Sirah Nabawiyah

Cekcok Dua Sahabat Rasul yang Berujung Rasis

Rab, 29 Desember 2021 | 06:30 WIB

Cekcok Dua Sahabat Rasul yang Berujung Rasis

Bilal ra tidak terima makian rasis tersebut. Ia kemudian mendatangi Rasulullah saw. Ia mengadukan lontaran rasis Abu Dzar ra kepada Rasulullah saw.

Sahabat Nabi Muhammad saw sebagaimana juga kita bergaul satu sama lain dengan berbagai dinamika persahabatan. Mereka sekali waktu terlibat cekcok satu sama lain sebagaimana yang terjadi pada sahabat Abu Dzar ra dan Bilal ra.


Sahabat Abu Dzar ra sekali waktu terlibat perseteruan dengan sahabat Bilal ra. Keduanya berseteru karena suatu sebab. Keduanya terlibat adu mulut sebelum akhirnya sahabat Abu Dzar ra melontarkan makian rasis.


“Dasar hitam,” kata Abu Dzar ra untuk sahabat Bilal ra yang memiliki ras kulit hitam.


Dari semua percekcokan, Bilal ra tidak menganggapnya masalah. Tetapi ketika menyinggung warna kulit, Bilal as tersinggung berat. Tidak ada kalimat Abu Dzar ra yang membuatnya kecewa berat selain ucapan rasis tersebut.


Bilal ra tidak terima makian rasis tersebut. Ia kemudian mendatangi Rasulullah saw. Ia mengadukan lontaran rasis Abu Dzar ra kepada Rasulullah saw.


Rasulullah menerima laporannya dengan baik.


“Abu Dzar, di benakmu masih tersimpan keangkuhan Jahiliyah,” kata Rasulullah menjawab kasus rasis yang dilaporkan sahabat Bilal saw.


Sahabat Abu Dzar ra menjatuhkan diri di tanah. Ia menyesali lontaran rasisnya terhadap Bilal ra. Ia kemudian berumpah untuk tidak mengangkat kepalanya sebelum Bilal berkenan menjejakkan kakinya pada pipi Abu Dzar sebagai tebusan lontaran rasisnya.


***


Kisah ini diangkat oleh Imam Al-Qusyairi dalam bab khusyuk dan tawadhu pada karyanya Ar-Risalatul Qusyairiyah. (Al-Qusyairi, Ar-Risalatul Qusyairiyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 85).


Al-Qusyairi menempatkan masalah rasisme sebagai bentuk keangkuhan dan superioritas berdasarkan ras. Superioritas ras ini lazim terjadi pada masa jahiliyah. Pandangan rasisme jelas bertentangan dengan prinsip kesetaraan manusia dalam Islam.


Allah menyebutkan dan mengapresiasi keragaman manusia untuk saling menghormati satu sama lain sebagaimana keterangan Surat Al-Hujurat ayat 13:


ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺇِﻧَّﺎ ﺧَﻠَﻘْﻨَﺎﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﺫَﻛَﺮٍ ﻭَﺃُﻧْﺜَﻰ ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻛُﻢْ ﺷُﻌُﻮﺑًﺎ ﻭَﻗَﺒَﺎﺋِﻞَ ﻟِﺘَﻌَﺎﺭَﻓُﻮﺍ ﺇِﻥَّ ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ


Artinya, “Wahai manusia, sungguh Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian,” (Surat Al-Hujurat ayat 13).


Rasulullah saw juga pernah menasihati sahabat Abu Dzar ra untuk tidak memiliki pandangan rasisme atau superioritas berdasarkan ras atau warna kulit sebagaimana riwayat Imam Ahmad berikut:


عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ انْظُرْ فَإِنَّكَ لَيْسَ بِخَيْرٍ مِنْ أَحْمَرَ وَلَا أَسْوَدَ إِلَّا أَنْ تَفْضُلَهُ بِتَقْوَى. رواه أحمد.


Artinya, “Dari Abu Dzar ra, Nabi Muhammad saw berpesan kepadanya, “Perhatikan (wahai Abu Dzar)! Sungguh kamu tidak lebih baik (di sisi Allah) dari mereka yang berkulit merah atau berkulit hitam kecuali bila kamu melebihi mereka dalam ketakwaan,” (HR Ahmad).

 


Demikian ini menunjukkan bahwa Islam menolak pandangan rasisme atau superioritas berdasarkan ras atau warna kulit. Islam tidak membedakan, tidak mengistimewakan, dan tidak menjadikan manusia sebagai warga kelas dua berdasarkan ras atau warna kulit. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)


Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara NU Online dan UNDP