Sirah Nabawiyah

Apakah Rasulullah Pengangguran sebelum Menikah?

Selasa, 29 Oktober 2024 | 21:00 WIB

Apakah Rasulullah Pengangguran sebelum Menikah?

Ilustrasi Nabi Muhammad. (Foto: NU Online)

Baru-baru ini, salah seorang tokoh politik dengan enteng menganjurkan agar pemuda pengangguran dinikahi janda kaya dengan analogi kisah menikahnya Nabi Muhammad ļ·ŗ dengan Sayyidah Khadijah. Pernyataan ini tidak hanya merupakan sebuah analogi yang tak tepat guna (al-qiyas maā€™al-fariq), tetapi juga bertentangan dengan fakta sejarah.

 

Sebelum menyingkap sejarah kenabian, istilah ā€˜pengangguranā€™ yang digunakan politisi itu perlu dipertanyakan. Bisa kita duga bahwa ia mendefinisikan ā€˜menganggurā€™ sebagai lawan kata dari ā€˜bekerjaā€™ dalam dunia modern. Bekerja dalam hal ini berarti suatu profesi tertentu yang diupah dengan penghasilan tetap.

 

Barangkali politisi ini membayangkan bekerja sebagai karir formal dalam perusahaan dengan besaran gaji yang sudah ditentukan. Tentu saja, Nabi Muhammad ļ·ŗ tidak pernah melakukannya mengingat model pekerjaan seperti itu baru muncul dalam era kapitalisme awal di abad ke-19 M.

 

John Brown, dkk, dalam buku Origins of the Modern Career [Aldershot: Ashgate, 2004, halaman 8] menjelaskan, karir formal muncul melalui manajemen birokrasi untuk para pekerja kerah putih dan struktur posisi kerja untuk para buruh kerah biru. Mereka yang tidak terserap dalam model kerja itulah yang kemudian memunculkan sebutan ā€˜pengangguranā€™ (unemployed).

 

Oleh karena itu, ā€˜pengangguranā€™ sebagai istilah ekonomi sebenarnya tidak bisa diberlakukan pada masa pra-modern. Itu karena jenis-jenis pekerjaan sebelum adanya birokrasi adalah aktivitas seperti berdagang, bertani, beternak, dan kerja-kerja produktif lain yang tidak mempunyai ketetapan formal. Artinya, menganalogikan konsep pengangguran dengan kehidupan di era Nabi Muhammad ļ·ŗ adalah ketidakadilan dalam berpikir.

 

Salah kaprah analogi itu bertambah parah dengan fakta sejarah hidup Nabi Muhammad Ā ļ·ŗ yang sangat jauh dari kegiatan non-produktif, secara sosial maupun ekonomi. Rasulullah bahkan sudah mulai membantu perekonomian keluarga sejak usia dini.

 

Setelah mencapai usia 12 tahun, Abu Thalib sudah mengajak Nabi Muhammad ļ·ŗ untuk ikut rombongan dagang ke negeri Syam. Selain itu, beliau juga bekerja menggembalakan kambing para penduduk Makkah sebagai tambahan penghasilannya.Ā Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari:

 

Ų¹Ł† Ų£ŁŽŲØŁŠ Ł‡ŁŲ±ŁŠŲ±Ų© ŲŒ Ų¹Ł† Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł ļ·ŗ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ł…Ų§ ŲØŁŽŲ¹ŁŽŲ«ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡ Ł†ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł‹Ų§ Ų„ŁŁ„Ų§ Ų±ŁŽŲ¹ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł’ŲŗŁŽŁ†ŁŽŁ…ŁŽŲŒ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ Ų£ŁŽŲµŁ’Ų­Ų§ŲØŁŁ‡: ŁˆŁŽŲ£ŁŽŁ†Ł’ŲŖŁŽŲŸ Ł‚ŁŽŲ§Ł„: Ł†ŁŽŲ¹ŁŽŁ…Ł’ŲŒ ŁƒŁŁ†Ł’ŲŖŁ Ų£ŁŽŲ±Ł’Ų¹ŁŽŲ§Ł‡ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ Ł‚ŁŽŲ±Ų§Ų±ŁŁŠŲ·ŁŽ Ł„Ų£ŁŽŁ‡Ł’Ł„Ł Ł…ŁŽŁƒŁ‘ŁŽŲ©ŁŽ

 

Ā Artinya, ā€œDari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad ļ·ŗ bersabda: tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali ia menggembala kambing. Para sahabat bertanya: dan engkau? Nabi Muhammad ļ·ŗ bersabda: Iya, aku dahulu menggembala kambing penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath. ā€ (HR. Al-Bukhari)

 

Demikian Nabi Muhammad ļ·ŗ menghabiskan masa remajanya dengan aktivitas produktif. Beliau bahkan sangat jauh dari kegiatan-kegiatan sia-sia sebagaimana dilakukan oleh para pemuda pada masanya. Syekh Said Ramadhan Al-Buthi menyampaikan:

 

