Sirah Nabawiyah

Nabi Isa Mengucap Selamat atas Hari Lahirnya, Begini Kisah Kelahirannya 

Sel, 27 Desember 2022 | 20:00 WIB

Nabi Isa Mengucap Selamat atas Hari Lahirnya, Begini Kisah Kelahirannya 

Al-Quran menyebutkan bahwa Nabi Isa alaihis salam mengucapkan selamat untuk kelahirannya sendiri. (Ilustrasi: NU Online).

Dalam Al-Quran, Nabi Isa a.s. mengucap selamat atas hari kelahirannya, sekaligus memohon keselamatan pada hari kematian dan hari kebangkitannya. Di antara ulama menafsirkan demikian adalah Prof. Quraisy Shihab.  


وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا


Artinya, “Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan hari aku dibangkitkan hidup (kembali),” (QS. Maryam [19]: 33). 


Mengapa Nabi Isa a.s. mengucap selamat atas hari kelahirannya dan memohon keselamatan pada hari kematian dan hari kebangkitannya? Pasalnya, hari kelahiran Nabi Isa a.s. telah terjadi, sebagaimana yang tersirat dalam bentuk fi’il madhi dalam ayat tersebut, sehingga pantas ia mengucapkan selamat atasnya. Sedangkan hari kematian dan kebangkitannya belum terjadi, sebagaimana yang tersirat dalam bentuk fi’il mudhari dalam ayat tersebut, sehingga pantas ia memohon keselamatan pada dua hari tersebut.   
  

Lantas bagaimana kisah kelahirannya? Al-Kalabi menafsirkan, maksud keselamatan di sana adalah keselamatan yang sudah diberikan. Faktanya, pada saat dilahirkan, ia selamat dari gangguan setan. Pasalnya tidak ada bayi yang dilahirkan kecuali diganggu oleh setan kecuali Nabi Isa a.s. Ketika itu, Allah memeliharanya. (Lihat: Tafsir al-Mawardi, jilid 3, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah], halaman 371).   


Bahkan sebelum kelahirannya, perkara luar biasa juga terjadi terhadap sang ibunda.  Maryam yang pada saat itu masih gadis dan belum menikah tiba-tiba hamil mengandung Isa. 


Meski bukan perkara lazim, karena hamil tanpa tersentuh laki-laki, tetapi Allah menghendaki itu. Dia telah memilih Maryam hamil dengan Isa tanpa ayah. Dia mengutus Malaikat Jibril yang menyerupai manusia sempurna. Sehingga sontak membuat Maryam berlindung kepada Allah dari gangguannya, “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pengasih darimu.” Demikian kisahnya seperti yang terekam dalam surah Maryam ayat 16 sampai ayat 36.  

 
Malaikat pun segera menenangkannya, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu untuk memberikan anugerah seorang anak laki-laki yang suci kepadamu.” 


Maryam bertanya, “Bagaimana  (mungkin) aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada seorang (laki-laki) pun yang menyentuhku dan aku bukan seorang pelacur?” 


Malaikat Jibril  menjelaskan, “Demikianlah. Tuhanmu berfirman, ‘Hal itu sangat mudah bagi-Ku dan agar Kami menjadikannya sebagai tanda (kebesaran-Ku) bagi manusia dan rahmat dari Kami. Hal itu adalah suatu urusan yang (sudah) diputuskan.” 


Tidak diceritakan berapa lamanya usia kehamilan Maryam. Namun, setelah mengetahui dirinya hamil, Maryam segera mengasingkan diri ke tempat yang jauh. Menurut ulama tafsir, jauh sebelum kehamilan, Maryam mengasingkan diri ke Baitul Maqdis. Sehingga kejadian itu terjadi di wilayah tersebut. 


Rasa sakitnya saat melahirkan memaksanya bersandar ke pangkal pohon kurma, seraya hanya bisa meratapi keadaan, “Oh, seandainya aku mati sebelum ini dan menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan (selama-lamanya).”  


Dalam pada itu, pertolongan Allah pun datang. Jibril menyeru dari tempat rendah, “Janganlah engkau bersedih! Sungguh, Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menjatuhkan buah kurma yang masak kepadamu.” 


Seketika pohon kurma berbuah dan buahnya dengan mudah digoyangkan oleh Maryam jika menginginkannya. Jibril lantas mempersilahkan, “Makan, minum, dan bersukacitalah engkau. Jika engkau melihat seseorang, katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernazar puasa (bicara) untuk Tuhan Yang Maha Pengasih. Karena itu, aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.’” Demikian seperti yang dilansir dalam surah Maryam ayat 26. 


Setelah melahirkan Isa, Maryam membawa sang bayi menemui kaumnya. Hal itu sontak mengundang keheranan, tuduhan, bahkan olokan mereka, seraya berkata, “Wahai Maryam, sungguh, engkau benar-benar telah membawa sesuatu yang sangat mungkar!” 


Bahkan, tak sungkan di antara mereka yang menuduh bayi itu hasil dari perbuatan zina. Maryam pun hanya diam dan menunjuk kepada bayinya. Tujuannya agar mereka bertanya langsung kepadanya. 


“Bagaimana mungkin kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” tanya mereka.


Allah pun menunjukkan kuasa-Nya. Isa yang masih dalam ayunan ibunya bisa bicara. Ia membebaskan sang ibu dari tuduhan kaumnya. Isa pun menegaskan bahwa dirinya tak lain adalah hamba Allah. Ia bukan anak Allah, melainkan seorang anak yang lahir tanpa ayah. (Lihat: Abu Zahrah, Muhadharat fin-Nashraniyyah, [Kairo: Darul Fikr], 1966, halaman 16). 


Pembelaan dan pernyataan mengejutkan yang disampaikan Isa a.s. dilansir dalam Al-Quran:


إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا، وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا، وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا، وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا


“Sesungguhnya aku hamba Allah. Dia (akan) memberiku Kitab (Injil) dan  menjadikan aku seorang nabi. Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada dan memerintahkan kepadaku (untuk melaksanakan) salat serta (menunaikan) zakat sepanjang hayatku, dan berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang yang sombong lagi celaka. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan hari aku dibangkitkan hidup (kembali),” (QS. Maryam [19]: 30-33). Wallahu a’lam.


Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.