Sirah Nabawiyah

Halimah as-Sa'diyah dan Keberkahan saat Mengasuh Nabi Muhammad

Rab, 27 September 2023 | 06:00 WIB

Halimah as-Sa'diyah dan Keberkahan saat Mengasuh Nabi Muhammad

Foto ilustrasi (NU Online/Freepik)

Halimah as-Sa'diyah adalah perempuan kedua yang menyusui Nabi Muhammad, setelah Tsuwaibah. Identitas Sa'diyah yang melekat pada nama Halimah dinisbatkan pada leluhurnya yang ke-9, yaitu Sa'd bin Bakr. Nama Sa'd ini juga menjadi nama kabilah dan perkampungan tempat Halimah bermukim.


Suatu hari, Halimah bersama suaminya Harits bin Abdul Uzza berikut anaknya yang masih bayi mencoba keburuntungan dengan pergi ke Makkah, di antara gambaran pekerjaan yang akan ditawarkan adalah dengan menjual jasa air susu ibu (ASI). 


Saat di Makkah, rupanya tidak ada masyarakat yang mau 'membeli' jasa Halimah. Dari penampilan dan atribut Halimah, warga Makkah tahu bahwa Halimah ini orang miskin. Mereka berpendapat, kandungan ASI dari orang miskin pasti sedikit dan tidak berkualitas karena kurang asupan gizi. Hal ini tentu tidak baik untuk pertumbuhan bayi. Asumsi ini kemudian membuat Halimah kesulitan mendapatkan konsumen.


Singkat cerita, Halimah diterima dan dipercaya Aminah untuk untuk menyusui dan mengasuh putra kesayangannya, Muhammad bin Abdullah. Sejak saat itu kehidupan Halimah menjadi naik drastis. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Madarijus Su'ud (Semarang: Karya Thoha Putra, tanpa tahun), halaman 22-23.


Syekh Ja'far Al-Barzanji mengungkapkan keberuntungan Halimah dengan sederet rangkaian kalimat puitis, di antaranya sebagai berikut:


فَأَخْصَبَ عَيْشُهَا بَعْدَ الْمَحْلِ قَبْلَ الْعَشِيَّةِ


Artinya: "Maka kehidupan Halimah yang sebelumnya sempit kemudian menjadi lapang sebelum menyusui Nabi Muhammad"


Dijelaskan bahwa di malam sebelum menyusui bayi mulia bernama Muhammad, ASI dalam diri Halimah mendadak menjadi subur dan deras. Kemiskinan yang sebelumnya mendera hidup Halimah dan keluarga pun kemudian berubah menjadi kesuburan dan serba berkecukupan.


Keberkahan dan keberuntungan Halimah tidak berhenti sampai di situ, sejumlah binatang ternak milik Halimah yang dibawa ke Makkah, yaitu unta tua dan domba yang sebelumnya kurus kemudian berubah menjadi gemuk.


Intinya, semua pahit getir, kesulitan, dan kesempitan hidup yang sebelumnya dialami oleh Halimah dan keluarga, seketika hilang setelah menyusui dan mengasuh Muhammad bin Abdullah.


Keberuntungan ini sangat dirasakan dalam kehidupan Halimah. Di kesehariannya, Halimah tidak mengizinkan Muhammad kecil bermain jauh dari pandangannya karena Halimah sangat takut terjadi sesuatu, misalnya diculik, diterkam binatang buas, dan sebagainya.


Menurut Syekh Nawawi, ketakutan itu dilatari karena 2 alasan. Pertama takut keberkahan dan keberuntungan yang 'nomplok' itu menjadi hilang. Kedua, takut Abdul Muthalib melayangkan tuntutan karena dianggap lalai mengasuh cucunya.


Waktu yang dikhawatirkan itu pun tiba, setelah 2 tahun mengasuh, 'kontrak pekerjaan' pun habis, Halimah harus mengembalikan Muhammad kecil ke pangkuan ibunya, Aminah. Halimah belum siap berpisah, ia pun akhirnya mengajukan perpanjangan kontrak dan permohonan itu diterima hingga kurang lebih 2 tahun ke depan.


Waktu begitu cepat berlalu, Halimah sangat berat hati berpisah dengan Nabi Muhammad namun ia tetap profesional. Benar saja, setelah Halimah tidak lagi mengasuh Nabi Muhammad, kehidupannya perlahan kembali dalam kehidupannya semula.


Beberapa puluh tahun kemudian, Halimah menemui Nabi Muhammad dan Khadijah kemudian mengadukan kehidupannya yang serba kekurangan. Dengan penuh kasih sayang, Nabi Muhammad pun melayaninya dengan maksimal, semua kebutuhan dipenuhi dan diberikan, mulai dari makanan, pakaian hingga binatang ternak.


Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyyah, Subang, Jawa Barat.