Meninjau Makam Sahabat Nabi Saad bin Abi Waqqas di Guangzhou dari Perspektif Sejarah
NU Online · Sabtu, 7 Juni 2025 | 13:00 WIB
Mishbahul Munir
Kolomnis
Tahun 2017 lalu, banyak media populer memberitakan pemugaran komplek makam paman Nabi Muhammad yang ada di Guangzhou, Cina. Makam ini dinisbatkan kepada seorang sahabat bernama Saad bin Abi Waqqas yang wafat pada tahun 674 M. Banyak masyarakat Muslim meyakini makam tersebut sebagai sahabat Nabi dan menziarahinya, baik lokal ataupun internasional.
Pemberitaan senada sebenarnya telah lama disampaikan oleh Dru Curtis Gladney, seorang antropolog Amerika, dalam bukunya Muslim Chinese (1991). Ia mengonfirmasi keberadaan makam suci ini di Pemakaman Lingshan, Kota Guangzhou. Menurut legenda masyarakat setempat, kedua tokoh tersebut dipercaya sebagai utusan Nabi Muhammad yang menetap hingga akhir hayat dan dimakamkan di tempat tersebut pada masa Dinasti Tang, sekitar abad ketujuh hingga kesepuluh Masehi.
Gladney juga mengutip pendapat He Qiaoyuan dalam bukunya Minshu (1629), yang menyebutkan bahwa kedua orang dalam makam tersebut adalah Imam Sayid dan Imam Waqqas yang datang dari Madinah. Menurutnya, mereka termasuk dua dari empat orang Muslim asing yang mengunjungi Cina Selatan pada masa pemerintahan Kaisar Tang Gao Zu (618-626 M). (Dru C. Gladney, Muslim Chinese: Ethnic Nationalism in the People's Republic [Harvard University: Council on East Asian Studies, 1991], hlm. 266-268).
Akan tetapi, keberadaan makam Sa’ad bin Abi Waqqas di Guangzhou ini terbantahkan langsung oleh catatan para ulama Muslim klasik. Para ulama terdahulu telah menukil riwayat hidup sahabat Nabi ini secara komprehensif dalam kitab-kitab mereka, jauh sebelum cerita tentang makam Sa’ad bin Abi Waqqas di Guangzhou tersebar. Di antara para ulama yang mencatat riwayat hidup beliau adalah Imam Ibnu Sa’ad, Imam Al-Baladzuri, Imam Adz-Dzahabi, dan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Imam Ibnu Sa’ad (w. 230 H) dalam kitab At-Tabaqat al-Kubra meriwayatkan secara detail tentang wafat dan tempat dimakamkannya Sa’ad bin Abi Waqqas. Ia menjelaskan bahwa Sa’ad bin Abi Waqqas meninggal di Al-Aqiq, kemudian jenazahnya dibawa ke Madinah dan dimakamkan di sana. Periwayatan ini secara tegas menggambarkan lokasi wafat dan pemakaman sahabat Nabi tersebut. Bahkan ia menguatkan datanya dengan mencatat tiga riwayat berbeda yang kesemuanya berkesimpulan sama. (Imam Ibnu Sa’ad, At-Tabaqat al-Kubra [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1990], jilid III, h. 109).
Imam Al-Baladzuri (w. 279 H), seorang pakar sejarah Islam, dalam kitab Ansabul Asyraf, menulis, menurut riwayat dari Al-Waqidy, bahwa Sa’ad bin Abi Waqqas meninggal di rumahnya di Al-Aqiq, sekitar 10 mil dari kota Madinah. Kemudian jenazahnya diangkut ke kota Madinah dan dimakamkan di Baqi’. Anaknya, Aisyah binti Sa’ad, meriwayatkan bahwa ayahnya wafat pada tahun 55 Hijriah dan dishalatkan oleh Marwan bin Hakam, yang saat itu menjabat sebagai Wali di Madinah. (Imam Al-Baladzuri, Ansabul Asyraf [Beirut: Darul Fikri, cet. 1, 1996], jilid X, h. 11-12).
Imam Adz-Dzahabi (w. 748 H) dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’ menuliskan secara rinci kehidupan Sa’ad bin Abi Waqqas berdasarkan riwayat yang terpercaya. Sa’ad bin Abi Waqqas adalah sahabat Nabi yang paling terakhir wafat. Ia meninggal pada tahun 55 Hijriah dalam usia 82 tahun. Menurut riwayat yang disampaikan Zubair bin Bakar, Sa’ad meninggal di rumah yang dibangunnya di Al-Aqiq, yang berjarak 8 mil dari kota Madinah. Pendapat Imam Adz-Dzahabi ini semakin memperkuat catatan para ulama sebelumnya. (Syamsuddin Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’ [Beirut: Muassasah ar-Risalah, cet. 11, 1996], jilid I, h. 122-124).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H), seorang ahli hadits terkemuka dari mazhab Syafi’i, juga memberikan argumen yang senada dengan ketiga imam sebelumnya. Dalam kitab Al-Ishabah fi Tamyizis Sahabah jilid III, beliau menyampaikan pendapat yang identik dengan riwayat Imam Ibnu Sa’ad, Imam Al-Baladzuri, dan Imam Adz-Dzahabi. Beliau juga menambahkan bahwa menurut Al-Waqidy, Sa’ad bin Abi Waqqas wafat pada tahun 55 Hijriah. Sedangkan Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa beliau wafat pada tahun 56 Hijriah, bertepatan dengan tahun 675 Masehi atau abad ke-7 Masehi. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Ishabah fi Tamyizis Sahabah [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1995], jilid III, h. 63).
Berdasarkan kajian sejarah dan referensi dari para ulama klasik seperti Imam Ibnu Sa’ad, Al-Baladhuri, Adz-Dzahabi, dan Ibnu Hajar Al-Asqalani, dapat disimpulkan bahwa klaim keberadaan makam Sa’ad bin Abi Waqqas di Guangzhou hanyalah legenda lokal yang tidak didukung oleh bukti sejarah yang sahih. Semua sumber otoritatif sepakat bahwa Sa’ad bin Abi Waqqas wafat di Al-Aqiq dan dimakamkan di Madinah. Jika dilihat dari segi nama dan rentang waktu, mungkin saja ada kemiripan, tetapi sosok yang dimakamkan di Guangzhou sudah pasti bukanlah sahabat Nabi sebagaimana yang dimaksud.
Kasus ini memberikan pelajaran berharga yang mengandung nilai edukatif. Kebenaran adalah sesuatu yang mutlak dan tidak dapat dikompromikan. Konteks ini menegaskan pentingnya melakukan kajian kritis yang berbasis data dan bukti sejarah yang kuat. Ketika menerima suatu informasi, sebaiknya kita melakukan verifikasi dengan merujuk kepada sumber-sumber yang kredibel agar tidak terjebak pada klaim-klaim yang bersifat mitos atau spekulatif.
Ustadz Mishbahul Munir, Alumnus Kelas Menulis Keislaman NU Online 2025
Terpopuler
1
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
2
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
3
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Khutbah Jumat: Meraih Hikmah Kurban di Hari Raya Idul Adha
Terkini
Lihat Semua