Sirah Nabawiyah

Yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Ahad, 14 Juli 2019 | 23:00 WIB

Sama seperti manusia pada umumnya, Nabi Muhammad juga menangis. Tidak hanya sekali atau dua kali, beliau menangis berkali-kali. Bahkan dalam beberapa keadaan tertentu, tangisan Nabi Muhammad pecah hingga air matanya mengalir deras dan dadanya bergetar. 

Lantas apa yang membuat Nabi Muhammad sampai menangis? Apakah penyebabnya sama seperti manusia umumnya? Atau ada hal-hal tertentu? Setidaknya ada beberapa hal yang membuat Nabi Muhammad sampai menangis –bahkan hingga tersedu-sedu. Pertama, orang yang dikasihi meninggal dunia. Ketika anak-anaknya wafat, Nabi Muhammad tidak kuasa menahan diri sehingga menangis tersedu-sedu.

Dikisahkan, ketika Abdullah wafat misalnya, air mata Nabi Muhammad bercucuran di pipinya hingga membasahi janggutnya. Hatinya begitu sedih. Namun demikian, Nabi Muhammad sadar batasan-batasannya sehingga dirinya tidak sampai larut pada kesedihan itu. Karena bagaimanapun, semua itu adalah kehendak Allah. 

“Air mata mengalir, bercucuran tidak menetap di mata. Hatipun bersedih. Namun, kami tidak pernah durhaka kepada Allah,” kata Nabi Muhammad saat ada seorang sahabat yang bertanya ‘Apakah Nabi Muhammad menangis’ ketika Abdullah meninggal dunia, seperti keterangan dalam buku Tertawa Bersama Al-Qur’an, Menangis Bersama Al-Qur’an (Hasan Tasleden, 2014).

Hal yang sama juga terjadi ketika anak Nabi Muhammad yang lainnya, Ibrahim, wafat. Saat itu, Nabi Muhammad meratapi kepergian Ibrahim. Air mata Nabi Muhammad mengalir deras hingga membasahi wajahnya. Melihat hal itu, sahabat Abdurrahman bin Auf bertanya 'Kau menangis Rasulullah? Bukankan kau sendiri melarang menangisi kematian seseorang?'. 

“Ibnu Auf, aku tidak melarang menangis. Yang ku larang adalah dua teriakan dosa; nyanyian yang tak bermakna dan dan melalaikan serta ratapan histeris saat tertimpa musibah dengan menampari wajah dan merobek-robek pakaian. Sedang yang terjadi padaku ini adalah ungkapan kasih sayang,” jawab Nabi Muhammad, merujuk buku Sahabat-sahabat Cilik Rasulullah (Nizar Abazah, 2011).

Nabi Muhammad juga menangis ketika ada sahabatnya meninggal dalam peperangan. Saat Hamzah meninggal ketika perang Uhud misalnya, beliau menangis tersedu-sedu ketika mendengar kabar kepergian pamannya itu. Tangisan Nabi kembali pecah saat melihat jenazah Hamzah. Begitu pun ketika Ja’far, Ibnu Ruwahah, dan Zaid bin Haritsah yang wafat dalam perang Mu’tah, kedua mata Nabi mencucurkan air mata kesedihan.  

Kedua, membaca atau mendengar ‘ayat-ayat tertentu.’ Hati Nabi Muhammad begitu lembut=, sehingga ketika beliau membaca atau ada seorang sahabat yang membaca ‘ayat-ayat tertentu’, maka air mata Nabi bercucuran.

Diceritakan, suatu ketika Nabi Muhammad meminta Abdullah bin Mas’ud untuk membaca sebagian ayat Al-Qur’an. Lantas Abdullah bin Mas’ud membaca Surat an-Nisa’. Ketika sampai pada ayat 41 (Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir), jika Kami datangkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkanmu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka), tiba-tiba Nabi Muhammad meminta Abdullah bin Mas’ud berhenti. Cukup, kata Nabi Muhammad. Abdullah bin Mas’ud kemudian menoleh ke arah Nabi. Ia mendapati kalau pada saat itu Nabi Muhammad tengah menangis dan air matanya bercucuran.

Al-Qur'an Surat an-Nisa ayat 41 menjelaskan tentang posisi Nabi Muhammad yang di akhirat nanti menjadi saksi bagi umatnya yang durhaka. Tangisan Nabi menjadi penanda bahwa hati beliau yang begitu lembut hingga tak sampai hati kalau-kalau umatnya nanti menerima penderitaan—meski akibat ulah mereka sendiri.

Ketiga, rindu kampung halamannya. Saat itu Aban bin Said baru saja datang dari Makkah. Sesampai di Madinah, dia menemui Nabi Muhammad. Nabi kemudian bertanya tentang keadaan Makkah saat ini. Kata Aban bin Said, saat dirinya meninggalkan Makkah, hujan sedang turun, rumput izhir tumbuh, dan jewawut liat baru saja berdaun. Mendengar hal itu, mata Nabi Muhammad tiba-tiba digayuti air mata.

Di samping itu, Nabi Muhammad juga menangis setelah ‘menceramahi’ kaum Anshar. Alkisah, setelah perang Hunani, Nabi Muhammad membagikan harta rampasan perang kepada kaum Muhajirin dan mualaf. Kaum Anshar yang tidak menerima rampasan perang marah dan kesal dengan kebijakan Nabi Muhammad tersebut. 

Nabi kemudian mengumpulkan kaum Anshar dan menceramahi mereka. Kepada kaum Anshar, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa harta rampasan dari perang Hunain sengaja dibagikan kepada kaum Muhajirin dan mualaf agar mereka semakin kuat keimanan dan keislamannya. Nabi berdalih, kaum Anshar tidak diberi rampasan perang karena mereka sudah kokoh imannya. Setelah mendengar ceramah Nabi, kaum Anshar menangis tersedu-sedu. Begitu pun dengan Nabi Muhammad. (A Muchlishon Rochmat)