Syariah

5 Adab Azan Perspektif Imam Al-Ghazali

Sab, 4 Februari 2023 | 16:00 WIB

5 Adab Azan Perspektif Imam Al-Ghazali

Ilustrasi: Azan (reviewofreligions.org).

Azan merupakan panggilan bagi umat Islam untuk menunaikan shalat. Hukum azan adalah sunah. Ada syarat-syarat tertentu yang harus diketahui jika seseorang bermaksud mengumandangkan azan, misalnya adalah pengumandang azan harus seorang laki-laki, beragama Islam, tamyiz, waktu shalat sudah masuk, dan sebagainya. Hal ini dibahas secara detail dalam kitab-kitab fiqih.
 

Azan juga memiliki adab-adab tertentu yang sebaiknya diperhatikan oleh muazin sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali sebagai berikut: 
 

آداب الأذان: يكون المؤذن عارفا بوقته في الصيف وفي الشتاء ، غاضا لطرفه عند صعوده المنارة ، ويلتفت في أذانه عند النداء بالصلاة والفلاح ، ويرتل الآذان ، وينحدر في الإقامة 
 

Artinya, “Adab mengumandangkan azan, yaitu muazin harus tahu kapan waktu mengumdangkan azan, baik di musim panas maupun dingin, berhati-hati ketika naik ke atas menara azan, menoleh ke kanan dan ke kiri ketika sampai pada “hayya ‘alash shalah hayya alal falah”, mengalunkanya dengan tertib dan membaca iqamah dengan cepat.” (AL-Ghazali, Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasailil Imam Al-Ghazali, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah], halaman 435).
 

Kutipan di atas dapat diuraikan dalam lima adab azan sebagai berikut:
 

Pertama, harus tahu kapan waktu azan. Seorang muazin harus memperhatikan waktu-waktu shalat sesuai dengan metode atau penunjuk waktu apakah dengan menggunakan jam ataukah keberadaan matahari. Musim sangat berpengaruh terhadap posisi dan visibilitas matahari sehingga waktu-waktu shalat bisa berbeda antara di musim panas dengan di musim dingin. 
 

Dalam konteks Indonesia, umumnya sekarang untuk melihat apakah waktu shalat sudah masuk atau belum digunakan metode hisab dalam bentuk tabel jam, sehingga tidak terpengaruh oleh cuaca atau musim baik di musim kemarau maupun penghujan.
 

Sebelum mengumandangkan azan muazin harus memastikan apakah waktu shalat benar-benar sudah masuk berdasarkan jadwal waktu shalat yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang berwenang dan kredibel.   
 

Kedua, berhati-hati ketika naik ke atas menara azan. Jika muazin harus naik ke menara seperti pada zaman dahulu sebelum maraknya penggunaan speaker seperti sekarang, maka ia harus berhati-hati agar tidak terjatuh. Bisa jadi di saat sekarang di daerah tertentu masih ada masjid yang memiliki menara dan belum menggunakan speaker karena alasan tertentu. Dalam hal seperti ini, muazin harus memikirkan keselamatan dirinya karena keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat. 
 

Ketiga, menoleh ke kanan dan ke kiri saat melafalkan حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ. Muazin hendaknya memutarkan kepalanya ke kanan yang tentu saja diikuti mulutnya, sehingga suara mengarah ke sisi kanan dari tempat ia mengumandangkan azan. Lalu ketika sampai lafal حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ, ia hendaknya memutarkan kepalanya ke kiri yang tentu saja diikuti mulutnya sehingga suara mengarah ke sisi kiri. Dengan cara seperti itu maka arah suaranya lebih merata yang memungkinkan didengar oleh sebanyak mungkin orang, karena dapat menjangkau tempat seluas-luasnya. (Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadiin, halaman 95). 
 

Keeampat, azan dengan tertib. Seorang muazin hendaknya dapat melantunkan lafal azan secara urut dengan suara yang bagus. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw sebagai berikut:
 

فقُمْ مع بلالٍ، فألْقِ عليه ما رأيتَ فليؤذِّن به؛ فإنَّه أنْدَى صوتًا منك
 

Artinya, “Lakukanlah bersama Bilal, ajarkan kepadanya apa yang kamu lihat dalam mimpimu. Dan hendaklah dia berazan karena dia lebih tinggi dan bagus suaranya dari kamu." (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
 

Memiliki suara bagus bagi muazin memang tidak wajib, tetapi berdasarkan hadits di atas dianjurkan muazin adalah orang yang suaranya bagus. Suara yang bagus tentu memiliki kelebihan, seperti enak didengar dan dapat menarik perhatian orang banyak.
 

Kelima, membaca iqamah dengan cepat. Dalam melantunkan lafal azan, muazin hendaknya memberi jeda waktu antara lafal satu dengan lafal lainnya. Tetapi dalam membaca iqamah hendaknya tanpa jeda waktu, sebab iqamah harus dikumandangkan dengan cepat supaya shalat berjamaah bisa segera dimulai. 
 

Demikianlah kelima adab mengumandangkan azan yang sebaiknya dimengerti oleh kaum muslimin, khsusnya para muazin. Intinya, azan tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena terdapat adab-adab yang harus diperhatikan, terutama terkait dengan waktu dan cara mengumandangkannya. Wallahu a’lam. 

 


Ustadz Muhammad Ishom, Dosen Fakuktas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta.