Sirah Nabawiyah

Abu Ishaq asy-Syairazi, Ulama yang Dapat Julukan Syekh dari Rasulullah

Ahad, 5 April 2020 | 01:00 WIB

Abu Ishaq asy-Syairazi, Ulama yang Dapat Julukan Syekh dari Rasulullah

Abu Hasan al-Mawardi berkata, "Seandainya Imam Syafi'i bertemu dengan Abu Ishaq niscaya ia akan memujinya." (Ilustrasi: onepathnetwork.com)

Dalam banyak kitab-kitab fiqh mazhab Syafi'i, dikenal nama Syekh Abu Ishaq asy-Syairazi. Beliau bernama lengkap Ibrahim bin Ali bin Yusuf bin Abdullah. Julukan “Syekh” atas dirinya berasal dari sebuah kejadian yang sangat menakjubkan.

 

Alkisah, pada suatu malam Abu Ishaq asy-Syairazi bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama Sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq dan Sahabat Umar bin Khattab. Kemudian, Abu Ishaq asy-Syairazi meminta kepada Rasulullah:

 

"Duhai Rasulullah, aku telah mendapatkan banyak riwayat Hadits yang bersumber darimu, aku mengambilnya dari banyak ulama, kini aku ingin mendengar langsung sabda darimu yang membuatku bahagia di dunia dan menjadi bekalku di akhirat kelak."

 

Maka, Rasulullah pun berwasiat kepada Abu Ishaq. Dalam wasiatnya, Rasulullah memanggil Abu Ishaq dengan julukan "Syekh". Berbunga-bungalah hati Abu Ishaq atas hal tersebut. Semenjak itu, Abu Ishaq selalu bercerita kepada murid-muridnya "Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memanggilku dengan julukan ‘Syekh’."

 

Abu Ishaq lahir di kota Fairuzabad, sebuah desa di negara Iran pada tahun 393 H. Abu Ishaq mulai mengembara mencari ilmu ke kota Syiraz, sebuah kota di negara Iran pada tahun 410 H. saat itu ia berumur 17 tahun. Dalam pengembaraan ini, Abu Ishaq belajar kepada Muhammad bin Abdullah al-Baidhawi (w. 424 H) dan Abdul Wahab bin Muhammad bin Ramain (w. 430 H).

 

Kemudian, Abu Ishaq menetap di kota Bashrah untuk menimba ilmu dari al-Kharzi. Disusul dengan mengembara ke kota Baghdad pada tahun 415 H. Di kota ini Abu Ishaq berguru selama 15 tahun (sejak 415 H hingga 430 H) kepada Abu Thayyib at-Thabari (w. 450 H), Hasan bin Ahmad bin Syadzan (w. 425), Ahmad bin Muhammad al-Birqani (w. 425 H), dan beberapa ulama besar kota Baghdad. Para ulama mazhab Syafi'i berpendapat bahwa Imam Abu Ishaq adalah ulama Syafiiyyah terbesar di abad ke-5 Hijriah.

 

Pujian Ulama kepada Abu Ishaq asy-Syairazi

Perihal kezuhudannya, Abu Abbas al-Jurjani menceritakan, "Abu Ishaq tidak memiliki harta sedikit pun bahkan ia termasuk sangat fakir yang tak memiliki makanan dan pakaian. Suatu ketika kami bertandang ke rumahnya, Abu Ishaq pun setengah berdiri untuk menyambut kedatangan kami. Hal ini ia lakukan karena ia tak memiliki pakaian yang cukup untuk menutupi tubuhnya. Seandainya ia berdiri tegak niscaya sebagian auratnya akan terlihat."

 

Abu Wafa bin Uqail al-Hanbali menceritakan, "Aku bersaksi bahwa Abu Ishaq tak pernah memberikan sedekah sedikit pun kepada fakir miskin kecuali ia telah meniatkan bersedekah. Abu Ishaq tak pernah berpendapat dalam sebuah permasalahan kecuali ia telah membaca ta'awwudz serta meluruskan niat untuk menolong kebenaran, dan ia tak pernah menulis kitab kecuali ia telah melakukan shalat empat rakaat, maka sebab keberkahan keikhlasan itulah kitab karyanya masyhur di barat dan timur."