Ų«Ł… Ų£Ų®Ų° Ų±Ų³ŁˆŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ļ·ŗ ŁŠŲ³ŲŖŁ‚ŲØŁ„ ŁŲŖŲ±Ų© Ų§Ł„Ų“ŲØŲ§ŲØ Ł…Ł† Ų¹Ł…Ų±Ł‡ ŁŲØŲÆŲ£ ŲØŲ§Ł„Ų³Ų¹ŁŠ Ł„Ł„Ų±Ų²Ł‚ ŁˆŲ±Ų§Ų­ ŁŠŲ“ŲŖŲŗŁ„ ŲØŲ±Ų¹ŁŠ Ų§Ł„ŲŗŁ†Ł…... ŁˆŲ­ŁŲøŁ‡ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ł…Ł† ŁƒŁ„ Ł…Ų§ Ł‚ŲÆ ŁŠŁ†Ų­Ų±Ł Ų§Ł„ŁŠŁ‡ Ų§Ł„Ų“ŲØŲ§Ł† Ł…Ł† Ł…ŲøŲ§Ł‡Ų± Ų§Ł„Ł„Ł‡Łˆ ŁˆŲ§Ł„Ų¹ŲØŲ«

 

Artinya, ā€œLalu Rasulullah ļ·ŗ menghabiskan masa mudanya dengan mencari rezeki dan sibuk menggembala kambing... dan Allah menjaganya dari segala hiburan dan kesian-siaan yang menyimpangkan para remaja.ā€ (Syekh Said Ramadhan Al-Buthi, Fiqhus Sirah, [Damaskus, Darul Fikri: 1991 M], halaman 72)

 

Perjalanan hidup remaja Nabi Muhammad ļ·ŗ ini turut membentuk karakter beliau. Hingga ketika mencapai usia 25 tahun, kejujuran dan profesionalitas Rasulullah ļ·ŗ sampai pada telinga banyak orang, termasuk Sayyidah Khadijah.

 

Rumor baik inilah yang membuat Khadijah tertarik untuk mengajak Nabi ļ·ŗ menjadi partner bisnisnya. Khadijah pun memberikan modal dagang dan fasilitas terbaik kepada Nabi ļ·ŗ serta Maisaroh sebagai asisten untuk menemani beliau.Ā Ibnu Hisyam, mengutip Ibnu Ishaq, menceritakan riwayat tersebut dalam kitab sirahnya:

 

ŁŁ„Ł…Ų§ ŲØŁ„ŲŗŁ‡Ų§ Ų¹Ł† Ų±Ų³ŁˆŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ļ·ŗ Ł…Ų§ ŲØŁ„ŲŗŁ‡Ų§, Ł…Ł† ŲµŲÆŁ‚ Ų­ŲÆŁŠŲ«Ł‡, ŁˆŲ¹ŲøŁ… Ų£Ł…Ų§Ł†ŲŖŁ‡, ŁˆŁƒŲ±Ł… Ų£Ų®Ł„Ų§Ł‚Ł‡, ŲØŲ¹Ų«ŲŖ Ų§Ł„ŁŠŁ‡ ŁŲ¹Ų±Ų¶ŲŖ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ Ų£Ł† ŁŠŲ®Ų±Ų¬ ŁŁŠ Ł…Ų§Ł„ Ł„Ł‡Ų§ Ų§Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ų“Ų§Ł… ŲŖŲ§Ų¬Ų±Ų§, ŁˆŲŖŲ¹Ų·ŁŠŁ‡ Ų£ŁŲ¶Ł„ Ł…Ų§ ŁƒŲ§Ł†ŲŖ ŲŖŲ¹Ų·ŁŠ ŲŗŁŠŲ±Ł‡ Ł…Ł† Ų§Ł„ŲŖŲ¬Ų§Ų±, Ł…Ų¹ ŲŗŁ„Ų§Ł… Ł„Ł‡Ų§ ŁŠŁ‚Ų§Ł„ Ł„Ł‡ Ł…ŁŠŲ³Ų±Ų©, ŁŁ‚ŲØŁ„Ł‡ Ų±Ų³ŁˆŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ļ·ŗ Ł…Ł†Ł‡Ų§

 

Artinya, ā€œTatkala sampai pada Khadijah mengenai kejujuran tutur, besarnya amanah, dan mulianya akhlak Rasulullah ļ·ŗ, ia pun mengirim utusan kepada beliau, lalu menawarkan kerja sama agar Rasulullah ļ·ŗ melakukan perdagangan ke Syam dengan modal harta Khadijah. Selain itu, Khadijah juga memberi Nabi ļ·ŗ fasilitas yang tidak ia berikan pada pedagang lainnya, serta seorang budak milik Khadijah bernama Maisaroh. Maka Rasulullah ļ·ŗ menerimanya.ā€ (Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyyah, [Beirut: Dar Ihya At-Turots Al-ā€˜Arobiy, 2009 M], juz I, halaman 1999)

 

Singkat cerita, dari perjalanan bisnis itu Rasulullah ļ·ŗ sukses besar menggandakan modal yang diberikan Sayyidah Khadijah. Melihat profesionalitas Nabi ļ·ŗ serta laporan langsung dari Maisaroh mengenai akhlak dan keajaiban-keajaiban yang menyertai Nabi ļ·ŗ, Khadijah pun mantap untuk meminta beliau menjadi suami tercinta.

 

Dari kisah tersebut kita tahu bahwa Rasulullah ļ·ŗ mendapat perhatian Khadijah bukan tanpa alasan, tapi karena reputasi profesionalitas kerja yang beliau miliki. Oleh karena itu, alih-alih meminta para janda kaya untuk menikahi pemuda pengangguran, alangkah baiknya mendorong para pemuda itu untuk bekerja keras dengan profesional agar mereka pantas menikahi perempuan berkelas.

 

Ustadz Zainun Hisyam , Pengajar di Pondok Pesantren Attaujieh Al-Islamy dan Mahasiswa Pascasarjana SOAS University of London.
Ā