Sirah Nabawiyah

Melihat Fluktuasi Harga Pasar, begini Sikap Sayyidina Umar

Sab, 24 Februari 2024 | 16:00 WIB

Melihat Fluktuasi Harga Pasar, begini Sikap Sayyidina Umar

Ilustrasi: Melihat Fluktuasi Harga Pasar (NU Online-Suwitno)

Harga bahan pangan pasca pemilu mengalami kenaikan yang cukup signifikan, terkhusus harga beras, cabai dan tomat. Meningkatnya harga beras berimplikasi kepada banyak sektor termasuk inflasi dan tentunya keluhan masyarakat kepada pemerintah meningkat drastis.


 

Kenaikan harga kebutuhan sehari-hari disebabkan oleh beberapa faktor seperti permintaan yang tinggi, biaya produksi yang naik, inflasi, perubahan nilai tukar mata uang, pengaruh faktor alam karena bencana, ketidakpastian pasar dan juga regulasi pemerintah terkait tarif, pajak dan lain sebagainya.


 

Apabila kita menilik sejarah Islam, khususnya kepada pemerintahan Umar bin Khatthab, kita mendapati bahwa pemerintahannya terkenal dengan kebijakan ekonomi yang adil dan efisien. Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang pemimpin yang sangat peduli terhadap kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. 


 

Salah satu kebijakan ekonomi yang cukup prinsipil di masa Umar adalah pengendalian harga pasar. Umar bin Khattab mengimplementasikan kebijakan pengendalian harga untuk melindungi rakyat dari inflasi dan eksploitasi. Beliau sering melakukan inspeksi langsung di pasar untuk memastikan bahwa harga-harga yang ditawarkan para pedagang tetap wajar.


 

Misalnya adalah ketika ada salah seorang pedagang di pasar bernama Hathib bin Abi Balta'ah menjual kismis. Hathib menjual kismis tidak dengan harga pasar atau harga para pedagang yang menjajakan jualannya di pasar tersebut. Riwayat tersebut dalam penuturan Al-Baihaqi adalah:
 

 

عن سعيدِ بنِ المُسَيَّبِ قال: مَرَّ عُمَرُ بنُ الخطابِ على حاطِبِ بنِ أبى بَلتَعَةَ وهو يَبيعُ زَبيبًا له بالسّوقِ، فقالَ له عُمَرُ: إمّا أنْ تَزيدَ في السِّعرِ، وإِمّا أنْ تَرفَعَ مِن سوقِنا


 

Artinya, “Dari Sa'id ibn al-Musayyib. Dia berkata: ‘Umar bin Khattab melewati seorang penjual bernama Hathib bin Abi Balta'ah yang sedang menjual kismis di pasar. Umar berkata kepadanya, 'Entah kamu naikkan harga, atau angkat kaki dari pasar kami’." (Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, [Markaz Buhuts: 2011], jilid XI, halaman 413).


 

Dalam riwayat yang lebih detail lagi, diceritakan Hathib tengah menjual dua kantong anggur kismis. Umar menanyakan harga kantong-kantong tersebut, dan Hathib menetapkan harga yang dianggap terlalu tinggi. Umar memberinya pilihan untuk menaikkan harga atau menarik barang dagangannya.


 

Setelah itu, Umar merenungkan keputusannya dan akhirnya mengunjungi Hathib di rumahnya, mengklarifikasi bahwa apa yang dikatakannya sebelumnya bukanlah keputusan tegas, melainkan usaha untuk kebaikan penduduk kota. 

 

Umar memberikan kebebasan kepada Hatib untuk menjual barang dagangnya di mana pun dan dengan harga berapa pun yang diinginkannya. Al-Baihaqi meriwayatkan:
 

 

رَوَى الشّافِعِيُّ عن الدَّراوَردِىِّ عن داودَ بنِ صالِحٍ التَّمّارِ عن القاسِمِ بنِ محمدٍ عن عُمَرَ أنَّه مَرَّ بحاطِبٍ بسوقِ المُصَلَّى وبَينَ يَدَيه غِرارَتانِفيهِما زَبيبٌ، فسألَه عن سِعرِهِما، فسَعَّرَ له مُدَّينِ لِكُلِّ دِرهَمٍ، فقالَ له عُمَرُ: قَد حُدِّثتُ بعيرٍ مُقبِلَةٍ مِنَ الطّائفِ تَحمِلُ زَبيبًا، وهُم يَعتَبِرونَ بسِعرِكَ، فإِمّا أنْ تَرفَعَ في السِّعرِ، وإِمّا أنْ تُدخِلَ زَبيبَكَ البَيتَ فتَبيعَه كَيفَ شِئتَ
 


