Ramadhan

Kultum Ramadhan: Mengelola Emosi dengan Bijak

Senin, 10 Maret 2025 | 15:00 WIB

Kultum Ramadhan: Mengelola Emosi dengan Bijak

Ilustrasi kesehatan. Sumber: Canva/NU Online.

Amarah merupakan salah satu emosi yang paling kuat dan sering kali dapat merusak hubungan serta kesejahteraan pribadi. Ketika seseorang berhasil menahan amarahnya, hal ini tidak hanya menunjukkan tingkat pengendalian diri yang tinggi, tetapi juga mencerminkan kekuatan fisik dan mental yang luar biasa.

 

Banyak orang beranggapan bahwa menahan amarah berarti menekan perasaan. Namun, kenyataannya, kemampuan untuk mengelola amarah dengan bijak adalah tanda kekuatan yang mendalam. Berabad-abad lalu, Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan bahwa orang yang kuat adalah mereka yang mampu menahan amarahnya.


 لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدالَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ


Artinya, "Bukanlah orang yang kuat adalah orang yang pandai bergulat, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan nafsunya ketika ia marah." (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad)


Dalam kultum ini, kita akan mengeksplorasi rahasia di balik kekuatan orang yang mampu menahan amarah, bagaimana mereka melakukannya, dan manfaat yang mereka peroleh dari keterampilan ini. Mari kita kaji lebih lanjut tentang bagaimana menahan amarah bisa menjadi sumber kekuatan dan kesehatan fisik maupun mental yang tidak banyak diketahui orang.


Sabda Rasulullah di atas terbukti melalui penelitian meta analisis terkini. Penelitian yang dirilis pada tahun 2024 menyebutkan bahwa aktivitas melampiaskan amarah ternyata tidak mengurangi tingkat kemarahan dan level agresivitas. Kenyataan tersebut membantah anggapan kebanyakan orang bahwa melampiaskan amarah dengan tindakan bisa membantu mengatur emosi.


Dalam penelitian tersebut, aktivitas pelampiasan amarah seperti berlari atau memukul karung ternyata tidak efektif untuk meredakan kemarahan. Sebaliknya, orang-orang yang menenangkan diri ketika marah seperti dengan menarik napas dalam dan mengendalikan kesadaran sepenuhnya mendapatkan pengelolaan emosi yang lebih jitu (Kjaervik dan Bushman, 2024, A meta-analytic review of anger management activities that increase or decrease arousal: What fuels or douses rage?, Clinical Psychology Review, 102414).


Kemarahan merupakan salah satu bentuk emosi  yang paling kuat dan vital dengan manifestasi perilaku. Kemarahan digambarkan sebagai perasaan yang kuat sebagai respons terhadap rasa frustrasi, sakit hati, kekecewaan, atau ancaman. Di satu sisi sebagai hal yang manusiawi, kemarahan memiliki beberapa manfaat, tetapi bila tidak dikendalikan akan berubah menjadi hal yang merugikan.


Manfaat kemarahan meliputi mengatasi rasa takut dan membangun kepercayaan diri untuk melawan fenomena atau ancaman berbahaya yang mengarah pada respons melawan atau lari. Kerugian dari kemarahan meliputi pengaruh yang berlebihan secara emosional, fisik, dan kognitif. 


Secara fisiologis, emosi dianggap bermula dari inti sel otak yang disebut amigdala, bagian otak yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi ancaman terhadap kesejahteraan manusia, dan menyampaikan peringatan ketika ancaman teridentifikasi yang mengakibatkan tindakan untuk melindungi diri manusia. 


Penting untuk mengenali efek fisiologis dari kemarahan, terutama dengan semua kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh emosi ini pada sistem tubuh manusia. Banyak penelitian juga membahas fisiologi, penyebab kemarahan, dan dampak kemarahan pada tubuh yang membuat tubuh melemah (Yadav dkk, 2016. Anger; Its Impact on Human Body, Innovare Journal of Health Sciences, Vol 4, Nomor 5: halaman 3-5). 


Banyak reaksi biologis yang muncul saat seseorang marah. Perubahan yang terjadi dalam tubuh disebabkan oleh sistem aktivasi saraf otak, yang menjalar ke seluruh tubuh dan menghasilkan perubahan fisiologis.

