Sirah Nabawiyah

Respons Masyarakat Madinah terhadap Kedatangan Nabi Muhammad

Ahad, 27 Oktober 2024 | 14:00 WIB

Respons Masyarakat Madinah terhadap Kedatangan Nabi Muhammad

Ilustrasi nama Nabi Muhammad. (Foto: NU Online/Mahbib)

Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah adalah peristiwa bersejarah yang menandai babak baru dalam perkembangan Islam. Perjalanan ini penuh dengan perjuangan karena saat itu Rasulullah harus menghadapi kejaran dan ancaman pembunuhan dari kaum kafir Quraisy.

 

Dengan ditemani Abu Bakar, Rasulullah Saw berangkat ke Madinah dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh musuh yang terus mengintai dan mengejarnya. Bahkan disebutkan bahwa beliau harus menetap dalam gua Tsur selama 3 hari, tujuannya untuk mengelabui kejaran kelompok kaum kafir Quraisy.

 

Saat sampai di gua Tsur, Abu Bakar masuk terlebih dahulu untuk memeriksa dan memastikan keamanan dalam gua, tujuannya tentu saja agar keselamatan Rasulullah terjamin dari potensi bahaya ular atau binatang lainnya. Menurut satu riwayat, peristiwa ini terjadi pada hari kedua bulan Rabi'ul Awwal yang bertepatan dengan tanggal 20 September 622 M. (Sa’id Ramadhan al-Buthi, Fiqhus Sirah an-Nabawiyah, [Damaskus, Darul Fikr:2005], halaman 133)

 

Selain atas perintah Allah swt, alasan hijrahnya Rasulullah ke Madinah juga karena adanya intimidasi dari kaum musyrikin terhadap umat Islam. Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, para sahabatnya telah terlebih dahulu melakukan perjalanan ke Madinah secara bertahap. Lalu bagaimana respons penduduk Madinah tehadap kedatangan Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin Makkah? Berikut uraiannya.

 

Respons Masyarakat Madinah

Saat Nabi Muhammad sampai di Madinah, respons positif mewarnai masyarakat setempat. Berikut ini penerimaan masyarakat Madinah terhadap kedatangan Rasulullah:

 

1. Kaum Anshar

Saat tiba di Madinah, Nabi Muhammad saw mendapatkan penerimaan yang sangat antusias dari masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari sambutan langsung yang dilakukan oleh kaum Anshar dari berbagai kalangan dan menawarkan rumahnya menjadi tempat tinggal Rasulullah. Untuk menjaga perasaan masyarakat, Rasulullah tidak memilih langsung melainkan membiarkan untanya memilihkan tempat yang akan ditinggali. Hal ini dijelaskan oleh Abdul Malik bin Hisyam dalam kitab As-Sirah an-Nabawiyah.

 

Kelompok yang pertama kali menawarkan diri untuk memenuhi segala kebutuhan pokok dan keamanan Rasulullah adalah dari Bani Salim bin Auf.

 

فَأَتَاهُ عِتْبَانُ بْنُ مَالِكٍ، وَعَبَّاسُ بْنُ عُبَادَةَ بْنِ نَضْلَةَ فِي رِجَالٍ مِنْ بَنِي سَالِمِ ابْن عَوْفٍ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ. أَقِمْ عِنْدَنَا فِي الْعَدَدِ وَالْعِدَّةِ وَالْمَنَعَةِ، قَالَ خَلُّوا سَبِيلَهَا، فَإِنَّهَا مَأْمُورَةٌ، لِنَاقَتِهِ: فَخَلُّوا سَبِيلهَا، فَانْطَلَقَتْ

 

Artinya: “Itba bin Malik dan Abbas bin ‘Ubadah dari Bani Salim bin ‘Auf mendatangi Rasulullah saw dan mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, tinggallah di tempat kami dengan jumlah, pelengkapan dan kekuatan yang memadai.’ Rasulullah menjawab, ‘bebaskan jalannya karena sesungguhnya ia sedang diperintah.’ Maksudnya adalah membiarkan jalan untanya. Maka kalangan Bani Salim bin ‘Auf pun membiarkan unta tersebut melanjutkan perjalanannya.” (Abdul Malik bin Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyah, [Mesir: Maktabah Mushtofa al-Babi al-Halbi, 1955] juz 1, hal. 494)

 

Ibnu Hisyam kemudian menjelaskan bahwa sesudah melewati Bani Salim bin Malik, ada empat kabilah kaya raya dan berkecukupan di Madinah yang menawarkan hal serupa, yakni supaya tempat mereka ditinggali oleh Nabi Muhammad saw. Kabilah tersebut adalah Bani Bayyadhah, Bani Sa’idah, Bani al-Harits dan Bani ‘Adiy bin Najjar, tetapi unta yang ditugaskan untuk memilih tempat tinggal Rasulullah saw tersebut tidak berhenti di tempat kabilah-kabilah tersebut. Justru unta itu memilih tempat sederhana milik Abu Ayyub al-Anshari dari kabilah Bani Najjar dari suku Khazraj.

 

2. Anak-anak dan Wanita

Salah satu bukti respons baik masyarakat Madinah terhadap kedatangan Rasulullah datang kalangan anak-anak dan wanita, mereka menyambut Rasulullah dengan seruan kegembiraan. Peristiwa ini diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah, dari Ibnu Aisyah Ra.

 

Tatkala Rasulullah saw tiba di Madinah, para wanita dan anak-anak berseru, “Telah muncul bulan purnama di tengah-tengah kita, dari lembah Wada,  wajiblah atas kita untuk bersyukur di mana segala seruan hanya kepada Allah.” (Al-Baihaqi, Dalailunnubuwwah, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1988] juz 2, hal. 507)

 

Seruan yang disenandungkan oleh kalangan wanita dan anak-anak inilah yang sampai saat ini dikenal sebagai qashidah ‘Thala’al Badru ‘Alainna’, bait-bait syair ini sering dinyanyikan oleh umat Islam Indonesia bahkan dunia, yaitu:

 

طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا مِنْ ثَنِيَّاتِ الْوَدَاعْ ۞ وَجَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَعَا لِلَّهِ دَاعْ

 

Artinya: “Telah muncul bulan purnama di tengah-tengah kita, dari lembah Wada  ۞ wajiblah atas kita untuk bersyukur di mana segala seruan hanya kepada Allah,”

 

Dalam riwayat lain, dua bait tersebut ditambahkan satu bait lagi, yakni:

 

أيُّهَا المَبْعُوْثُ فِيْنَا … جِئْتَ بِالأمْرِ الْمُطاعِ

 

Artinya: “Wahai yang diutus kepada kami, engkau datang dengan perintah yang ditaati.” (Al-Khudhari, Nurul Yaqin Fii Sirah Sayyid al-Mursalin, [Damaskus, Darul Fiha’, 1999] halaman 78)

 

Adapun anak-anak perempuan yang melantunkan bait senandung tersebut adalah anak-anak yang pernah pergi ke Makkah untuk berbaiat kepada Rasulullah atau anak-anak dari kalangan orang-orang yang telah masuk Islam berkat dakwah Mush’ab bin Umair dan Ibnu Maktum di Madinah. (al-Manshurfuri, Rahmatullil’alamin, [Riyadh: Darussalam, 2010] halaman 87)

 

3. Kaum Yahudi

Kaum Yahudi di Madinah yang terdiri dari Bani Qainuqa, Bani Quraizhah, dan Bani Nadhr, meski sebelumnya sangat membenci kehadiran Nabi Muhammad, memilih berdamai dengan kedatangan beliau ke Madinah. Hal ini ditandai dengan perjanjian tertulis antara mereka dan umat Islam yang diabadikan dalam Piagam Madinah. Salah seorang pendeta mereka yang bernama Abdullah bin Salam, memilih untuk masuk Islam dan sisanya tetap dalam agama Yahudi. (Ibnu Katsir, Al-Fushul fis Sirah, [Mu’assasah Ulumul Qur’an, 1982] hal. 120)

 

Dengan demikian, kedatangan Rasulullah di Madinah diterima baik oleh seluruh kalangan penduduk setempat. Sambutan ini menjadikan Madinah sebagai pusat dakwah yang terintegrasi, memungkinkan perkembangan Islam dengan pesat hingga menyebar ke seluruh tanah Arab bahkan ke seluruh dunia. Wallahua’lam.

 

Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat kajian Keislaman.