 

Muhammad bin Umar al Qadhi menceritakan, "Ada dua ulama besar yang tak memiliki kesempatan untuk berhaji ke Baitullah sebab kefakirannya, yaitu Abu Ishaq asy-Syairazi dan al-Qadhi Abu Abdullah ad-Damaghani. Seandainya keduanya menginginkannya niscaya murid-muridnya akan menggendong keduanya di atas leher-leher mereka hingga kota Makkah.”

 

Diceritakan an-Nawawi dalam kitab Tahdzib Asma' wa Lughat, Abu Ishaq asy-Syairazi wafat dalam keadaan tidak meninggalkan harta sedikit pun. Suatu ketika muridnya bermimpi bertemu dengan Abu Ishaq dalam keadaan memakai pakaian berwarna putih. Sang murid bertanya, "Apa pakaian putih itu?" Maka Abu Ishaq menjawab, "Ini adalah kemuliaan ilmu".

 

Abu Hasan al-Mawardi mengatakan, "Aku tak pernah melihat ulama seperti Abu Ishaq asy-Syairazi. Seandainya Imam Syafi'i bertemu dengannya niscaya ia akan memuji Abu Ishaq."

 

Suatu ketika Abu Ishaq asy-Syairazi memberikan nasihat, "Seorang yang berilmu pasti akan diikuti fatwanya oleh orang awam. Seandainya orang berilmu tersebut tidak mengamalkan ilmunya niscaya orang awam tak akan mengindahkan perkataannya."

 

Dalam kesempatan yang lain, Abu Ishaq asy-Syairazi berwasiat, "Orang awam dilihat dari segi nasabnya, orang kaya dilihat dari segi kekayaannya, sedangkan orang berilmu dilihat dari segi keilmuannya."

 

Imam Abu Ishaq asy-Syairazi memang hanya memiliki karya yang sangat sedikit. Tercatat hanya 14 kitab yang tercatat sejarah ditulis oleh Imam Abu Ishaq asy-Syairazi, yaitu ;

 

  1. Kitab at-Tanbih. Imam Abu Ishaq memulai menulisnya pada awal bulan Ramadhan tahun 452 H dan selesai menulis pada bulan Sya'ban tahun 453 H.

 

  1. Kitab al-Muhadzdzab. Ia memulai menulisnya selama 14 tahun dimulai menulis pada tahun 455 H dan selesai menulis pada tahun 469 H. Dikisahkan, imam Abu Ishaq selalu shalat dua rokaat sebagai tanda syukur setiap selesai menulis satu fasal (bab) dalam kitab ini. Kitab ini ditulis oleh imam Abu Ishaq sebagai tanggapan atas perbedaan pendapat diantara mazhab Syafi'i dan mazhab Hanafi.

 

  1. Kitab an-Nukat fi Masail al-Mukhtalaf fiha baina Abi Hanifah wa asy-Syafi'i. Kitab ini adalah sebuah penyempurna dari permasalahan yang tidak ia jelaskan dalam kitab al-Muhadzdzab.

 

  1. Kitab Tadzkirat al-Khilaf. Kitab ini dinukil juga oleh az-Zarkasyi dalam kitab Bahr al-Muhith dan Ibnu Qadhi Syuhbah dalam at-Thabaqat.

 

  1. Kitab Thabaqat al-Fuqaha'. Kitab ini adalah sebuah kitab kumpulan biografi ulama madzah Syafi'i, mazhab Hanafi, mazhab Maliki, dan mazhab Dzahiri. Kitab ini adalah refrensi penting di zamannya dalam mengenal tokoh-tokoh ulama.

 

  1. Kitab al-Hudud. Kitab ini dinukil oleh az-Zarkasyi dalam kitab Bahr al-Muhith.

 

  1. Kitab al-Mulakhash fi al-Jadl fi Ushul al-Fiqh. Kitab ini pernah ditahqiq oleh Muhammad Yusuf Niyaz sebagai tesis Magister di Universitas Ummu al-Qura Makkah pada tahun 1987 M.