 

Beberapa perubahan tersebut meliputi percepatan detak jantung, peningkatan tekanan darah, dan laju pernapasan yang meningkat, serta kemerahan pada wajah akibat peningkatan aliran darah. Semua reaksi ini dapat melemahkan kondisi fisik seseorang.

 

Selain itu, stres, sebagai reaksi terhadap kemarahan, memicu sel parietal lambung untuk memproduksi terlalu banyak asam sehingga orang yang marah dapat menjadi korban tukak lambung dan penyakit refluks gastroesofageal (GERD). Penyakit ini berciri naiknya asam lambung hingga ke kerongkongan sehingga menimbulkan rasa panas seperti terbakar di kerongkongan tersebut.


Keadaan marah menjadi salah satu kondisi yang membuat stres yang melepaskan hormon stres kortisol yang berkontribusi untuk menguras penyerapan glukosa dan meningkatkan ketersediaannya dalam darah sehingga berperan untuk mengganggu keseimbangan kadar gula darah. Sebaliknya, glukosa yang sama akan efektif dalam menghadapi situasi yang membuat stres dengan menyediakannya ke jantung dan otak sebagai sumber energi langsung. 


Selain itu, hormon stres ini menekan fungsi tiroid sehingga seseorang dapat mengalami gejala hipotiroid selama situasi stres yang semakin parah, mengurangi kepadatan tulang dan menekan sistem kekebalan tubuh sehingga seseorang lebih rentan terkena infeksi pada saat kondisi stres.

 

Penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang sering marah lebih rentan dan sering menderita pilek, infeksi flu, asma, kambuhnya penyakit kulit, dan radang sendi, dibandingkan dengan orang yang tidak sering marah. 


Kemarahan juga memunculkan efek domino dari keadaan yang disebutkan sebelumnya. Hormon stres kortisol, adrenalin, dan noradrenalin akan dilepaskan dan dapat meningkatkan tekanan darah.

 

Tekanan darah rata-rata normal 120/80, sedangkan dalam keadaan marah dapat melonjak hingga 220/130. Parahnya, bila tekanan darah naik drastis dapat menimbulkan serangan jantung atau stroke. Untuk diketahui, denyut jantung normalnya 70-80 denyut/menit tetapi selama kemarahan dapat meningkat hingga 180 denyut/menit.


Otot menegang yang secara aktif terlibat dalam respons marah meningkatkan laju pernapasan yang mencoba mendapatkan lebih banyak oksigen dalam sirkulasi untuk memasok ke jantung dan otak. Lebih lanjut, amarah yang memburuk dapat menyebabkan sakit kepala tegang, insomnia, nyeri dada, dan bahkan stroke. 


Ketika seseorang menjadi marah atau stres, tubuh orang itu melepaskan zat kimia yang menggumpalkan darah. Gumpalan darah ini dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Gumpalan darah ini dapat menjalar ke pembuluh darah dan mencapai otak atau jantung, sehingga menyebabkan stroke atau serangan jantung, yang keduanya dapat berakibat fatal.


Sebaliknya, orang yang mengendalikan amarah dengan mengatur napas, menenangkan diri dengan meditasi, dan mengendalikan kesadaran secara penuh terhindar dari efek-efek buruk di atas.

 

Hasilnya, tubuh semakin sehat dan fisik juga menguat. Oleh karena itu, benarlah sabda Nabi Muhammad SAW bahwa orang yang menahan marah akan memperoleh kekuatan.


Menurut ajaran Nabi, marah dapat diredam dengan mengucapkan kalimat ta’awudz. Selain itu, berwudlu dan mengubah posisi badan menjadi lebih rileks serta lebih rendah dari sebelumnya juga bisa menurunkan emosi. Bila sedang berpuasa, seorang muslim juga diingatkan untuk menahan amarahnya karena emosi yang tidak terkendali bisa merusak pahala ibadah puasa.


Bertepatan dengan momen puasa Ramadhan, selayaknya kaum muslimin memanfaatkannya sebagai sarana latihan menahan marah. Apabila sudah terlatih dan dibiasakan, kemampuan menahan marah akan muncul lebih mudah di waktu lainnya saat diperlukan. Dengan demikian, badan akan selalu sehat dan mampu menjalani berbagai aktivitas dengan kekuatan fisik dan mental yang baik. Wallahu a’lam bis shawab.


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi.