Hikmah

Kisah Nabi Adam dan Iblis: Pesan untuk Menjauhi Rasisme

Sen, 8 Maret 2021 | 07:00 WIB

Kisah Nabi Adam dan Iblis: Pesan untuk Menjauhi Rasisme

Ilustrasi Nabi Adam. (NU Online)

Tak ada yang meragukan kehebatan Iblis. Ia dikenal sebagai makhluk yang memiliki banyak ilmu. Kehebatannya ini tidak ada yang menandinginya. Sayangnya, Iblis ini menjelma menjadi makhluk yang sombong alias takabbur, merasa paling hebat sejagat. Setidaknya, ada tiga hal yang membuatnya demikian.


Pertama, Iblis merupakan penghuni surga. Diriwayatkan dari Anas, Abu Shalih dari Ibnu Abbas dan Murrah al-Hamadani dari Ibnu Mas’ud mengatakan, bahwa Iblis merupakan bagian dari kabilah Malaikat. Dia disebut Jin karena menjadi penjaga surga (khuzzan al-jannah). Hal itu yang membuatnya menjadi makhluk yang takabbur. (Lihat Syekh Izzuddin ibn al-Atsir. Al-Kamil fit Tarikh. Juz 1. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah. 2003. h. 24).

 


وَ كَانَ مِنْ قَبِيْلٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ يُقَالُ لَهُمْ الْجِنُّ وَ اِنَّمَا سُمُّوْا الْجِنَّ لِأّنَّهُمْ مِنْ خُزَّانِ الْجَنَّةِ وَكَانَ ﺇِبْلِيْسُ مَعَ مُلْكِهِ خَازِنًا فَوَقَعَ فِيْ نَفْسِهِ كِبْرٌ


Hal lain yang membuatnya sombong adalah keilmuannya yang tidak ada padanannya. Sayyidina Abdullah bin Abbas menyampaikan bahwa makhluk bernama ‘Azazil itu merupakan malaikat yang paling kuat dalam hal ijtihadnya dan paling banyak ilmunya. Namun, justru kehebatannya tersebut membawanya terlena menjadi sombong. (Lihat Syekh Izzuddin ibn al-Atsir, Al-Kamil fit Tarikh, Juz 1, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 2003, h. 24).


قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: وَكَانَ اسْمُهُ "عَزَازِيْلُ" وَ كَانَ مِنْ أَشَدِّ الْمَلَائِكَةِ اجْتِهَادًا وَ أَكْثَرُهُمْ عِلْمًا فَدَعَاهُ ذٰلِكَ اِلَى الْكِبْرِ


Rasisme Iblis


Iblis juga takabbur karena fisiknya yang terbuat dari api. Dengan begitu, ia merasa lebih mulia dari Nabi Adam a.s karena terbuat dari tanah. Menurutnya, api lebih baik dari tanah sehingga enggan melaksanakan perintah Allah swt. untuk bersujud kepada Bapak manusia itu. Oh ya, perlu diketahui bahwa sujud di sini bukan berarti menempelkan dahi ke bawah sebagaimana yang kita lakoni saat shalat, melainkan membungkukkan badan seperti ruku’ dalam shalat sebagai bentuk penghormatan. Hal ini disebutkan Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain (Kairo: Darul Hadits) saat menafsirkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 34.


(وَ) اذكر (إِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوْا لِآدَمَ) سُجُوْدَ تَحِيَّةٍ بِالْاِنْحِنَاءِ ...


Kesombongan Iblis tersebut juga terekam dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 12.


قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ


Dalam ayat itu, tejadi dialog antara Allah swt. Dengan makhluk laknatullah itu. Allah menanyakan perihal keengganan Iblis sujud kepada Nabi Adam. “Apa yang menghalangimu untuk bersujud kepada Nabi Adam a.s., sekalipun Akulah yang memerintahkanmu?”


“Aku lebih baik darinya. Engkau menciptakanku dari api, sedangkan Engkau menciptakannya (Nabi Adam a.s.) dari tanah,” jawab Iblis.

 

 

Ya, dalam logika Iblis, api lebih baik dari tanah. KH Muhammad Abbas Billy Yachsyi, Pengasuh Pondok Buntet Pesantren Cirebon, dalam suatu ceramahnya di Jakarta Islamic Center pada Peringatan Malam Nuzulul Qur’an (29/7/2013), menyampaikan bahwa argumentasi Iblis menolak perintah karena tidak sesuai dengan nalar dan logika yang diyakininya benar.


Kiai yang menamatkan studi pendidikan tingginya di India itu menambahkan bahwa Iblis mengaku lebih senior dari Nabi Adam a.s. Hal ini selaras dengan apa yang ditulis Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Al-Tabari dalam Tafsir al-Thabari Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, mengutip pernyataan Sayidina Abdullah bin Abbas, menyampaikan bahwa Iblis mengaku lebih baik, lebih senior, juga lebih kuat secara fisiknya.


فَقَالَ لَا أَسْجُدُ لَهُ, وَأَنَا خَيْرٌ مِنهُ, وَأَكْبَرُ سِنًّا, وَأَقْوَى خَلْقًا, خَلَقْتَنِيْ مَنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ يَقُوْلُ: إنَّ النَّارَ أَقْوَى مِنَ الطِّيْنِ.


“Iblis berkata: saya tidak sujud kepadanya (Nabi Adam a.s.), saya lebih baik darinya, lebih senior usianya, lebih kuat fisiknya. Engkau menciptakanku dari apai, sedangkan Engkau menciptakannya dari tanah. Sungguh, api lebih kuat dari tanah.” (Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Al-Tabari dalam Tafsir al-Thabari Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an. Juz 10. H. 87)


Dari sini, kita dapat melihat betapa rasisme sudah tumbuh sejak dulu dengan adanya sikap merasa dirinya lebih baik dari yang lain. Perasaan demikian harusnya dijauhi oleh kita sebagai seorang manusia, terlebih umat Nabi Muhammad saw. Suku, etnis, ataupun ras manapun semuanya sama. Tidak ada yang lebih baik dan lebih mulia. Jika masih menyimpan perasaan demikian, tentu berarti dia menjadi pengikut Iblis. Wal ‘iyadzu billah, semoga kita dihindarkan dari sifat demikian.

 

 

Orang mulia tidak dilihat dari sisi rasnya, bukan dari kesukuannya, bukan pula karena keilmuannya, ataupun disebabkan pangkatnya, melainkan dipandang dari ketakwaannya.  Hal ini disinggung Allah swt. dalam Al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13.


...إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ...


“... Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah swt. adalah yang paling bertakwa...”


Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita untuk meningkatkan ketakwaan diri. Hal ini harus dilakukan dengan tanpa merendahkan orang lain, atau menganggap diri paling baik. Sebab, sifat itulah yang dimiliki oleh Iblis. Tentu kita tidak mau disamakan dengan makhluk terlaknat itu bukan?


Muhammad Syakir NF, alumnus Pondok Buntet Pesantren Cirebon