Sirah Nabawiyah

Kisah Sahabat Ikrimah Ra, Putra Abu Jahal yang Diolok sebagai Anak Firaun

NU Online  ยท  Kamis, 19 Januari 2023 | 15:30 WIB

Kisah Sahabat Ikrimah Ra, Putra Abu Jahal yang Diolok sebagai Anak Firaun

Abu Jahal memiliki putra yang memeluk agama Islam dan menjadi sahabat yang baik. (Ilustrasi: NU Online).

Suatu ketika, Ikrimah putra Abu Jahal datang ke Madinah dalam kondisi telah beriman. Namun sayang, niat baiknya untuk sowan terhadap Rasulullah saw dan hidup bersama-sama kaum muslimin di Madinah tidak mendapatkan sambutan hangat. Ia selalu dicibir dan diolok-olok oleh sebagian warga Madinah. Tak lain gegaranya ia adalah anak biologis Abu Jahal yang dijuluki sebagai Firaun umat manusia masa itu.


โ€œHadza Fir'aunu hadzihil ummah, atau orang ini adalah Firaun umat iniโ€, kata Rasulullah saw saat melihat kematian Abu Jahal di tengah-tengah perang Badar, 624 Masehi. Sebagai catatan, hadits ini diriwayatkan oleh At-Thabarani dengan para perawi hadits shahih, kecuali Muhammad bin Wahb bin Abi Karimah. Namun ia adalah perawi yang tsiqah atau terpercaya. Demikian catatan Al-Hafizh Al-Haitsami. (Nurruddin Ali bin Abi BakarAl-Haitsami, Majma'uz Zawaid, [Beirut, Darul Fikr, 1412 H], juz VI, halaman103).


Menjumpai cibiran dan olokan sebagai anak Firaun secara terus-menerus tampaknya Ikrimah tidak tahan dan bergegas mengadukannya kepada Rasulullah saw. Dalam konteks inilah, menurut sebagian ulama, akhirnya datang jawaban Rasulullah atas aduan Ikrimah dengan turunnya ayat 11 surat Al-Hujurat yang melarang orang-orang beriman dari mengolok-olok orang lain. Allah berfirman:


ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ุขูŽู…ูŽู†ููˆุง ู„ูŽุงูŠูŽุณู’ุฎูŽุฑู’ ู‚ูŽูˆู’ู…ูŒ ู…ูู†ู’ ู‚ูŽูˆู’ู…ู ุนูŽุณูŽู‰ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽูƒููˆู†ููˆุง ุฎูŽูŠู’ุฑู‹ุง ู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ูˆูŽู„ูŽุง ู†ูุณูŽุงุกูŒู…ูู†ู’ ู†ูุณูŽุงุกู ุนูŽุณูŽู‰ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽูƒูู†ู‘ูŽ ุฎูŽูŠู’ุฑู‹ุง ู…ูู†ู’ู‡ูู†ู‘ูŽ ูˆูŽู„ูŽุง ุชูŽู„ู’ู…ูุฒููˆุง ุฃูŽู†ู’ููุณูŽูƒูู…ู’ ูˆูŽู„ูŽุง ุชูŽู†ูŽุงุจูŽุฒููˆุง ุจูุงู„ู’ุฃูŽู„ู’ู‚ูŽุงุจู ุจูุฆู’ุณูŽ ุงู„ูุงุณู’ู…ู ุงู„ู’ููุณููˆู‚ู ุจูŽุนู’ุฏูŽ ุงู„ู’ุฅููŠู…ูŽุงู†ู ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุชูุจู’ ููŽุฃููˆู„ูŽุฆููƒูŽ ู‡ูู…ู ุงู„ุธู‘ูŽุงู„ูู…ููˆู†ูŽ


Artinya, โ€œWahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum lainnya, bisa jadi kaum yang diolok-olok lebih baik daripada kaum yang mengolok-olok; dan janganlah kaum wanita mengolok-olok kaum wanita yang lain, bisa jadi kaum wanita yang diolok-olok lebih baik daripada kaum wanita yang mengolok-olok. Janganlah kalian saling mencela dan saling memanggil dengan panggilan buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan kefasikan setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang zalim.โ€ (QS Al-Hujurat: 11).


Merujuk penjelasan Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi (wafat 671 H) dalam tafsirnya, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, ayat ini memberi pesan utama yaitu hendaknya orang tidak sembrono mengolok-olok orang lain. Mengolok-olok orang yang dilihatnya tampak lusuh atau kotor, berpenyakitan di badannya, atau tidak fasih berbicara. Sebab, bisa jadi orang yang diolok-olok lebih ikhlas dan lebih bersih hatinya daripada orang yang mengolok-olok.


Bila orang nekat mengolok-olok orang lain, bisa jadi di hadapan Allah, justru sebenarnya ia telah menghina orang yang dimuliakan Allah, dan meremehkan orang yang dimuliakan oleh Allah.


Ulama salaf pun sangat berhati-hati dalam hal ini. Di antaranya ada Amar bin Syurahbil (wafat 63 H), ahli ibadah, waliyullah, dan perawi hadits asal kota Kufah Irak, yang mengatakan:


ู„ูˆ ุฑุฃูŠุช ุฑุฌู„ุง ูŠุฑุถุน ุนู†ุฒุง ูุถุญูƒุช ู…ู†ู‡ ู„ุฎุดูŠุช ุฃู† ุฃุตู†ุน ู…ุซู„ ุงู„ุฐูŠ ุตู†ุน


Artinya, โ€œAndaikan aku melihat seorang lelaki menyusu pada kambing lalu aku tertawa karenanya, maka aku khawatir aku juga akan melakukan perbuatan seperti yang telah dilakukannya.โ€


Ada pula sahabat Abdullah bin Mas'ud yang lebih ekstrem. Ia berpesan:


ุงู„ุจู„ุงุก ู…ูˆูƒู„ ุจุงู„ู‚ูˆู„ุŒ ู„ูˆ ุณุฎุฑุช ู…ู† ูƒู„ุจ ู„ุฎุดูŠุช ุฃู† ุฃุญูˆู„ ูƒู„ุจุง


Artinya, โ€œBalaย atau ujian itu dipasrahkan pada ucapan. Andaikan aku sampai menghina seekor anjing, aku khawatir wujudku akan diubah menjadi anjing. โ€ (Abu Abdillah Muhamamad bin Ahmad Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, [Riyadh, Dar 'lamil Kutub: 2003], juz XVI, halaman 325). ย 


Bahan untuk mengolok-olok, mengejek, dan menertawakan orang lain sangat banyak. Namun demikian, sebelum mengolok-olok orang lain, sangat baik kiranya ketika secara kebetulan kita menemukan bahan olokan itu untuk berpikir ulang, bagaimana bila kita yang diolok-olok dengannya? Demikian pula, bisa jadi orang yang kita olok-olok ternyata lebih baik, lebih mulia, dan lebih agung di hadapan Tuhan, daripada kita yang sembrono mengolok-oloknya. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU online