اللهُ وَرَسُولُهُ فَهِيَ حَرَامٌ، قَالَ: لَأَنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ عَشْرَةِ أَبْيَاتٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَسْرِقَ مِنْ جَارِهِ
Artinya, "Rasulullah bertanya kepada para sahabat: Apa pendapat kalian tentang zina? Mereka menjawab: Allah dan Rasulullah mengharamkan zina, maka zina haram sampai hari kiamat. Nabi berkata: Sungguh seseorang yang zina dengan sepuluh wanita itu lebih ringan dosanya jika dibandingkan zina dengan seorang istri tetangganya. Nabi bertanya kembali: Apa pendapat kalian tentang mencuri? Mereka menjawab: Allah dan Rasulullah mengharamkan pencurian, maka mencuri haram sampai hari kiamat. Nabi berkata: Sungguh seseorang yang mencuri sepuluh rumah orang lain itu lebih ringan dosanya jika dibandingkan mencuri satu rumah tetangganya." (HR Ahmad)
Dalam riwayat lain yang dikutip imam Ath-Thabrani dalam kitab al-Mu’jamul Kabir, juz 20, halaman 25:
لَأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرِ نِسْوَةٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارَهِ
Artinya, "Sungguh seseorang yang zina dengan sepuluh wanita itu lebih baik jika dibandingkan zina dengan seorang istri tetangganya." (HR Ath-Thabrani).
Hadits ini jangan dipahami berarti lebih baik kita zina sama sepuluh orang PSK yang tidak kita kenal atau lebih baik kita mencuri sepuluh rumah atau mencuri HP di Mall. Ini adalah bentuk kesalahan memahami inti yang ingin disampaikan oleh Nabi dalam hadits di atas. Perbuatan dosa tidak ada istilah menjadi baik untuk dilakukan jika tidak ada kondisi mendesak.
Hadis ini memberikan kita ancaman dan peringatan tentang perbuatan jahat yang kita lakukan kepada tetangga. Satu perbuatan yang sama yang dilakukan kepada tetangga lebih besar dosa dan dampaknya dari pada dilakukan kepada orang lain. Hal ini disebabkan kedekatan hubungan kita dengan tetangga, ditambah lagi dampak sosial yang muncul dari menyakiti tetangga juga lebih besar.
Kehidupan bertetangga adalah sebuah ikatan komitmen antara seseorang dengan tetangganya untuk saling menjaga dan memelihara hak masing-masing, sehingga pengkhianatan terhadap komitmen ini merupakan kesalahan besar. Hal ini dijelaskan imam al-Minawi dalam kitab Faydhul Qadir Syarhul Jami’ish Shagir, juz 5, halaman 258:
وَذَلِكَ لِأَنَّ مِنْ حَقِّ الجَارِ عَلَى الجَارِ أَنْ لَا يَخُوْنَهُ فِي أَهْلِهِ فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ كَانَ عِقَابُ تِلْكَ الزِّنْيَةِ يَعْدِلُ عَذَابَ عَشْرِ زِنْيَاتٍ
Artinya, "Dan hal itu disebabkan karena sesungguhnya termasuk hak tetangga kepada tetangganya adalah untuk tidak mengkhianatinya terhadap keluarganya. Jika ia melakukan pengkhianatan tersebut maka hukuman berbuat zina dengan seorang istri tetangganya setara dengan zina dengan sepuluh wanita."
Menjaga hubungan baik dengan tetangga dapat dilakukan dengan berbagai cara kebaikan seperti dengan raut wajah yang ramah, berbicara dengan ucapan yang menyenangkan, memberi hadiah, dan sebagainya. Hal ini dijelaskan Imam Az-Zarqani dalam kitab Syarhul Zarqani ‘ala al-Muwattha’, juz 4, halaman 478:
بِالْبِشْرِ، وَطَلَاقَةِ الْوَجْهِ وَبَذْلِ النَّدَى وَكَفِّ الْأَذَى، وَتَحَمُّلِ مَا فَرَطَ مِنْهُ وَنَحْوِ ذَلِكَ
Artinya: "Memuliakan tamu bisa dilakukan dengan wajah yang ceria, wajah yang ramah, memberikan hadiah, tidak menyakiti, bersabar atas kesalahan tetangga, dan lain sebagainya."
Di bulan Ramadhan ini, kita dapat berbagi kebahagiaan dengan tetangga, misalnya dengan membagikan takjil atau hidangan berbuka puasa, meskipun hanya berupa lontong dan gorengan, sebagaimana tradisi di Indonesia.
Selain itu, kita juga bisa menunjukkan kepedulian dengan menjaga ketenangan lingkungan, seperti tidak menggunakan pengeras suara berlebihan di malam hari agar tidak mengganggu waktu istirahat tetangga.
Semoga puasa Ramadhan tahun ini menjadi momentum bagi kita untuk mempererat hubungan baik dengan tetangga, sehingga dapat membentuk pribadi yang lebih baik dan semakin bertakwa, sesuai dengan tujuan utama ibadah puasa.
Dr. Fatihunnada, Lc., M.A., Dosen Fakultas Dirasat Islamiyyah wal 'Arabiyyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Terpopuler
1
KH Miftachul Akhyar: Menjadi Khalifah di Bumi Harus Dimulai dari Pemahaman dan Keadilan
2
Amerika Bom 3 Situs Nuklir Iran, Ekskalasi Perang Semakin Meluas
3
Nota Diplomatik Arab Saudi Catat Sejumlah Kesalahan Penyelenggaraan Haji Indonesia, Ini Respons Dirjen PHU Kemenag
4
Houthi Yaman Ancam Serang Kapal AS Jika Terlibat dalam Agresi Iran
5
Menlu Iran Peringatkan AS untuk Tanggung Jawab atas Konsekuensi dari Serangannya
6
PBNU Desak Penghentian Perang Iran-Israel, Dukung Diplomasi dan Gencatan Senjata
Terkini
Lihat Semua