فلَمّا رَجَعَ عُمَرُ حاسَبَ نَفسَه، ثُمَّ أتَى حاطِبًا في دارِه فقالَ له: إنَّ الَّذِى قُلتُ لَيسَ بعَزمَةٍ مِنِّي ولا قَضاءٍ، إنَّما هو شَىءٌ أرَدتُ به الخَيرَ لأهلِ البَلَدِ، فحَيثُ شِئتَ فبعْ، وكَيفَ شِئتَ فبِعْ 


 

Artinya, “Imam Syafi'i meriwayatkan dari  Ad-Darawardi, dari Dawud ibnu Shalih At-Tammar, dari Al-Qasim ibn Muhammad, dari Umar bahwa beliau melewati seorang penjual bernama Hathib di pasar Al-Mushalla, dan di antara tangannya terdapat dua kantong yang berisi anggur kismis.


 

Umar bertanya kepadanya tentang harga kedua kantong tersebut. Hathib menetapkan harga yang dianggap terlalu tinggi, satu dinar untuk setiap dirham.


 

Umar berkata kepadanya, "Sudah ada laporan kepada saya bahwa ada unta dari Ta'if yang membawa beban anggur kismis, dan mereka setuju dengan harga yang kamu tentukan. Jadi, entah kamu naikkan harganya atau masukkan anggurmu ke dalam rumah dan jual sesuai keinginanmu."


 

Setelah Umar kembali, beliau merenungkan tindakannya, lalu mendatangi Hathib di rumahnya dan mengatakan kepadanya, "Apa yang aku katakan tadi bukanlah keputusan yang kuat dan bukan juga sebuah keputusan hukum. Itu hanya suatu cara yang ingin aku lakukan untuk kebaikan penduduk kota ini. Jadi, juallah di mana pun kamu suka dan dengan harga berapa pun yang kamu inginkan." (Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, jilid XI, halaman 413).


 

Kisah tersebut menampilkan bahwa Umar bin Khattab mengambil langkah proaktif untuk menjaga keadilan ekonomi dan mengatasi masalah kenaikan harga guna melindungi kesejahteraan rakyat. 


 

Kisah tersebut juga menunjukkan bahwa Umar bin Khattab menunjukkan perhatian terhadap keadilan harga di pasar. Beliau mengambil tindakan ketika menemukan harga yang dianggap terlalu tinggi, menegaskan pentingnya keadilan ekonomi untuk mencegah eksploitasi dan ketidaksetujuan masyarakat.


 

Selain itu, sosok Umar sebagai khalifah menunjukkan keterlibatan pemimpin dalam penyelesaian masalah ekonomi. Beliau tidak hanya memberikan arahan, tetapi juga memberikan solusi konkret dan mendatangi penjual secara langsung untuk membicarakan persoalan tersebut.


 

Setelah kejadian tersebut, Umar juga ditampilkan sebagai sosok pemimpin yang memiliki keterbukaan terhadap koreksi dan evaluasi diri, dengan cara merenungkan tindakannya dan mengakui bahwa apa yang dikatakannya bukanlah keputusan yang tegas. 


 

Prinsip kebebasan ekonomi dan kemandirian individu juga tercermin dalam sikap Umar yang memberikan kebebasan kepada pedagang untuk menjual di mana pun dan dengan harga berapa pun yang mereka inginkan.


 

Dengan demikian, kisah ini memberikan pesan tentang pentingnya keadilan harga, penyesuaian dengan kondisi pasar, keterlibatan pemimpin dalam menyelesaikan masalah ekonomi, keterbukaan terhadap koreksi, dan prinsip kebebasan dan kemandirian pedagang. Wallahu a’lam.
 


​​​​​​​

Ustadz Amien Nurhakim, Musyrif Pesantren Darussunnah Jakarta