 

  1. Kitab al-Ma'unah fi al-Jadl. Kitab ini ditulis sebagai intisari dari kitab al-Mulakhash fi al-Jadl fi Ushul al-Fiqh yang telah ditulis sebelumnya. Kitab ini tergolong sangat baik untuk pemula dalam memahami ilmu ushul fiqh.

 

  1. Kitab Talkhis 'Ilal al-Fiqh. Kitab ini pernah disinggung oleh seorang orientalis Barat berkebangsaan Jerman bernama Carl Brockelmann.

 

  1. Kitab al-Isyarat ila Madzab al-Haq. Kitab ini pernah disinggung oleh seorang orientalis Barat berkebangsaan Jerman bernama Carl Brockelmann.

 

  1. Kitab Ruus al-Amwal. Kitab ini pernah disinggung oleh Ibnu al-Wardi dalam kitab Tatimmah al-Mukhtashar.

 

  1. Kitab at-Tabshirah fi Ushul al-Fiqh. Kitab ini adalah karya pertama Abu Ishaq asy-Syairazi dalam ilmu ushul fiqh. Ditulis pada tahun 430 H bertepatan dengan tahun pertamanya diangkat oleh gurunya Abu Thayyib at-Thabari sebagai seorang pengajar di kota Baghdad. Dalam kitab pertamanya ini, Abu Ishaq menuliskan beberapa pendapatnya yang bertentangan dengan banyak ulama di zamannya serta mencatat banyak perbedaan pendapat ulama di masanya.

 

  1. Kitab al-Luma'. Kitab ini adalah karya kedua Abu Ishaq asy-Syairazi dalam ilmu ushul fiqh. Dalam kitab ini, Abu Ishaq beberapa kali membatalkan pendapatnya dalam Kitab at-Tabshirah fi Ushul al-Fiqh yang bertentangan dengan pendapat mayoritas ulama. Dalam kitab ini, Abu Ishaq tidak terlalu banyak memberikan dalil argumentasi sebagaimana dalam kitab at-Tabshirah fi Ushul al-Fiqh. Hal ini disebabkan fungsi kitab ini sebagai ringkasan ilmu ushul fiqh bagi pemula.

 

  1. Kitab Syarh al-Luma'. Kitab ini adalah karya terakhir Abu Ishaq asy-Syairazi dalam ilmu ushul fiqh. Ulama mazhab Syafi'i mencatatnya sebagai karya monumental Abu Ishaq. Hal ini dikarenakan, Abu Ishaq banyak sekali memberikan catatan serta kritik dalam banyak pendapat yang beredar di zamannya. Kitab ini menunjukkan puncak kematangannya dalam ilmu ushul fiqh.

 

Di antara murid-muridnya yang paling terkenal adalah Fakhr al-Islam Abu Bakar Muhammad bin Ahmad asy-Syasyi (w. 507 H), Hasan bin Ibrahim bin Ali al Faruqi (w. 528 H), Husain bin Ali ath-Thabari (w. 495 H), Ahmad bin Abdul Wahab as-Syirazi (w. 493), Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Mahamil (w. 493 H), Abdul Wahid bin Ahmad as-Sakri (w. 486 H), Abu Bakar Muhammad bin Husain al-Armawi (w. 537 H), Abu Said an-Naisaburi (w. 532 H), Qasim bin Ali al-Hariri (w. 516 H), dan Idris bin Hamzah ar-Ramli (wafat hari Jumat, 18 Ramadhan tahun 504 H).

 

Imam Abu Ishaq asy-Syairazi wafat pada malam Ahad, sedangkan menurut Ibnu Subki pada malam Rabu bertepatan pada tanggal 21 bulan Jumadil Akhir tahun 476 H di kota Baghdad. Di antara yang ikut memandikan jenazah Abu Ishaq asy-Syairazi adalah Abu Wafa bin Uqail al-Hanbali.

 

Penjelasan tentang biografi Abu Ishaq asy-Syairazi ini bisa dibaca salah satunya dalam kitab al-Ushul wal Ushuliyyun karya Dr. Muhammad Ibrahim al-Hafnawi, Dekan Jurusan Ushul Fiqh Universitas al-Azhar Kairo, Mesir.

 

 

Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir; penerima beasiswa NU pada tahun 2018.